Prolog

7.7K 592 59
                                    


HAII!!
Anu huuum, jangan lupa vote+komennya ya!! Kalau udah maaciii, selamat membaca kalian.
***

"Kadang seseorang terlalu sulit mensyukuri sesuatu yang ada di depan matanya, saat mereka sadarpun semua sudah telat, sesuatu itu sudah lenyap dan tak akan pernah kembali" -

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kadang seseorang terlalu sulit mensyukuri sesuatu yang ada di depan matanya, saat mereka sadarpun semua sudah telat, sesuatu itu sudah lenyap dan tak akan pernah kembali"
-

Author.

Seorang pria berparas tampan sedang asik menjelaskan materi di papan tulis, banyak mahasiswa atau mahasiswi yang tak melihat kearah papan tulis. Ia tak ambil pusing dan tetap menjelaskan secara seksama, walau sekali-kali ia memarahi mahasiswa di kelas ini. Berbicara tapi tak ada yang memperdulikan atau menghargainya itu sungguh sakit. Semua dosen atau asisten dosen pasti pernah mengalami hal tersebut, mendapat siswa yang bodoamat dengan materi. Tapi apa susahnya mereka menghargai seseorang yang sedang menjelaskan di papan tulis saat ini, toh juga materi yang ia berikan berguna bagi kehidupannya sendiri. Tapi mengapa sangat sulit menghargai, apa salahnya menghargai seseorang.

Bruk

Tepukan meja yang cukup keras membuat seisi kelas ini langsung diam tak bergeming. Kelas yang tadinya ribut layaknya pasar sekarang diam dengan mata menatap sang asisten dosen, sedangkan sosok pria itu hanya membalas dengan tatapan dingin, ia terlalu marah saat melihat satu mahasiswi yang berdandan di dalam kelasnya saat ini. Saat ini bukan jam beristirahat, tapi ini adalah waktu untuk belajar. Ia sama sekali tidak peduli jika ada mahasiswi yang berdandan. Toh juga hal itu tidak mempengaruhi otaknya dalam pembelajaran, tapi salahnya saat ini adalah, mahasiswi ini berdandan di kelasnya pada saat jam ajar mengajar di laksanakan.

"Kamu bisa Hargain saya?! Dari awal saya mengajar disini kalian sama sekali gak hargain saya! Saya adalah kakak tingkat sekaligus asisten dosen disini, seharusnya kalian ngerhargain saya yang lebih tua dari kalian. Kalian baru semester satu tapi sudah seperti ini, kalian semua seharusnya sadar kalau kalian bukan lagi di bangku SMA! " Bentaknya dengan suara sedikit besar, ia menatap satu persatu mahasiswa dan mahasiswi dikelas ini.

"Kalian bukan anak SMA lagi yang bisa berbuat tingkah seperti ini di lingkungan perkulihaan, di SMA, SMP, atau SD saja pasti kalian sudah diajari tata krama." Bentaknya sekali lagi.

"Jangan pikir karena saya cuman asisten dosen kalian bisa seenaknya seperti ini di kelas saya, apalagi ketika saya lagi menerankan materi, dari awal kita ketemu kalian semua sudah tidak menghormati saya! Ada yang lagi makan pas saya lagi menjelaskan, ada yang merokok di hadapan saya, dan ada yang berdandan pas saya lagi menerankan. Kalian semua punya etika gak? Apa perlu kita tambahin waktu pembelajaran khusus belajar Etika" Lanjutnya dengan nada semakin meninggi. Ia menarik napasnya dengan sedalam mungkin sambil melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya.

"Sekian materi yang saya bawakan hari ini, bila ada kesalahan mohon di maafkan." Dengan tatapan yang masih marah ia merapihkan peralatannya sebelum kembali menatap satu mahasiswi yang bermasalah tadi. "Tolong kamu pergi menghadap sama prof Lidya." Lanjutnya sebelum keluar dari sana dengan wajah menahan ke kesalan. Ia berjalan ke ruang kelasnya dan duduk di pojok samping jendela, ia sama sekali tak memperdulikan tatapan-tatapan orang di kelas ini.

Menatap kosong kearah jendela sambil mendengarkan lagu kesukaanya. "Miss you" lirihnya sebelum merintikkan air mata.

"Woi Samudra, napa lo? Ke kelas dengan wajah di tekuk kayak gitu. Seharusnya lo happy kiyowo anjing, lo gak lihat apa ada mahasiswi cantik di kelas yang lo ajar" saut sosok pria yang berpenampilan acak-acakkan sangat berbeda dengan penampilan pria yang bernama Samudra. Sosok pria itu hanya menoleh sejenak dan kembali menatap keluar jendela.

"Gue mau sendiri"

"Yaelah, gitu aja terus" balasnya dan berjalan menjauh dari sosok pria yang bernama Samudra. Ia akan mengalah setelah mendengar kata legendaris dari temannya ini, ia juga merasa kasihan dengan tingkah temannya beberapa tahun belakangan ini. Tingkahnya sangat jauh berbeda dengan Samudra yang orang-orang kenal semasa SMA, Samudra ini lebih pendiam.

Banyak rumor yang bertebaran tentang sosok pria ini, mulai dari sikap dan kasus yang ia buat saat SMA. Walau bisa di bilang ia sosok lelaki tangguh waktu SMA sekarang sudah berubah di tempat kuliahnya saat ini.

"Aku rinduin kamu, aku belum buat kamu bahagia dan belum bisa jadiin kamu prioritas semasa kamu jadi milik aku. Aku nyesal Zel, aku nyesal karena aku terlalu bodoh sampai percaya omongan mereka. Seharusnya aku sendiri yang lindungin kamu, seharusnya aku yang pegang dan menghapus air mata kamu. Semua hanya penyesalan, aku gak bisa buat apa-apa lagi" gumannya dengan air mata yang mengalir membasahi pipinya dengan air mata, suara isakannya samar-samar terdengar di kelas ini.

Hatinya perih, sangat perih saat mengingat kenangannya dengan sosok wanita yang ia sukai. Kenangannya terlalu pahit untuk di kenang tapi hanya kenangan itu yang dapat ia kenang. Tak ada kenangan kebahagian diantaranya dan Hazel.

"Seharusnya kamu disini, temenin aku. Temenin aku dalam kegelapan ini, seharusnya kamu meluk aku sekarang dan hapus air mata aku. Hahaha egois banget aku sampai nyuruh kamu kembali, belum tentu kamu balik dan aku bisa buat kamu bahagia. Sosok pria brengsek kayak aku emang bisa buat wanita kayak kamu bahagia?" batinnya

"Sam, bangun prof Syarif udah jalan kesini" Saut sosok pria yang bernama Dion, ia menepuk pelan punggung sahabatnya yang sedang membaringkan kepalanya di meja. Samudra yang sadar semua itu langsung menghapus air matanya dan mengangguk sebagai tanda kalau dia sudah bangun, padahal ia sama sekali tidak tertidur, ia hanya menutup matanya agar ia lebih mendalami isi lagu tersebut.

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang