Warning untuk cerita ini sudah ada dibagian bawah deskripsi ya. Mohon dibaca bahwa cerita ini mengandung unsur dewasa.
***
Setelah percakapan mereka yang terbilang rumit sebelumnya, mereka sama-sama telah mendinginkan kepala. Javian duduk dikursi balkon kamar dengan batang nikotin yang diapit jari telunjuk dan tengahnya. Hembusan asap membumbung, membuat udara disekitarnya terasa lebih sesak dan memuakkan. Dirinya telah mengguyur tubuh dengan air dingin satu jam lalu, tapi panas dan penat masih terus ia rasakan.
Bukan perihal tinggal dan pergi, Jaehyun hanya takut. Takut jika sewaktu-waktu ia tak menemukan Renjun disisinya. Takut jika seandainya anak itu memilih menyerah sebab keadaan yang tidak memungkinkan untuk memihak mereka.
Lalu sekelebat ucapan Johnny mampir jelas di ingatan. Bahkan hingga tubuhnya menggigil diterpa angin malam, rasanya tak cukup mendinginkan pikiran yang terlanjur panas.
"Berhenti merokok!"
Suara yang ia dengar kembali, membuatnya mau tak mau mengalihkan pandangan pada objek yang berdiri menyandar dipembatas balkon. Celana sepaha, kaus putih longgar, rambut hitam yang menjuntai menghalangi pandangan. Segila itu Jaehyun sampai-sampai tidak bisa melihat objek lain sefokus ia memandang Renjun. Baginya tidak ada yang lebih indah jika dibandingkan dengan anak itu.
"Gak enak, mulutku asam," balasnya singkat. Lantas kembali memandang jajaran gedung didepan.
"Jangan ngerokok terus, aku gak mau hidup sama orang pesakitan!"
Jaehyun menghela napas berat, menyimpan lintingan tembakau itu ditepian asbak. Ia biarkan apinya menyala, membakar tanpa ia hisap. Sebab kini minatnya lebih tertarik untuk membawa tubuh yang lebih mungil ke dalam dekapannya. Tak apa jika pangkuannya menahan tubuh ramping itu, akan Jaehyun tegaskan bahwa tubuhnya selalu kuat untuk menopang Renjun. Entah itu secara fisik atau mental sekaligus.
"Mau bantu hilangin asamnya gak?" tanya Jaehyun disela pelukan mereka. Kepalanya tenggelam diceruk leher Renjun, menghisap aroma yang menguar disana. Peach. Renjun selalu tahu apa yang ia sukai.
"Sure." Renjun menangkup wajah rupawan kekasihnya. Kedua ibu jarinya mengusap kelopak mata Jaehyun hingga lelaki itu memejamkan matanya. "Ganteng, selalu begitu," ucapnya memuji.
Putra Aditama itu terkekeh pelan, memeluk pinggang mungil dipangkuannya semakin posesif. Satu kecupan ia curi pada sudut bibir Renjun. "Aku tersanjung," katanya jenaka.
Renjun menyisir surai lebat Jaehyun dengan jemari lentiknya, lantas meniupnya hingga beberapa helai menggelitik dahi dan mata si empunya. Kali ini, Renjun tidak lagi segan untuk memperlihatkan rasa cintanya terhadap si pemilik lesung pipi. Satu lengannya ia gunakan untuk memeluk bahu sang dominan, satu lainnya menekan tengkuk Jaehyun hingga kedua labium mereka bertemu.
"Siap untuk menghabiskan waktu sampai pagi rupanya?" goda Jaehyun.
"Ya, buat aku penuh, Daddy," serak Renjun sebelum kembali mencumbu bibir kekasihnya. Lebih intens dan menuntut.
Paha mulus tanpa noda sedikitpun itu Jaehyun jamah dengan suka rela. Dari lutut hingga paha dalam, tak sedikitpun Jaehyun biarkan terlewat. Sampai si manis kelimpungan akibat usapan sesualnya. Hotpans yang digunakan Renjun semakin membuatnya terlihat lebih seksi.
"Nakal!" geram Jaehyun seraya memawa tangannya untuk mendaratkan sebuah tamparan dipantat sintal kekasih mungilnya.
Masih sadar bahwa mereka hidup dilingkungan yang tak membiarkan hubungan terlarang itu diumbar, Jaehyun membawa tubuhnya juga Renjun untuk memasuki kamar. Tanpa menurunkan atau melepas tautan bibir keduanya. Kedua tungkai jenjangnya melangkah leluasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cigarette | JaeRen [HIATUS]
أدب الهواةPertemuan tak sengaja, mengantarkan mereka pada afeksi berkepanjangan. Salah satunya terhasut candu memabukkan, satu lainnya membawa perasaan dalam lingkup terlarang itu. "Chigarrete after sex?" "Sebuah bentuk pengalihan. Agar saya tetap sadar, bah...