4.

10 2 0
                                    

"...Mulai saat ini, Arion yang akan jadi kapten basket kalian."

Seluruh atlet di sana menganga dan beberapa ada yang berbisik. Prestasi sangat tinggi yang dicetak anak baru itu ditambah berita-yang sangat tiba-tiba-mengenai ia menjadi kapten basket, menjadi alasan mengapa para atlet itu tercengang.

Mengenai kapten basket baru-yang pengumumannya sangat mendadak, ada atlet yang pro dan ada yang kontra. Tim pro berpendapat bahwa dengan adanya anak berprestasi itu sebagai kapten, tim basket SMA Surya Mentari akan jadi lebih jaya dari sebelumnya. Sedangkan, tim kontra berpendapat bahwa beritanya terlalu mendadak, pak Ardian juga tidak mendiskusikan hal ini lebih dulu dengan para atlet, dan mereka sudah nyaman dengan Gibran sebagai kapten basket. Karena perbedaan pendapat, terjadi sedikit keributan di sana.

Namun, di antara hiruk pikuk para atlet yang sibuk bertukar argumen, ada satu pebasket yang hanya diam. Ekspresinya marah. Alisnya menyatu, maniknya yang menajam dipenuhi kegeraman melihati anak baru itu, dua tangannya sudah membentuk genggaman kuat, otaknya panas, serta hatinya terbakar api kemarahan. Sungguh, ia sudah dipuncak kemarahannya. Ia siap mencabik-cabik anak baru sialan itu yang menggesernya dari posisi kapten basket.

Cowok berkulit langsat dan bersurai gelombang, tengah menggendong ransel gepengnya. Arion hendak pulang. Namun, tepat setelah ia keluar dari pintu keluar, ia dipanggil oleh seorang cowok, "Arion."

Arion menengok ke belakang. Dilihatnya cowok tinggi berkulit sawo manis dan beralis tebal sedang berjalan menghampirinya. Arion lantas menghadap sepenuhnya pada cowok itu. "Kenapa?" Arion bertanya lepas cowok itu tepat berada di depannya.

"Ayo tanding," begitu kata Gibran, "gue lihat, tadi permainan lo biasa-biasa saja. Itu menyebabkan gue merasa lo enggak pantas buat jadi kapten. Kalau lo kalah, lo harus mengembalikan posisi gue sebagai kapten basket." Gibran memaparkan.

"Kalau lo kalah?" Arion bersikap adil.

"Gue akan sukarela keluar dari tim basket." Gibran sungguh menantang diri.

"Oke, ayo tanding."

Celakalah Gibran Arsenio. Ia berpotensi kalah, yang mana hukumannya adalah keluar dari tim basket SMA Surya Mentari. Sebab, yang ia jadikan lawan adalah peraih juara pertama kejuaraan basket tingkat nasional bahkan juara tiga internasional. Sedangkan, prestasi tertingginya dalam bidang basket hanya juara satu provinsi. Sungguh, ia bagai masuk lubang galian sendiri.

Namun, apa boleh buat? Nasi sudah jadi bubur. Ia juga yang mengajak cowok langsat itu bertaruh dengannya. Ia hanya perlu berusaha serta mengerahkan seluruh kemampuannya, berdoa di sepanjang pertandingan, dan pasrah kepada-Nya, biar Tuhan memberi yang terbaik untuknya.

Dua cowok yang tingginya hampir sama, tengah berdiri di tengah lapangan. Satu terlihat santai, sedang satu lagi terlihat lebih fokus dan dipenuhi semangat membara. Lepas bola oranye dilempar, masing-masing mereka berlomba untuk memukulnya guna mendapatkan bola basket itu. Kalah cepat, Gibran gagal memukul bola itu dan akhirnya bola itu mengarah ke wilayah Gibran.

Kalah cepat lagi, Arion mendapatkan bola itu dan men-dribble-nya. Gibran menghadang cowok baru itu. Arion menggunakan teknik pivot dan teknik khususnya untuk mengelabui Gibran. Alhasil, Arion berhasil lepas dari hadangan Gibran dan bola oranye tetap di tangannya. Ia berlari sembari men-dribble dan berakhir bola besar itu memasuki ring basket di wilayah Gibran.

Gibran tidak mau kalah tentunya. Ia segera mengambil bola dan berlari cepat ke wilayah Arion. Namun, Arion mengejarnya dan saat ini Arion berada di sampingnya. Gibran mengambil keputusan untuk melakukan shooting walaupun jaraknya dengan ring basket masih agak jauh. Sayang, bola itu memantul di pinggiran ring.

Lima belas menit telah berlalu, namun Gibran hanya mencetak satu gol saja. Sedangkan, Arion sudah mendapat tujuh gol. Merasa sudah tidak ada harapan, akhirnya Gibran mengaku kalah, saat Arion hendak mencetak gol kedelapannya.

"Oke, gue menyerah, gue kalah!" Gibran berposisi memegangi lututnya, sebelum ia menidurkan diri di atas lapangan dingin itu.

Arion tersenyum puas. Lepas meraih bola yang ia lempar, ia memainkan bola basket di dekat ring. "Gue akan keluar dari tim basket." Gibran berujar dengan rasa tidak rela.

"Lo enggak usah keluar. Gue lihat, lo punya potensi." Ujaran Arion membuat Gibran mendudukkan dirinya.

"Oh ya?"

"Iya, dan kalau lo mau, lo bisa latihan sama gue, biar kemampuan basket lo meningkat, terus lo bisa jadi juara nasional."

Mendengar itu, manik Gibran berbinar. "Gue mau!" Tentu ia tidak mau melewatkan kesempatan untuk berlatih dengan peraih juara pertama nasional itu.

Arion berhenti memainkan bolanya, ia mengarahkan badannya pada Gibran. "Tapi, ada syaratnya."

"Apa syaratnya?" Gibran rela melakukan apa saja demi bisa berpotensi jadi juara nasional.

Arion melambai tangan kanannya, berisyarat agar Gibran mendekat padanya. Gibran segera bangkit dan menghampiri anak baru itu. Lepas Gibran mendekat, Arion membisikkan sesuatu kepada Gibran.

"Hah? Itu syaratnya?" Gibran terheran dengan apa yang baru saja ia dengar dari mulut Arion.

Arion mengangguk. "Iya."

***

tbc.

Halo, teman-teman! Sejauh ini, apa tanggapan kalian mengenai cerita ini?

Bagian mana yang jadi favorit kamu?

Terakhir, bisakah teman-teman memberi saran untuk Kotam? Terima kasih sebelumnya.

Oh iya, maaf ya, part ini lebih sedikit dari part-part sebelumnya.

Sampai jumpa!

Tertanda, Kotam.

Pesta TopengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang