s e v e n

142 60 4
                                    

"Huh! Pegel semua badan gue rasanya." Jihoon menelungkupkan kepalanya di atas meja. Membuat orang di depannya merotasikan matanya kesal.

"Bukan lo doang kali, semua anak osis juga."

"Hm." Sahut Jihoon lemas. Membuat Haechan sontak menghela napasnya. "Ambil hikmahnya aja kali, jadi kita bisa bolos pelajaran."

Jihoon membalasnya dengan dehaman. Seharusnya tadi ia melaksanakan ulangan harian bahasa Jepang, namun tiba-tiba Haechan memanggilnya dengan dalih "Kata Jeno anak osis disuruh ngumpul di aula."  Jihoon kira ada sesuatu yang penting, ternyata mereka hanya disuruh untuk membersihkan aula.

Oh iya, mengenai hasil keputusan rapat kemarin ternyata Jihoon mendapat bagian untuk menjadi panitia yang bertanggung jawab masalah panggung. Entah itu soal design dan lainnya. Sama seperti Haechan. Entah itu  suatu keberuntungan atau kesialan, Jihoon juga tidak tahu.

Tak berselang lama terdengar bunyi,

Krkkk..

"Anjir, bunyi perut siapa tuh?"

Jihoon mengangkat kepalanya, terulas senyuman di bibirnya. "Hehe. Ngantin yuk! Laper gue, belum sarapan dari tadi pagi. Lagian tugas kita juga udah selesai kan? "

Haechan tampak berpikir sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Gas lah!"

Keduanya berbincang dan sesekali bercanda saat di perjalanan. Namun, manik Jihoon tak sengaja menangkap Junkyu dengan pandangan kosongnya sedang mengetuk-ngetukkan pulpennya di atas meja.

"Kak Junkyu itu orangnya paling gak bisa bersosialisasi sama orang lain. Dia terlalu malas dan mungkin.. takut. Dia cuma bisa temenan kalau ada orang lain yang nawarin dia buat temenan."

Bahkan Jihoon masih ingat dengan perkataan Doyoung kala itu, saat ia dengan iseng menanyakan alasan tentang kakak Doyoung yang tidak pernah ikut berkunjung ke rumahnya untuk sekadar bermain bersama.

"Lo ngelihatin siapa sih? Serius banget kek ngelihat gebetan aja."

Suara Haechan langsung membuat Jihoon mengalihkan pandangannya. "Dih. Sok tau lo." Sewot Jihoon seraya memicingkan matanya.

"Eh, olim matematika hari ini ya?" Tanya Jihoon.

Haechan mengangguk, "hooh."

Pantesan.

.

Manik Jihoon melihat kertas di tangan kanannya sementara tangan kirinya memegang sebuah plastik besar. Mulutnya terus berkomat-kamit. "Ini udah, ini juga. Oke. Berarti habis ini tinggal pesan spanduk doang."

Kali ini Jihoon hanya berjalan kaki. Sengaja tidak memesan taksi atau ojek yang dapat mempermudahnya kesana-kemari. Niatnya ingin sekalian healing sambil menikmati pemandangan yang ia temui di sepanjang jalan.

Tes! Tes!

Jihoon menengadahkan tangannya saat dirasa rinai perlahan mulai membasahi tubuhnya.

"Yah.. hujan," gumamnya.

Setelah itu Jihoon memilih menepi di emperan toko yang tutup ketimbang terus meneruskan perjalanan dalam keadaan basah kuyup.

Maniknya menelisik ke depan. Di mana orang-orang sibuk mencari naungan untuk berlindung dari rintikan air yang turun dari langit lama kelamaan menjadi deras.

Alis Jihoon berkerut saat aksanya melihat seseorang yang tak kunjung beranjak dari tempatnya berdiri. Ia terus terdiam di atas jembatan dengan tatapan kosong saat melihat aliran sungai. Di tambah, ia mengenakan pakaian serba hitam saat ini. Orang itu.. nampak tidak asing bagi Jihoon.

"Itu bukannya temannya Junkyu?" Monolognya dengan pandangan lurus ke depan.

"Dia ngapain?"

TBC

hai, apa kabar? hehe.

[ii] maldición: the golden voice (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang