n i n e

124 55 6
                                    

"Jadi gimana, panggung? Aman kan?" Pertanyaan Jeno memulai rapat yang diadakan tepat pada H-1 acara.

Orang-orang yang memiliki tugas yang berkaitan tentang panggung serempak menjawab. "Aman."

"Konsumsi? MC? Hiburan? Aman semua?"

"Aman bro." Soobin mewakili semua orang yang ada di sana.

"Guest star gak ada masalah kan?"

Pembahasan terus berlanjut menuju topik lain yang tentunya masih berkaitan dengan acara ulang tahun sekolah tersebut. Mulai dari hal-hal yang mendasar sampai detail-detail terkecil.

"Oke. Kalau gitu rapat kita sampai di sini dulu. Besok jangan lupa berangkat lebih awal ya guys."

Dan dengan begitu, berakhirlah rapat mereka kali ini.

.

Jihoon melirik arloji yang bertengger di tangannya. Beberapa menit lagi acara akan dimulai.

"Semua murid di harap untuk berkumpul di aula karena acara akan segera di mulai."

Pengumuman dari speaker sekolah terdengar. Jihoon kenal suara itu. Suara itu terdengar sangat familiar di telinganya. Siapa lagi kalau bukan Hyunsuk. Ia memberi mandat agar murid masuk ke dalam aula dan duduk dengan tenang di kursi yang tersedia.

Walaupun kini ia sudah tidak lagi menyandang status sebagai anggota osis, terkadang ia masih suka membantu hal-hal kecil.

Bangku-bangku mulai terisi penuh bertepatan dengan Yeji yang entah kapan sudah berada di depan sana.

"Pagi semua! Masih pada semangat dong ya?"  Yeji menatap partner mcnya kali ini.

"Pasti dong! Harus semangat. Apalagi sebentar lagi kita bakal kedatangan guest star yang pastinya bikin kalian makin semangat deh pokoknya!"

Mendengar kalimat itu, Jihoon mulai mundur perlahan. Bukannya tidak mau turut menyaksikan. Tapi terkadang mulutnya menjadi sulit dikendalikan saat rungunya mendengar musik yang dimainkan. Jadi, sebaiknya Jihoon mencegah kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi, kan?

"Hoon! Sini deh!"

"Hah?"

"Sini!" Sanha melambaikan tangannya. Namun, Jihoon tak kunjung beranjak dari tempatnya.

Dengan langkah lebar, Sanha mulai melangkah ke arah Jihoon. "Hayo.. Mau kabur ya lo?"

Yang langsung mendapat sanggahan dari Jihoon. "Nggak!"

"Halah. Mentang-mentang banyak yang kebagian tanggung jawab bagian panggung."

Jihoon menatap datar lawan bicaranya tersebut.

"Daripada lo kabur, mending lo bantuin gue deh! Buat ambil konsumsi di ruang osis. Anak-anak gak ada yang mau bantuin gue anjir. Mau ya?"

"Tapi yang ngaw–"

Belum selesai berbicara, ucapan Jihoon langsung disergah oleh Sanha.

"Yang tanggung jawab bagian panggung banyak kok! Lo tenang aja. Ya ya? Lo gak kasihan sama gue? Gue sendirian loh. Kalau misalny–"

Jihoon menghela napasnya kasar. "Iya deh. Ayo!"

"Nah.. gitu dong."

.

Masing-masing tangannya menenteng plastik merah besar berisi hidangan ringan yang rencananya akan ia letakkan di aula.

"Hehe. Makasih udah bantuin ya Hoon."

Untuk kesekian kalinya, Sanha berterimakasih padanya dan itu membuatnya menjadi tak enak hati. "Santai aja elah."

Seharusnya, sedikit lagi mereka akan menyelesaikan tugasnya. Andai saja manik Jihoon tak menangkap para panitia berbondong-bondong mengangkat tandu dan melihat Junkyu yang mengekor di belakangnya kala itu.

Jihoon menaruh benda yang sedari tadi digenggamnya itu di lantai. "San, gue kesana dulu ya!"

"Eh? Lo mau kemana? Hoon!" Sanha berteriak. Tapi percuma saja, Jihoon sudah tidak ada. Bahkan bayangannya pun tak lagi terlihat.

.

Tangan Jihoon terulur; berniat mencegat saat Junkyu baru saja hendak melangkah masuk ke dalam ruangan berbau obat-obatan itu.

Manik Junkyu sontak melebar. Kaget sekaligus heran pada orang yang tidak dikenalnya tiba-tiba mencengkeram tangan kirinya.

"Boleh ngomong berdua sama lo gak?"

Jihoon rasa, kali ini waktu yang tepat. Ia akan jujur pada Junkyu kali ini. Entah Junkyu akan mempercayainya atau tidak. Ia tidak peduli. Yang penting, ia bisa meringankan beban di pundaknya sekarang.

Junkyu yang masih kaget hanya bisa mengerjap bingung. "Hah?"

"Gue mau ngomong tapi cuma berdua sama lo."

"A-ah.. oke.."

Lalu Jihoon dengan segera menarik tangan Junkyu ke tempat yang sekiranya tidak ada orang di sana kemudian melepaskannya.

Beberapa menit telah berlalu. Namun, Jihoon tak juga berbicara. Awalnya Jihoon sudah yakin. Namun sekarang, ia terlalu bimbang.

"Lo mau ngomong apa, Ji?"

Jihoon berdeham. "Junkyu, gue mau minta maaf.."

Alis Junkyu bertaut, "Hah? Minta maaf soal apa?"

"Sebenernya.. gue yang udah bunuh adek lo."

Mendengar ucapan itu, Junkyu sontak tertawa sumbang. "Apa sih? Lo ngaco deh."

"Gue serius. Kalau aja dulu gue gak nyanyi, pasti kejadiannya nggak gini."

"Please Ji, kita nggak saling kenal. Lo jangan ngomong macem-macem tentang adek gue."

Jihoon makin menundukkan kepalanya. "Gue punya kutukan, gue gak boleh nyanyi. Tapi gue udah melanggarnya. Yang bikin Dobby lari sambil tutup telinganya waktu itu, gue." Jihoon mati-matian menahan isakannya. "Sampai akhirnya, lo datang dan tanpa sengaja nabrak dia."

"Jadi.. orang di balik pohon itu,"

"Iya. Itu gue. Maaf." Junkyu menarik kerah baju lawan bicaranya. "Kenapa? KENAPA LO NGGAK BANTUIN KITA WAKTU ITU HAH? SEENGGAKNYA, KALAU LO BANTUIN DOBBY PASTI MASIH HIDUP SEKARANG."

Untung saja, kawasan mereka berdiri sepi. Mengingat anak-anak lain masih berkumpul di aula saat ini.

Bugh!

Satu pukulan terayun bebas ke perut Jihoon. Satu hal yang Jihoon pahami kali ini, Junkyu yang sedang dilanda emosi benar-benar mengerikan.

"Mengenai kutukan itu.. lo yakin? Maksud gue, lo yakin kutukan itu benar-benar ada?"

"Gue.. yakin."

Junkyu jatuh terduduk. Kakinya benar-benar lemas. Ia bahkan tak sanggup menopang tubuhnya lagi. Air mata mengalir dari kelopak matanya. "Berarti bukan cuma lo Ji, tapi kita."

TBC

junkyu tau kok.. itu bukan sepenuhnya salah jihoon, dia cuma bingung + kesel + kaget aja😥
lagian siapa jg yg ga kaget klo tiba² ada org yg ngaku klo dia udah bunuh adeknya kan?

sisa 1 chap, enaknya dipub hari minggu apa bulan depan yaa? heheh

[ii] maldición: the golden voice (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang