t w o

239 85 15
                                    

Jihoon berdiri di depan cermin, ia terus berbicara tanpa henti pada benda mati di depannya.

"Lo bodoh Jihoon, lo bodoh!" Jarinya menunjuk pada refleksi bayangan cermin. "Lo.. egois,"

"Harusnya lo nurutin perkataannya ibu waktu itu."

Pada kalimat terakhir, nada bicaranya melirih.

Ia berbalik, membelakangi cerminnya. "Gue takut," Jihoon menghembuskan napasnya. "Tapi kalau bukan sekarang.. kapan lagi kesempatan itu dateng,"

Tok tok tok!

"Jihoon, kamu udah selesai siap-siap? Ayah sama kakak udah nunggu di depan."

"Iya ma, sebentar,"

Kriett!

Jihoon membuka pintu yang menjadi pembatas antar ruang itu. Tepat di depan pintu, Youra masih berdiri untuk menunggu.

Kata pembuka dengan nada sirat kekhawatiran muncul dari bibir sang mama, "Jihoon, kamu kenapa nak?"

Youra kaget! Anak yang sudah ia anggap sebagai anak kandungnya sendiri itu keluar dari kamar dengan mata yang sembab seperti habis menangis, lingkaran hitam pun terlihat jelas pada pinggiran mata, bibirnya

Tangannya segera hinggap di dahi Jihoon, berniat mengecek suhu tubuh lalu Youra segera berteriak.

"BADAN KAMU PANAS BANGET!"

"Kamu tidur di kamar dulu aja ya, Hoon. Mama mau siapin kompres sama mau kasih tau ayah dulu," lanjutnya.

"Gak usah, ma. Aku gapapa kok."

Jihoon menampilkan senyum pepsodent miliknya. Tekadnya sudah bulat sekarang. "Ma, kita jadi ke makam ibu kan?"

Youra menggeleng pelan, mencoba memberi pengertian pada yang lebih muda. "Kamu istirahat dulu ya.. nanti kalau kamu sudah sembuh, baru kita kesana sama-sama oke?"

Sebenarnya dalam hati kecilnya, Youra ingin memaksa Jihoon agar pergi ke makam ibunya, Gaeun. Tapi selama 6 tahun terakhir ia menjadi ibu bagi Jihoon, setiap kali peringatan meninggalnya Gaeun. Jihoon pasti akan demam. Sehingga ia tidak pernah mengunjungi makam ibunya. Satu kali pun.

Youra mengerti, ada alasan di balik semua itu.

Tapi satu yang ia yakini. Jihoon masih trauma saat ibunya tiba-tiba meninggal di depan matanya sendiri.

"Aku gapapa kok mah! Ayo kita kesana sekarang!"

Jihoon sudah membulatkan tekatnya kali ini. Dia harus bisa.

Sontak Youra membelalakkan matanya. "T-tapi kamu masih sakit sayang.."

Youra jelas kaget. Jihoon tidak pernah mau ketika ia mengajaknya untuk pergi kesana, tapi sekarang..

"Aku beneran pengen kesana ma,"

"Yaudah, tapi nanti kalau ada apa-apa kasih tau mama ya?"

"Oke maa."

.

Bunga carnation berwarna kuning dan pink yang sudah di rangkai sedemikian rupa menjadi sebuah buket itu ia letakkan di atas gundukan tanah.

Jihoon menghela napasnya. Ternyata sesulit ini.

"Bu, aku minta maaf.." Jeda. "Ini semua karena aku."

Raut wajah yang awalnya sendu seketika berubah. "Tapi, seandainya ibu gak ngelakuin itu, pasti gak bakal ada kejadian kayak gini."

TBC

[ii] maldición: the golden voice (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang