"I've good idea, Kak."
"What's that?"
"Ke sini, Kak," pinta Thorn.
"Untuk apa?" tanya Gempa bingung.
"Ah ... pokoknya, ke sini aja dulu! Entar, Kakak juga akan tahu," kata Thorn.
"Hemm ... terserah kamulah ...," ujar Gempa, seraya mengarahkan telinganya ke mulut adiknya yang bendul.
"Kak, aku punya ide," bisik Thorn.
"Iya ... kau udah bilang itu tadi. Jadi, idemu apa?" soal Gempa.
"Aku punya ide, Kak," ulang Thorn.
"Iya, Thorn ... gua denger, lo punya ide. Ide lo apa?" soal Gempa ulang.
"Aku punya ide, Kakak! Masa kakak tidak paham sih, omongan Thorn, dari tadi?" sungut Thorn.
"Hah .... Kakak paham maksudmu, adikku. Kamu 'kan bilang, "Aku punya ide." Nah, sebagai penampung aspirasi warga, saya bertanya kepadamu, deskripsi atau gambaran ide cemerlangmu itu, seperti apa, Thorn? Apakah pemaparan ini masih kurang jelas?" tandas Gempa.
"Wah ... bukan begitu maksudku, Kak!" bantah Thorn.
"Lah, terus ... apa?" tanya Gempa.
"Thorn cuman mau bilang, Thorn punya ide. Itu aja kok, Kak, nggak lebih," ungkap Thorn.
"Lalu ... ide itu apa?" soal Gempa.
"Loh ... Kakak gak tahu? Menurut Kamus Besar Bahasa ...," tutur Thorn.
"Bukan, Thorn! Gua tahu definisi ide. Maksud gue, ide yang lo maksud tuh siapa?" potong Gempa.
"Ooh ... Ide itu nama bunga matahari Thorn, Kak," ucap Thorn.
"Ngapain lo ngasih tahu ke gue tentang ntuh? Kita lagi bahas, cara bangunin Solar, bukan bunga lo! Ah, gua kagak ngarti jalan pikiran lo!" gerundel Gempa.
"Lah ... Ide 'kan memang nama bungaku, Kak," sanggah Thorn.
"Tapi, pendapat lo gak sesuai konteks pembicaraan!" sangkal Gempa.
"Mohon maaf, saudara-saudara sekalian. Izinkan saya untuk menyampaikan pendapat saya," sela Pak RT.
"Saya persilakan, Bapak RT yang terhormat," cakap Gempa.
"Begini, saudara-saudara .... Setelah saya mencermati dengan saksama, kejadian akhir-akhir ini dan pemberitaan di televisi skala nasional, saya memutuskan ...," terang Pak RT.
"Stop! Stop! Stop! Haduh ... Pak RT ... Pak RT! Pak RT, gimana sih? Kita nih, diskusi, cara supaya Solar siuman, bukan ngumumin soal kebijakan negara! Ah ...!" protes Gempa.
"Kampanye, Gem .... Sekalian gitu, kampanye, kayak di tepi," kilah Pak RT.
"Tepi ... Tivi kali!" sosor Hali.
"Tivi .... Heh, yang benar itu, tifhi," timpal Taufan.
"Tivi, Taufan!" seru Hali.
"Tifhi!" seru Taufan.
"Tivi!"
"Tifhi!"
"Tivi!"
"Tifhi!"
"Tivi!"
"Tifhi!"
"Ti—aduh ... aduh ... aduh ...! Sakit, Tok ...! Eh ... maksudnya, Pak ...!" rintih Halilintar.
"Iya .... Ampun! Tolong lepaskan kami, Tuan Tomat ...! Diriku tidak sanggup menerima jeweran dahsyat seperti Tok Aba versi kedua ...," mohon Taufan.
"Tuan Tomat? Namaku A-M-A-T-O! Sempat-sempatnya ledek Ayah, ya? Rasain ekstra hukumanmu!" hardik Amato.
"Ealah, Fan .... Lo pikir, Bapak lo kayak komputer ... ada versinya segala," celetuk Gempa.
"Tolong, Gem ... bantu aku dari si Tomat," pinta Taufan.
"Ouh .... Sorry, Fan ... I can't help you," tolak Gempa santai.
"Ehmm ... halo, semua ...," sapa Bu RT.
"Oh ... Halo, Bu .... Ada solusi?" sambut Gempa.
"Ada," jawab Bu RT singkat.
"Apa solusi dari Bu RT?"
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Masa Lalu
FanfictionSolar, adik bungsu dari tujuh Boboiboy bersaudara, akan menjalani sebuah peristiwa yang dialami oleh laki-laki, sebelum masa dewasa. Ia cemas, sekaligus penasaran, karena agenda tersebut menjadi pertama dan sekali dalam seumur hidupnya. Di sisi lain...