Si Saleh Memikat Hati

26 4 2
                                    

Di sebuah pondok terbuat dari bambu anyam berisikan anak-anak yang sedang membaca hafalan doa-doa, Falisha berdiri di depan kelas untuk menuntun mereka saat menghafalkan doa-doa.

Saat sedang asyik menghafalkan doa-doa, tiba-tiba dari arah luar pondok terdengar suara "brakk"

"Astaghfirullahaladzim,"  dengan spontan Falisha segera keluar ruangan dan anak-anak di perintahkan untuk tetap di dalam, tetapi namanya anak-anak pasti  memiliki rasa keingintahuan yang tinggi, akhirnya mereka tidak mengindahkan perintah tersebut.

Bukan hanya orang-orang di ruangan Falisha saja yang keluar, ternyata semua orang yang ada di pondok pun keluar dari ruangan dan terpaksa memberhentikan kegiatan hafalannya.

Di luar, terdapat segerombolan laki-laki berbadan kekar yang berjumlah 5 orang dengan ditemani seorang ibu-ibu beriasan cetar dengan rambut digelung bak memakai sanggul, tanpa tertinggal sebuah kipas ditangannya. Ia pun tengah berdiri seolah menantang tanpa rasa bersalah setelah menimbulkan kegaduhan dengan mengobrak-abrik barang-barang yang ada di luar.

"Hardi, di mana kamu. Ini sudah waktunya kamu membayar sewa tanah ya, kalau kamu tidak keluar, saya akan menyuruh anak buah saya mengusir kalian semua dari pondok ini!" marah wanita berdandan menor itu

Datanglah laki-laki memakai peci putih dan berkalung sorban dengan gamisnya yang juga putih, berjalan menggunakan tongkat menuju ke wanita berdandan menor itu

"Astaghfirullahaladzim," dengan lirih laki-laki itu mengucapkan sembari berjalan

Laki-laki itu adalah Hardi, ayah dari Falisha yang juga pemilik pondok pesantren.

Falisha pun mengejar ayahnya yang dari kejauhan hendak mendekati gerombolan itu, dengan sigap tangan si ayah digandengnya

"Ayah, bagaimana ini?" tanya Falisha dengan perasaan tak enak dan sedikit takut

"Sudah tenang saja, jangan takut. Ingatlah bahwa Allah akan selalu menyertai kita," Hardi menenangkan Falisha sembari terus berjalan menuju wanita itu

Falisha hanya membalas dengan anggukan tanda bahwa Ia paham apa yang disampaikan oleh ayahnya

"Akhirnya kamu nongol juga, Hardi. Mana bayaran sewa tanahnya? Sok-sokan mendirikan pesantren, bayar sewa saja tidak mampu. Makanya kalau mau apa-apa itu dipikir, mana yang bisa menghasilkan duit mana yang cuma merugikan diri," wanita itu berucap seakan-akan ucapannya adalah ucapan yang paling benar

"Ibu, dijaga ya bicaranya. Ibu sedang bicara dengan siapa, ibu-" belum selesai berbicara, tangan Falisha yang sedang menunjuk ke wanita itu ditarik oleh Hardi agar Falisha diam

"Sudah, biar ayah yang bicara," Hardi menasehati Falisha sehingga Falisha pun terdiam

"Dasar anak baru kemarin sore, beraninya ya kamu sama saya, katanya didikan pesantren kok sikapnya kaya anak tidak di didik,"

Falisha yang hendak marah tertahan dengan ucapan ayahnya

"Maaf, Ibu sebaiknya kita bicarakan di dalam saja, tidak enak jika dilihat orang banyak seperti ini," ajak Hardi untuk membicarakan baik-baik

Akan tetapi, ajakan itu tidak diindahkan oleh wanitu itu, justru dia beranggapan supaya banyak yang mengetahui bahwa pondok pesantren akan segera disegel,  apabila Hardi tidak segera membayar sewa tanah

"Kenapa memangnya kalau di luar? Malu ya kamu karena banyak orang yang akhirnya tahu kalau kamu mendirikan pesantren ini di atas tanah sewaan? Dengar ya semua yang ada di sini, tanah ini milik saya, kalau Hardi tidak bisa membayar uang sewa, kalian semua harus pergi dari sini dan tak ada lagi pesantren-pesantren apalah itu," beraninya wanita itu mempermalukan ayah Falisha di hadapan banyak orang

Falisha pun geram, dia segera menampar pipi wanita itu dengan keras, sehingga wanita itu terdiam sebentar dengan muka murkanya

Dalam hati, Falisha pun menyesal mengapa dia melakukan hal itu, padahal sebagai manusia tidak diperbolehkan untuk menyakiti siapapun meskipun orang itu telah menyakitinya

Wanita itu murka, sehingga menyuruh anak buahnya memegangi tangan Falisha

"Kalian, kenapa diam saja! Pegangi dia, berani-beraninya kamu menampar saya!" Falisha yang tak bisa melawan anak buahnya untuk tidam menyentuh dirinya pasrah dengan keadaan, Falisha tahu bahwa wanita itu akan membalas perbuatannya

Suasana menjadi tegang, banyak anak-anak yang juga ikut takut dan memanggil-manggil dirinya

"Ka Falisha, Ka Falisha. Jangan sakiti ka Falisha," anak-anak yang sudah menangis ketakutan karena takut Falisha diperlakukan tidak baik

"Jangan sakiti Falisha, saya yang salah, sakiti saya saja," Hardi yang berusaha membela anaknya, namun dia justru di dorong oleh wanita itu

"Anak kamu sudah kurang ajar dengan saya, dia harus menerima akibatnya!" wanita itu sudah sangat murka

Dia mendekat ke arah Falisha yang sudah dipegangi oleh anak buahnya

"Beraninya ya kamu menampar saya! Kamu pikir kamu siapa ha? Sekarang kamu harus tahu akibatnya!" tangannya sudah melayang di udara bersiap untuk menampar keras pipi Falisha, namun dari belakang tangan wanita itu dipegang dengan erat

Wanita itu kaget dan menengokkan kepalanya ke belakang, ternyata ada laki-laki muda mengenakan kemeja putih dengan celana panjang hitam yang menahan tangan wanita itu

"Siapa kamu, jangan ikut campur urusan saya!" wanita itu berusaha melepaskan genggaman laki-laki itu

"Saya memang bukan siapa-siapa mereka, tetapi sebagai manusia yang diberi akal dan perasaan saya wajib membantu mereka yang sedang membutuhkan bantuan dari orang-orang tak berperikemanusiaan seperti ibu," dengan tegas laki-laki itu melawan

Dari kejauhan, Tiwi datang beramai-ramai dengan warga yang dimintai bantuan untuk melawan gerombolan itu

"Lepaskan Falisha!" Tiwi dari kejauhan berjalan sedikit lari mendekati mereka

"Lepaskan Falisha, jika tidak saya akan menyuruh warga di sini untuk menyeret kalian ke kepolisian," tegas Tiwi

Hardi yang dibantu teman laki-laki berkemeja itu pun berdiri. Genggaman laki-laki berkemeja itu akhirnya lepas setelah melihat keadaan sudah cukup aman

"Awas ya kalian, saya akan datang lagi. Camkan perkataan saya, jika kamu tidak bisa membayar sewa, kalian harus pergi dari sini," wanita itu memberi peringatan kepada Hardi dan mereka segera pergi dari pondok pesantren

Suasana sedikit tenang, para warga sudah kembali ke rumahnya, anak-anak berlari menuju Falisha dan memeluk erat

Laki-laki berkemaja itu pun tersenyum tatkala melihat anak-anak itu tulus menyayangi Falisha, dalam hatinya tumbuh rasa kagum pada Falisha

"Nak, terima kasih ya sudah mau membantu kami," Hardi dengan tersenyum tulus melihat kebaikannya

"Tidak apa-apa, Pak. Sudah kewajiban kami sebagai manusia saling tolong menolong," senyum sopan laki-laki berkemeja itu membuat Falisha berdecak kagum dalam hatinya tetapi Ia tidak berani menatapnya

"Ya sudah, Pak. Kami harus melanjutkan perjalanan kami, semoga semua masalah bapak segera selesai ya, nanti jika ada waktu saya akan main ke pesantren ini," lanjut laki-laki berkemeja sembari berpamitan

Mereka, laki-laki berkemaja hitam itu dan temannya pun bersalaman dengan Hardi dan berpamitan dengan Tiwi dan juga Falisha

Dalam hati Falisha timbul pertanyaan "siapa laki-laki saleh itu?"

Mereka akhirnya kembali ke ruangan masing-masing untuk melanjutkan kegiatannya, kecuali Tiwi. Tiwi kembali ke rumah untuk melanjutkan kegiatan memasaknya.






Selaksa HarsaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang