part 2

3.4K 288 66
                                    


"Aku selalu meminta kepada tuhan agar kita bisa seperti bulan dan bintang, selalu bersama dan tidak akan terpisahkan. Nyatanya kamu meninggalkan aku lebih dulu seperti hujan yang meninggalkan pelangi"
-Samudra Maheswara

"Ervannya ada?" Tanya Samudra setelah bertemu wanita seusia Ervan sambil menggengam tangan anak perempuan.

"Ada kok Sam, silahkan masuk dulu. Maaf ya rumah kakak kotor belum sempat beresin soalnya" jelasnya sambil mempersilahkan Samudra memasuki rumahnya. Ia melepas genggaman tangannya dari tangan anak perempuan tersebut dan berjalan ke lantai dua, sedangkan Samudra sudah duduk di sofa bersama sosok anak perempuan yang lagi sibuk memainkan permainannya.

"Hazel..." Panggil Samudra dengan pelan, ia melihat sosok anak perempuan itu menoleh menghadap ke dirinya.

"Iya paman?" Tanyanya dengan sopan.

Samudra menggeleng sebagai jawaban tidak apa-apa, ia kembali menatap kosong kearah tv yang sedang berlayar hitam. Bayang-bayang Hazel menghantui dirinya, rumah ini. Rumah ini adalah rumah yang Hazel tempati semasa hidupnya, tanpa Samudra sadari air matanya menetes saat melihat foto Hazela terpasang di samping foto bundanya.

"Sekarang kamu senangkan ketemu bunda kamu?" Batinnya dengan air mata yang membasahi pipinya.

"Samudra..." Panggil seseorang dari atas, Samudra dengan cepat menghapus air matanya dan beralih pandangan kearah sumber suara, Ervan.

"Gue boleh ngomong sesuatu sama lo?" tanya Samudra.

Ervan mengangguk dan memanggil Samudra untuk naik ke kamarnya, Samudra menaiki tangga rumah ini dengan tangan gemetar, sesekali ia merintihkan air matanya ketika mengingat dirinya berlarian bersama dengan Hazel disini.

"Samudra rindu sama tuan putri..." Lirihnya dengan isak tangis, ia memijit dahinya untuk menghilangkan rasa pusing di kepalanya, dadanya sesak. Air matanya tidak bisa berhenti, untung saja Ervan lebih dulu berjalan masuk ke kamarnya jadi ia tak nangis di depan sosok pria itu.

Samudra menatap sekilas kamar yang biasa Hazel tempati, ia tersenyum kecil untuk menutupi kesedihannya. Berjalan melangkah ke arah kamar Ervan dan mengetuk dengan pelan sebelum masuk kesana.

"Duduk aja Sa.." Sautnya dan di anggukki oleh Samudra.

"Gue cuman mau minta tolong sama lo, Cuman lo yang otaknya waras di keluarga lo. Jadi gue mau minta tolong untuk suruh bokap lo berhenti ganggu kehidupan gue sama keluarga gue, stop kasih saran ke nyokap gue. Gue capek Van, jujur gue gak bisa membuka lembaran baru... Gue gak tau, gue bisa memulai kehidupan baru apa enggak, gue rasa bokap lo udah bisa mengerti kondisi gue sekarang, gue rasa bokap lo tau seberapa fatalnya keselahan yang ia perbuat sama gue dan Hazel. Gue gak bakal nyalahin bokap lo, karena gue juga salah disitu. Gue terlalu naif untuk percaya sama omongan bokap lo." Samudra menjeda ucapannya sambil menghapus air matanya.

"Gue rasa harapan hidup gue udah hilang.... Lo cuman lihat raga gue tapi nyawa gue udah gak ada sejak adek lo pergi. Maaf kalau gue ngomong terlalu kasar tapi gue mohon sama keluarga lo, jangan hancurin hidup gue lagi. Gue udah hancur, jangan hancurin gue sampai seperti debu" sambungnya dengan tatapan memohon ke Ervan. Ervan diam saat melihat sosok sahabatnya masih terpuruk dalam kematian Hazel, sudah berapa tahun tapi sosok pria ini masih mengenang kepergian Hazel.

Ervan tau apa yang terjadi, Ervan dapat mengerti jika Samudra mengatakan hal tersebut. Jujur, Ervan juga udah enek melihat kelakuan sang ayah dan adeknya.

"Gue tau Sam, maafin gue. Karena tindakan gue yang dulu buat lo sehancur ini" Balas Ervan.

"Gak ada yang perlu minta maaf sama kondisi saat itu, itu juga salah gue. Lo gak usah minta maaf terus sama kehidupan gue, lo cuman perlu minta maaf sama Hazel." Balas Samudra sebelum pergi dari sana meninggalkan Ervan yang masih duduk di kursi kerjanya.

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang