Harusnya, dalam ramainya suasana club malam itu, Jaehyun juga mampu ikut dalam tawa bahagia orang-orang. Atau sekedar menenggak alkoholnya dengan tenang. Namun jauh dari itu semua, pikirannya acak-acakan dan bercabang. Memikirkan semua hal tentangnya, maksudnya semua hal tentang dirinya juga Renjun.
Sejauh mata memandang, tidak ada yang mampu menarik perhatiannya. Yang ada kepalanya hanya Renjun, Renjun, dan Renjun. Tidak ada keinginan lebih kuat dibanding dirinya yang kini sangat menginginkan Renjunnya.
Dalam ramainya isi kepala, kemudian ia memilih beranjak dari tempat duduknya. Berdecih dan mengumpat saat beberapa wanita berpakaian minim sengaja menempelkan tubuh pada dirinya. Ia mengutuk tempat yang baru disinggahinya itu. Bersumpah tak ingin masuk ke sana lagi tanpa ditemani kekasihnya.
Mengingat bagaimana posesifnya Renjun ketika mereka sama-sama menyambangi club, Jaehyun mendadak terkekeh sendiri. Kadang si mungil mampu membuatnya terbang dengan hal-hal kecil semacam itu.
Tujuannya kini hanya satu, kembali menyambangi sosok yang kemarin ia tinggal sendiri di apartemennya. Tak peduli seberapa banyak mata-mata yang mengintainya, Jaehyun hanya ingin memanfaatkan kesempatan yang masih tersisa. Bertemu dengan kekasih mungilnya.
Laju kendaraan roda empat itu nampak bebas ketika jalanan lengang. Tengah malam ditemani sepi. Jika biasanya ia keluar malam berdua dengan Renjun, ditemani celotehan panjang si manis tanpa peduli akan mendapat respon atau tidak darinya.
Sama seperti sebelumnya, kini langkah kakinya seperti memantul di lorong apartemen. Hanya dia satu-satunya manusia yang berjalan di sana. Pintu tujuannya ada di depan mata, memasukan beberapa angka untuk kemudian menyaksikan pintu terbuka dengan sendirinya. Tak menunggu waktu lama hingga tubuhnya masuk ke dalam. Gelap. Seperti tidak ada tanda kehidupan di sana. Jaehyun disergap panik mendapati suasana dingin itu. Ia berjalan tergesa, masuk semakin dalam hanya untuk mendapati televisi ruang tengah yang menyala.
Sosok yang dicari ada di sana, dengan kacamata bertengger di hidung mancungnya. Pandangannya lurus pada televisi. Renjun seperti patung, ia tidak berkedip sekali pun, bahkan tak menengok saat mendengar langkah kaki tergesa yang mendekat ke arahnya.
"Rakana?" panggil Jaehyun lembut. Lututnya ia biarkan menyentuh lantai tepat dihadapan Renjun. Kedua jemari besarnya merangkum tangan yang lebih kecil. "Sayang?" panggilnya lagi saat tak mendapat jawaban.
"Eh?" Renjun mengerjap kemudian. Iris cokelatnya memandang Jaehyun yang baru disadari keberadaannya. "Kapan kamu ke sini?"
"Barusan. Kamu baik-baik aja?"
"Baik. Memang aku kenapa?"
Jaehyun menggeleng, lantas menarik tubuh kekasihnya untuk masuk ke dalam dekapan hangatnya. "Peluk yang erat," bisiknya di samping telinga Renjun. Beberapa kali ia mengecup pelipis si mungil dengan sayang. Seolah mereka baru saja dipertemukan setelah sekian lama. Rindu yang semula menumpuk sesak, perlahan terurai dan menemukan jalannya pulang.
"Rindu," balas Renjun. Ia melingkarkan kaki jenjangnya kala Jaehyun bangkit tanpa melepas pelukannya.
"Miss you too. Rasanya mau mati waktu dipaksa pisah sama kamu."
Renjun terkekeh, memeluk leher dominannya semakin erat. Bobot tubuh sepenuhnya ia tumpukan pada Jaehyun yang memangkunya. "Kamu pikir aku nggak?" Katanya.
"Kawin lari aja, yuk?"
"Jangan ngaco!" hardik Renjun. Ia pukul punggung lebar itu, merasa kurang setuju dengan ucapan kekasihnya. Seburuk apapun nilai mereka di mata orang lain, akan semakin buruk jika nekat melakukan hal demikian. Bukan mendapat restu, caci maki mungkin yang akan lebih banyak dilayangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cigarette | JaeRen [HIATUS]
FanfictionPertemuan tak sengaja, mengantarkan mereka pada afeksi berkepanjangan. Salah satunya terhasut candu memabukkan, satu lainnya membawa perasaan dalam lingkup terlarang itu. "Chigarrete after sex?" "Sebuah bentuk pengalihan. Agar saya tetap sadar, bah...