2.

8 2 0
                                    

Waktu istirahat merupakan salah satu waktu yang paling disukai seluruh siswa, selain jam kosong dan jam pulang sekolah. Pada waktu ini, seluruh siswa bebas melakukan apa yang mereka ingin, yang mungkin sudah mereka pikirkan sejak kegiatan belajar-mengajar berlangsung. Si penyuka buku dengan bacaan kesukaannya, si penggemar makanan duduk di kursi strategis di kantin, dan si habis-tenaga pergi ke warung untuk membeli makanan guna mengecas energi mereka. Ada pula si ganteng peminat olahraga yang menikmati waktunya di lapangan, dengan cewek-cewek hit sebagai suporter-tepatnya pencari perhatian.

Dua sejoli yang dikenal selalu merekat bagai direkatkan pakai lem super, tengah duduk di salah satu meja kantin. Satu tengah melahap bakso tanpa bihun, sedang satu lagi mengunyah burger tanpa selada, timun, dan tomat. Dengan di hadapan keduanya terdapat dua es teh sebagai minuman. Untuk makanan, keduanya punya selera yang sedikit berbeda, namun mereka bagai bercermin jika memilih minuman.

"Ardano, nanti bisa antar aku ke Rumah Sukses?" Ia bertanya sebelum melahap potongan bakso.

"Pak Didit lagi izin, istrinya sakit, katanya." Freya mengimbuhi.

Ardano diam, masih mengunyah burger tanpa sayurnya. "Nanti aku ada latihan berkuda, tapi enggak apa, demi sahabatku tercinta, apa sih yang enggak?"

"Oh iya, aku lupa! Nanti aku naik bus saja." Freya beralternasi.

"Enggak ap-"

Seorang cowok bergabung ke meja yang dua orang itu tempati, yang mana membuat atensi Ardano dan Freya teralih serta percakapan keduanya terhenti. Ia meletakkan semangkuk bakso di meja, mengambil botol kecap yang ada di tengah meja, lalu menekan sedikit botol itu guna mengeluarkan cairan hitam manis dari botol. Lepas mendapatkan dosis yang menurutnya pas, ia kembalikan botol kecap itu ke tempat di mana ia mengambilnya. Ia menengok ke arah Ardano dan Freya bergantian.

"Ada yang salah? Oh, aku enggak boleh duduk di sini, ya?" Cowok itu menerka.

"Bo-"

"Enggak boleh, cari tempat lain saja sana." Ardano memotong kalimat Freya.

Freya tersenyum cerah. "Eh, boleh kok," begitu ucapnya sebelum menatap tajam ke arah Ardano, "Ardano!" begitu ucap si cewek dengan volume rendah.

Cowok itu mengangkat mangkuk baksonya dan berdiri, hendak berpindah dari sana. "Duduk sini saja, enggak apa-apa." Freya mencegah cowok itu dengan senyum ramah.

"Ardano, ih!" Freya kembali memanggil Ardano biar ia memperbolehkan cowok itu duduk di situ.

Ardano diam. "Oke, boleh." Ardano berubah pikiran dibarengi dengan perubahan air muka.

Senyum Freya langsung merekah kala cowok itu kembali duduk di sebelahnya. Dipujinya cowok itu dalam hati sembari melahap bakso tanpa bihunnya. Mata berbinarnya juga kadang melirik, mencuri pandang terhadap cowok berwajah paripurna itu. Dilihatnya rambut cowok itu yang rapi namun bergelombang, sungguh indah. Ia beralih ke matanya yang dihiasi alis tebal dan bulu mata lentik. Cepat-cepat ia beralih pandangan ke hidung cowok itu karena tak kuat jika melihati matanya terus-terusan. Hidungnya juga indah, bahkan kata-kata pun tidak bisa mendeskripsikan betapa indahnya hidung cowok itu. Bibirnya yang tengah bergerak, bahkan tetap indah walau dihiasi minyak. Sungguh, Freya bagai kejatuhan emas.

"Kamu yang tadi mengantarkan baju olahragaku, ya?" Freya bersuara guna percakapan terselenggara.

Cowok itu mengangguk di antara acara mengunyahnya. "Iya, Freya."

Hatinya mau meledak, kala mengetahui cowok tampan itu mengetahui namanya. "Kamu tahu namaku? Dari mana?"

"Dari ... nametag-mu."

Pesta TopengTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang