part 3

2.2K 201 31
                                    



"Jangan memulai sesuatu dengan paksaan, sesuatu yang di paksakan terkadang tidak sesuai dengan ekpetasi kita."
-Ervan Abraham

"Ayah lakuin apa kali ini? ayah gak pernah belajar dari masa lalu?" tanya Ervan dengan wajah memerah menahan amarahnya.

"Ayah lakuin demi adik kamu."

"Adik, selalu kata itu yang ayah bilang. Demi Bianca tapi ayah hancurin kehidupan Samudra? Dulu ayah hancurin kehidupan anak ayah, Hazela. Demi anak ayah Bianca, terus apa yang terjadi?"

"Maka dari itu, ayah gak mau kehilangan putri ayah yang satunya. Semakin hari ayah makin tua, ayah harus bahagiain Bianca, dulu ayah gak bisa bahagiain Hazel. Ayah mau nebus semuanya..."

"Nebus? Nebus semuanya atau ayah memperkeruh suasana? Ayah lihat kondisi Samudra, ayah lihat tatapan Samudra sekarang seperti apa, ayah lihat tangannya. Buka mata ayah, demi bahagiain Bianca, ayah hancurin kehidupan seseorang. Andai dulu kita gak keras kepala tentang kemauan Bianca, mungkin Samudra bisa ada di samping Hazel disaat-saat terakhirnya, mungkin Samudra gak sehancur ini. Mungkin dia bisa sadar lebih cepat dengan kenyataan ini" lirih Ervan yang sudah merintihkan air matanya, sejujurnya jika membahas masa lalu. hatinya terasa teriris-iris.

"Ayah tau apa yang Samudra sampein ke aku? 'Andai dulu gue gak tamak akan kekayaan, mungkin gue gak bakal kehilangan sumber kebahagian gue. Mungkin gue bakal tersenyum bebas, gak ada tangisan kayak sekarang.' Ayah tau maknanya? Andai dulu kita gak buat perjanjian konyol mungkin kita gak pisahin mereka berdua." lanjut Ervan dengan nada getar, menatap sang ayah dengan tatapan tidak percaya. "Satu penyesalan yang ada di diri Ervan, andai dulu Ervan gak terlalu dengerin omongan ayah, andai dulu Ervan tau lebih cepat kronologi kejadian di masa lalu, Ervan mungkin bisa meluk adik Ervan tanpa rasa gengsi. Mungkin Ervan bisa jaga dia tanpa sembunyi-sembunyi, tapi ayah apa? ayah seperti ayah yang dulu, sikap ayah gak berubah. Tidak ada penyesalan ayah tunjukkan atas kejadian itu."

"Ervan...." lirih sang ayah.

"Jangan hancurin orang ayah, biarin dia hidup bebas. Ayah berhenti jadi bayangan hitam bagi Samudra." Saut Ervan sebelum pergi dari sana meninggalkan Abraham yang masih duduk mematung di atas kursi kerjanya. Jujur ia juga menyesal atas kejadian masa lalu, tapi dia tidak ingin kehilangan kedua putrinya, entah apa yang akan terjadi jika Bianca pergi meninggalkannya. Dia cuman pengen putri satu-satunya itu bahagia, cuman itu keinginannya.

"Ayah tau jika yang ayah lakuin gak bener, tapi jika pandangan seorang ayah kepada putrinya jalan ini akan benar. Ia tidak akan pernah ingin melihat putrinya merintihkan air matanya" lirih Abraham

°°°
Samudra berjalan ke arah kelasnya dengan pikiran kacau, saat perjalanan ke kelasnya ada segerombolan anak laki-laki yang menghampirinya.

"WOI!!!" teriak salah satu diantara mereka.

"Dion...." lirih Samudra yang terkesan menahan amarahnya setelah mendapat teriakkan maut dari sahabatnya ini.

"Balapan gak malam ini?"

"Gak."

"Why?!?" Teriak Dion.

"Gue masih punya duit bekas balapan kemarin, jadi gue gak mau untuk saat ini ikut balapan. Lagipula lo kan tau, kalau gue selalu di larang balapan sama Hazel."

"Sam..." lirih Dion, sebenarnya Dion tidak masalah jika Samudra masih mengingat peraturan yang Hazel berikan kepada Samudra apalagi itu peraturan yang baik di terapkan. Tapi Dion merasa kasihan ketika Samudra masih membicarakan Hazel dengan wajah senang seperti itu, seakan-akan Hazel masih ada di sisinya.

"Gue rinduin dia..." lirih Samudra yang langsung memeluk Dion. "Gue rinduin tuan putri gue, gue terlalu jahat sampai hancurin mental dia. Gue sama sekali gak ada di samping dia saat dia benar-benar butuhin gue." sambungnya dengan air mata yang mengalir di pipinya.

"Semua itu masa lalu, Hazel pasti juga gak pengen lihat lo seperti ini." saut Galaksi yang berdiri di samping Dion.

"Masa lalu yang gak bisa gue lupain, masa lalu yang buat gue kayak moster menjijikkan hanya karena uang." balas Samudra. Galaksi hanya diam, yang di katakan Samudra memang benar, kalau dirinya adalah monster yang tega membunuh mental pacarnya hanya karena uang, dia rela melupakan perasaannya hanya dengan uang. Jujur saja, Galaksi sama sekali belum bisa memaafkan kelakuan Samudra dan keluarga Hazel. Tapi semakin hari umurnya semakin berkurang, ia tidak mungkin menjalani kehidupan dengan sikap dendamnya.

"Sekarang gue disuruh kembali menjadi monster sama keluarga gue, hahahah hidup gue kenapa hancur kayak gini?" lirih Samudra yang sudah melepaskan pelukannya dari Dion dan menghapus air matanya.

Semua hanya diam tak menanggapi Samudra, mereka semua sudah tau apa yang terjadi terhadap Samudra, semua hal tentang sosok pria ini. Mulai dari sang bunda yang mata duitan, yang merelakan segala hal untuk membuat dirinya tidak menderita.

Bahkan Samudra pernah drop karena terus bekerja tampa berhenti, itu karena bundanya. Bahkan alasan Samudra terjun bebas ke dunia jalanan itu karena
bundanya, cuman balapan yang bisa menghasilkan uang dalam sekejap, walaupun harus mengorbankan nyawanya. Tapi semua itu tidak Samudra pikir demi bundanya.

Teman-teman Samudra sudah memberitahu Samudra jika mereka semua bisa membantu Samudra, Samudra tinggal menyebut berapa nominal yang Samudra butuhkan. Tapi bukan Samudra namanya jika tidak gengsi, sosok lelaki itu lebih memilih banting tulang daripada harus mengulurkan tangannya kepada teman-temannya untuk meminjam uang.

"Gue kira gue udah gak akan pernah menderita lagi saat gue udah dapat kasih sayang nyokap gue, gue terlalu semangat hancurin kehidupan Hazel saat nyokap gue udah ngomong 'Anak bunda udah besar ya, pintar lagi.' karena kata itu, gue jadi orang yang ambisius untuk dapatin kebahagiaan bunda gue dengan harus pacaran sama Bianca dan harus ninggalin Hazel. Sosok perempuan yang gue sayangi."

SAMUDRATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang