Teman Pertama

18 9 0
                                    


"Hai hai kita bertemu kembali?"😊

"Kapan kita ketemunya ya?"

"Maaf maksudku kita bertemu kembali dengan ceritaku LIFE'S COMPANION: family dengan bab teman baru, dengan sub judul "Teman Baru" kira-kira kalian tahu tidak siapa temen baru Reskya? Kalau kalian penasar........."

"Udah jangan kebanyakan cerita, aku mau baca ini! Dasar mengganggu saja!"

"Maaf." 😟😟

Selamat membaca semuanya





Sepanjang jalan menuju kampus udara perkotaan masuk kedalam mobil menyapu wajahku dengan lembut dan membuat rambut yang menghalangi pandanganku berhamburan tanpa arah. Pandangan arah mataku hanya memandangi setiap jalan dan gedung yang ku lewati. Orang-orang yang sibuk dengan aktivitas pagi mereka bahkan anak-anak pun menjalankan aktivitas mereka sendiri bergurai dipagi hari dengan ayah mereka yang hendak pergi bekerja. Suasana yang baru ini adalah suasana yang pernah kutinggalkan, kali ini kenangan lama menghampiriku kembali seperti tumpahan air hujan yang mencoba menenggelamkan ku dalam kenangan bersama dengan Ibu.  

“Reskya!" panggil paman memecahkan lamunanku.

“Hmm,” jawabku menoleh ke sumber suara.

“Nanti malam bagaimana jika kita makan malam diluar?" ajak Paman sembari menyetir mobil.

“Kenapa?”

“Tidak apa-apa, Paman hanya ingin makan malam bersama keluarga Paman malam ini!” jelasnya tersenyum kecil.

“Baiklah! Aku akan pulang sebelum jam tujuh!” jelasku membuat Paman tersenyum senang.

"Paman akan menjemputmu, setelah jam akhir kuliahmu selesai!"

Obrolan singkat itu membuat waktu tidak terasa selama perjalanan, kendaraan yang membawa kamipun sudah memasuki area  kampus baruku disambut dengan gemiscir air pancur besar yang berada di tengah-tengah area pintu masuk. Aku melihat seluruh area kampus dan padanganku teralihkan oleh sosok pria yang memakai jas hitam berada tepat di kursi depan menyuruhku untuk keluar dengan gerakan tangan yang mengusir. Aku segera keluar dari mobil dan Paman tanpa sepatah katapun pergi menjauh mengendarai mobil hitamnya. Bahkan dia tidak memberiku semangat dihari pertamaku. Kebiasaan itu membuat Paman terlihat sangat mirip dengan Ibu, hal ini pun membuatku tersenyum melihat kepergian Paman setidaknya aku memiliki Paman yang sangat peduli denganku.

Aktivitas yang tak pernah kubayangkan kini harus ku coba kembali. Sejak tiga tahun terakhir saat aku masih duduk di bangku sekolah menengah aku tak pernah keluar dan mancoba menjauh dari keramaian seperti ini. Aku melihat bahwa semua orang yang berada dilingkungan kampus terlihat bahagia berbincang bersama dengan teman-temannya dan adapula seseorang yang bersantai ditaman dengan buku yang berserakan di rumput yang hijau. Aku berjalan menuju gedung jurusan, aku tak tahu harus apa, apakah aku perlu menyapa seseorang dan bertanya atau aku harus terus berjalan dan mencari denah gedung ini sendiri.

Saat aku menyusuri area kampus aku berdiri didepan gedung besar berwarna putih dengan tiang-tiang dengan ukiran yang berdiri tegak menjadi pintu masuk yang sangat elegan dan tertulis jurusan seni. Aku memasuki gedung dan menyusuri setiap ruangan yang ku lewati untuk mencari dimana kelas pertamaku. Ketika aku berjalan  sebagain orang yang berada di lorong memandangku seperti orang aneh yang memasuki kawasan bebas ekspresi. Akupun menutup kepalaku dan menyembunyikan wajahku dengan hodie yang ku kenakan. Pemandangan ini tidaklah asing bagiku, aku sering melihat orang-orang memandangku seperti ini.  Apa yang salah dengan diriku? mengapa mereka selalu memandangku dengan tatapan itu.

Setibanya diriku didalam kelas, seperti yang kubayangkan orang-orang menatapku kembali, aku menganggap diriku ini seperti sebuah layar besar yang terlukis coretan abstrak hingga menarik orang untuk memandangku. Ruang kelas yang cukup besar dengan susunan kursi meningkat dan  sebagian besar mahasiswa memilih duduk di bagian paling depan. Ruang  kelas ini seperti sebuah auditorium teater, dengan gaya klasik ruang kelas ini menampilkan ukiran-ukiran yang sangat detail berbeda dengan kelas pada umumnya. Mungkin karena ini adalah gedung jurusan Seni bahkan ruang kelas diset manjadi auditorium teater atau auditorium ini digunakan semantara sebagai ruang kelas, aku tidak tahu katena aku ini kali pertamaku berada dikelas perkuliahan.

Pandanganku mengarah pada bagian kursi pojok sebelah barat, ditempat tersebut hanya terlihat seorang wanita dengan jaketnya yang duduk sendirian. Langkahku terus melaju menuju kursi yang telah ku tandai namun wanita itu tak pernah menolah ke arahku aku memutuskan untuk menjaga jarak dengannya. Tak lama ketika aku duduk orang-orang mulai berlari kecil menghampiri kursi mereka. Seperti yang ku tahu hal ini sering terjadi ketika seseorang yang ditunggu telah tiba yaitu dosen yang akan mengajar dikelas ini.

“Selamat pagi!” sapa dosen.

“Pagi!” jawab serentak.

“Waw! Sepertinya kita kedatangan teman baru?” ucapanya membuat semua orang serentak memandang ke arahku.

“Hai?” ucapku pelan melambaikan tangan namun tak ada tanggapan dari satu orang pun bahkan wanita disampingku sama sekali tidak berkutik.

“Bisa kau perkenalkan namamu?” pinta dosen.

 “Reskya, Reskya Sandiya.” ucapku bangkit dari kursi.

“Reskya, mengapa kau mengambil jurusan ini?"

“Hmm, Pamanku yang memilihnya!” ucapku pelan.

“Bisakah kau berbicara lebih keras! Kau tau jika kau bicara pelan seperti itu tidak akan ada orang yang dapat mendengarmu!” jelasnya.

“Maaf!” ucapku.

“Bukankah sudah kubilang kau harus bicara lebih keras?”

“Maaf!” ucapku melihat sekitar.

“Baiklah, kau bilang kau masuk kejurusan ini karena ini adalah pilihan Pamanmu. Apa kau tidak punya pendirian disaat usiamu sekarang!”

“Sebenernya a…ku sang…at su…….” ucapku sedikit gugup dan terpotong oleh dosen.

“Sudahlah! tak usah kau jelaskan! Suara yang pelan dan kau bicara terbatah-batah kau tidak terlihat seperti usia mu, kita langsung masuk ke Materi hari ini!” ucap dosen nembuka buku yang berada dimeja.

Perkataan pria bertubuh gemuk itu menyadarkanku, diriku ini tidaklah dewasa. Aku masih belum bisa tumbuh sejak kematian ayah ku. Aku tak pernah berbicara dengan tegas atau berbicang dengan orang lain, aku merasa usia ku saat ini bukanlah dua puluh tahun yang menandakan kedewasaan, tetapi wanita dewasa yang tak pandai beradaptasi.

Untuk beberapa waktu aku melupakan wanita yang duduk tak jauh dariku, aku mencoba untuk menengok kearahnya, dia terlihat sangat fokus memperhatikan penjelasan yang dipaparkan oleh pria yang berada didepan ruangan ini. Saat aku memandangnya tatapannya teralihkan dengan menoleh ke arah ku, aku mencoba menyapanya dan dia hanya membalas dengan tersenyum senang melihatku, senyuman itu membuatku sadar mungkin dia akan menjadi teman pertamaku di kampus ini dan awal hidupku yang baru ini.

Jam kelas pertama pun selesai, aku bergegas menyiapkan diriku untuk  meninggalkan ruangan. Namun langkahku terhenti ketika melihat semua orang berdiri dan berjalan meninggalan ruangan dengan  saling berbincang dan aku yang melohat situasi itu mengurungkan niatku sebentar untuk menunggu semua orang keluar terlebih dahulu. Akupun melirik kearah dimana wanita yang duduk disebelahku untuk sedikit mengajaknya berbicara namun wanita itu sudah pergi meninggalkanku dan menuju pintu keluar. Aku hanya dapat melihat punggungnya yang dilapisi jaket biru dengan gambar ombak mulai menjauh tanpa menoleh maupun mengajakku keluar bersama. Melihat itu, mungkin saja dia tersenyum karena terpaksa bahkan setelah dia tersenyum pada ku dia sama sekali tidak mengajakku berbicara atau menyapaku kembali.

Lagi-lagi seperti yang ku bayangkan, masa kuliahku akan sama seperti dahulu baik saat Sekolah Dasar, Sekolah menengah Pertama, Maupun Sekolah Menengah Atas aku hanya sendiri tidak memiliki teman untuk berbicara. Aku tidak bisa memenuhi keinginan Paman untuk beradaptasi. Sepertinya orang-orang yang tidak ingin beradaptasi dengan orang aneh sepertiku.

Setelah jam kuliah ke tiga selesai, aku memutuskan untuk kembali ke kos-kosanku untuk mencari pria itu, pria yang mengetahui keadaan Ibuku sebenarnya yang bahkan aku tidak ketahui. Langkahku yang baru menuruni beberapa anak tangga diriku melihat sosok yang familiar sudah menungguku dipintu depan dengan ditemani oleh mobil kebanggaanya. Aku melihat sekitar dan diujung lorong terdapat pintu yang mengarah ke belakang kampus, mencoba menghindari Paman.
































Bersambung.........


********888888888888888********

LIFE'S COMPANION : familyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang