Pertemuan

46 11 0
                                    

Disebuah kota terpencil dengan rumah dan gedung-gedung yang berdekatan hanya dibatasi oleh jalan setapak. Suasana malam hari ditempat ini begitu dingin dan lembab.  Penerangan lampu jalan yang mulai meredup akan membuat seseorang takut untuk tinggal dilingkungan seperti ini. Namun lingkungan dengan sedikitnya penghuni adalah tempat tinggal yang sempurna bagi seseorang sepertiku, walau hanya tinggal sendiri aku tak pernah merasa lingkungan ini terlihat mengerikan bahkan bagiku tempat ini cukup menenangkan dari dunia luar. Tinggal disebuah kos-kosan berlantai empat dengan jumlah ruang kamar sebanyak  enam belas dan hanya memiliki 9 penghuni dan aku adalah satu-satunya penghuni yang menempati Ruang kamar di lantai empat.

Seperti biasanya malam hari ini aku hanya ditemani oleh musik yang bergema diseluruh ruangan. Inilah alasanku menjadikan tempat tinggalku adalah tempat yang sempurna tidak ada yang merasa terganggu akan suara musik dari kamarku, lingkungan yang sepi, penghuni yang sedikit dan hanya menenpati kamar dilantai satu dan dua menjadikan tempat ini begitu sempurna.

Aku membaringkan tubuhku dikursi mencoba mengabaikan panggilan kelaparan yang tak dapat kutolak. Aku memutuskan untuk membeli makan malam dan juga persedian bulanan di toko klontong 24 jam, mengingat bahwa persedianku sudah habis satu hari lalu. Akupun bergegas keluar walau waktu sudah menunjukan pukul 00.23, akupun memakai hodie abu-abu yang tergantung di balik pintu dan ketika aku menarik kenop pintu.

“Reskya, selamat hari lahirmu ya!”

“Ibu? Kenapa kemari malam hari seperti ini?” ucapku memandang ibu.

“Ibu bermaksud datang menemuimu siang tadi dan berpikir untuk memasak makanan kesukaanmu, tapi sepertinya karena perjalanan terlalu macet. Jadi Bus yang Ibu naiki sampai di terminal sangat terlambat. Kamu tahu kan bus yang mengarah ketempatmu  hanya satu jadi Ibu rela menunggu berjam-jam demi mu,” jelasnya.

“Ohh….”

“Apa-apaan itu dengan jawabanmu, kamu tidak mau menyuruh Ibumu ini masuk!” ucap Ibu pura-pura marah.

“Maaf! Aku hanya kaget saja Ibu datang tanpa memberi kabar!“ sambil menutup pintu.

“Ibukan berniat membuat kejutan untuk mu jadi mana mungkin Ibu mengabari mu.”

“Tapi kalo Ibu tahu busnya sangat terlambat Ibu bisa datang besokkan!”

“Ibu tidak ingin melewatkan hari dimana anak Ibu akan berusia dua puluh tahun ini sendiri.”

“Tapi besokkan masih hari lahirku! Jadi tidak masalahkan bagiku!”

“Karena Ibu takut….” Ucapnya terhenti dengan tatapan penuh penyesalah.

“Ibu, ada apa dengan tatapan itu” ucapku memberikan segelas minuman.

"Sudahlah! Aku sudah biasa dihari lahirku ini aku merayakanya sendiri, jadi Ibu tidak usah merasa bersalah seperti itu.

“Reskya! Kamu tahu akan takdir yang tertulis dalam catatan keluarga kita.”

Ucapan Ibu saat itu membuatku menatapnya dengan tajam, entah mengapa baik Ibu maupun Paman jika mereka menceritakan tentang takdir catatan keluarga membuat ku ingin marah walau sebenarnya aku tak pernah merasa resah akan takdir itu tapi kali ini aku merasa takdir yang selama ini ku ketahui akan mengubah hidupku dengan mudahnya.  Aku tahu Ibu datang menemui ku karena usiaku berkaitan dengan takdir tersebut tapi mengapa harus membicarakan takdir yang tak jelas ini disaat seperti ini.

“Ibu! Ibu bilang ingin merayakan hari lahirku ini jadi kumohon jangan mengatakan masalah takdir itu lagi!” ucapku memotong kue yang  dibawa oleh Ibu.

“Reskya Ibu hanya merasa takut jika kamu terluka.”

“Ibu selama ini aku baik-baik saja jadi Ibu tidak perlu khawatir seperti itu lagi!”

LIFE'S COMPANION : familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang