"Wihh ada pasutri nih, kiw kiw."
Siren memutar kedua bola matanya malas mendengar celetukan teman-teman Rigo. Sebenarnya ia malas ikut ke sini jika bukan karena suruhan Mertuanya.
"Siren!" Seruan serempak itu datang dari dua orang gadis seumuran Siren.
"Lana, Naia!" Harusnya Siren tidak terlalu kaget sebab Naia adalah pacar Lay, salah satu teman Rigo.
"Kalian beneran udah nikah?" Tanya Ojo. Yang paling awal tahu kabar ini adalah Lay, sebab laki-laki itu masih ada hubungan keluarga dengan Mamanya Siren.
"Ya iya lah, lo sih gak percayaan banget ama gue." Lay tersenyum mengejek.
"Napa muka lo begitu?" Tanya Rigo pada Ojo.
"Hancur sudah harapan gue untuk mendapatkan Siren." Ojo berkata dengan dramatis.
"Sabar Jo, belum rejeki itu namanya." Rigo menepuk-nepuk pundak temannya itu sambil tertawa.
"Lagian masih ada Lana, buat apa sedih," cetus Lay jenaka.
"Najis," desis Lana tanpa menatap sekumpulan laki-laki itu.
Rigo dan Lay tertawa, sedangkan Ojo memasang tampang datar.
"Najis, najis. Lo dulu pernah pacaran ama Ojo," ujar Rigo kepada Lana.
"Itu cuma khilaf," elak Lana.
"Khilaf sampe dua tahun ya Lan? A-aduh!" Naia mengaduh akibat cubitan dari Lana.
"Ayang aku di cubit." Naia mengadu pada sang pacar.
Siren dan Lana memasang wajah ingin muntah melihat aksi Naia barusan. Sangat jauh berbeda dengan biasanya.
"Jadi, kita mau ngapain di sini?" Tanya Siren. Dia tidak terbiasa berkumpul pada malam hari begini.
"Ya, duduk-duduk doang," ujar Rigo yang diangguki kedua temannya.
"Iya Ren, seru tau duduk-duduk gini." Sahut Naia menyengir.
"Seru kar'na lo pangku-pangkuan gitu?"
Naia memang duduk di paha Lay, itu sudah menjadi kebiasaan kedua pasang kekasih itu.
"Sewot banget, mau juga apa gimana?" Tanya Lay.
"Noh paha Rigo kosong," ujar Ojo yang menyimak pertikaian itu.
Sementara itu Rigo yang sudah sedang asik bermain game online tak menghiraukan sekitarnya.
"Woi, bini lo minta di pangku tuh," ujar Ojo pada Rigo. Siren tergidik mendengarnya, ia lekas ikut duduk. Begitu juga dengan Lana yang tak banyak bicara sejak diingatkan tentang hubungannya dulu dan Ojo.
"Ren, kayaknya bakal lama kita pulangnya. Gue mau nyelesain turnamen dulu."
"Gue ngantuk Rigo!" Jerit Siren mengagetkan semuanya.
"Tidur aja sini." Rigo menepuk pahanya.
"Lagian ngapain mesti ikut sih," dumel Rigo.
"Nyokap lo yang nyuruh, gimana gue mau nolak coba."
"Iya-iya gak usah ngomel. Jo ada bantal gak?" Tanya Rigo pada Ojo.
Pondok ini milik orang tuanya Ojo, dari atas sini bisa melihat pemandangan ibu kota dan tempat ini juga cocok untuk orang yang suka suasana tenang.
"Bentar gue ambil dulu." Ojo melepas handphone di tanganya kemudian berjalan ke sebuah pintu.
Siren menguap, suhu di tempat ini lumayan dingin. Untung saja ia memakai jaket tebal dan kakinya tak perlu ke dinginan sebab Rigo meletakan jaket yang tadi di pakainya di sana.