Jihoon menutup jurnal bersampul abu-abu polos dengan alis bertaut; bingung karena tak menemukan sedikitpun petunjuk yang dimaksud oleh mendiang ibunya.
Decakan kesal sontak mengudara. "Ck!"
Tak terasa sudah 1 tahun berlalu sejak Jihoon pertama kali membaca rentetan peristiwa yang tercatat apik dari dalam buku diary milik sang ibu dan memahami segala yang terjadi padanya.
Tentang bagaimana awalnya kata-kata makian berubah menjadi pujian yang datang pada ibunya, serta... awal terciptanya kutukan yang mengharuskan Jihoon agar mengunci mulutnya rapat-rapat saat hatinya menyuruh untuk bersenandung.
Jihoon yang kala itu ingin menenangkan diri sendiri setelah membunuh Doyoung, berkunjung ke rumah sang nenek dan menemukan sebuah kotak di atas lemari berisikan jurnal harian itu.
Jurnal yang pernah menjadi saksi bisu betapa gigihnya sang ibu dalam meraih mimpi sampai akhirnya rasa tak pernah puas akan pujian membuat beliau melakukan perjanjian dengan iblis, bahkan sampai rela mengiris tangannya sendiri demi mendapat darah yang diperlukan dalam ritual.
Hingga akhirnya beliau menjalin hubungan dengan Baek Hyeon, laki-laki yang saat ini Jihoon panggil dengan sebutan 'ayah'.
Tak berselang lama, ketika keduanya ingin melangkah ke jenjang yang lebih serius. Youra ingin berhenti menjadi budak dan memutuskan untuk menutupi semua itu dari Baek Hyeon.
Tapi tentu saja perjanjian dengan iblis tidak bisa dibatalkan semudah itu.
Youra harus rela bahwa kelak anaknya bisa saja tanpa sengaja membunuh seseorang hanya karena menyanyikan sebuah lagu.
Meskipun kelak suara anaknya—Jihoon—tergolong merdu, suara itu dapat membawa seseorang ke gerbang kematian hanya dengan mendengar nyanyian sang pemilik suara. Karena bagaimanapun juga.. Suara itu telah di tandai oleh iblis.
Drrtt! Drrtt!
Jihoon merogoh saku celananya yang bergetar akibat panggilan masuk pada ponsel pintarnya. Nama Jaemin terpampang di layar sebagai penelepon.
"Maaf, pulsa kamu tidak mencukupi untuk menerima panggilan. Silakan diisi ulang terlebih dahulu." Canda Jihoon saat sudah mengangkat teleponnya.
"Gue tau lo suka bercanda Ji. Tapi gue mohon kali ini serius dulu." Sahut Jaemin dari seberang sana. Nadanya kesal sekaligus khawatir.
"Oke-oke. Jadi ada apa? Tumben banget nelpon."
"Kunci ruang osis sama lo gak?"
"Nggak, kenapa?"
"Kuncinya hilang! Padahal semalam udah gue masukin dalam tas."
Jihoon membelalakkan matanya. "Lo gak lagi bohong kan?"
"Kurang kerjaan banget. Bantuin nyari dong! Please.."
"Gue ke sana sekarang." Lalu Jihoon mematikan panggilan secara sepihak.
Jihoon menghembuskan napas perlahan; mencoba untuk tetap tenang atas semua yang terjadi padanya.
Bruk!
Diary milik sang ibu jatuh begitu saja dari atas meja akibat tak sengaja tersenggol oleh Jihoon.
Tapi saat Jihoon hendak mengambilnya, buku itu terbuka tepat pada lembar yang entah kenapa tidak pernah Jihoon lihat sebelumnya. Gambaran sebuah bulan sabit yang ukurannya lumayan besar terpampang jelas di sana. Seperti sengaja dibuat agar seseorang yang membaca buku menyadari eksistensinya.
Alisnya Jihoon berkerut, dalam hati ia bertanya-tanya "maksud gambar ini apa?"
Karena Jihoon yakin, bahwa ibunya—Youra tak mungkin menggambarnya tanpa alasan.
TBC
Jadi sekarang udah ngerti kan? heheh
Okayy ... Sebelumnya aku mau minta maaf dulu karena udah ngga up 2 bulanan, padahal awalnya aku cuma bilang bakal ngga up 2 minggu doang t_t
KAMU SEDANG MEMBACA
[ii] maldición: the golden voice (✓)
AléatoireKarena suatu hal, Jihoon tidak boleh bernyanyi atau bahkan.. bersenandung sekalipun. Dan Jihoon benci itu. Treasure 00L series. ©clovdysuk, 2021.