Aku menanti-nantikan detik ini, dimana pada akhirnya aku menemukan serangkai kata yang cukup menjelaskan pada orang-orang mengenai hubungan istimewa yang telah kita rajut berdua, meski kau perlu menggali isi kepalamu dalam-dalam karena kau tidak dapat mengingat hubungan yang bagaimana.
Mari kita awali garis waktu yang buram ini dari hal yang paling tidak kau ketahui—sebuah permulaan—dimana kisah kita dimulai sejak jatuhnya sebuah hati dan kau tahu milik siapa.
Kejatuhan pertama terjadi pada pukul dua dini hari, aku secara putus asa menjejali diri dengan tontonan membosankan agar bisa tertidur. Detik itulah kau muncul dalam empat menit yang begitu membingungkan—segala tentangmu tampak tidak nyata—seolah kau dan rombonganmu bukan berasal dari bumi ini melainkan dari satu dimensi yang dipenuhi kudapan dan gula.
Kejatuhan kedua mengikuti rasa kebingungan yang memaksaku menunda jam tidur demi mencari jawaban dari pertanyaan yang kureka tentangmu, seakan itu penting dan aku harus buru-buru. Aku mengamati video itu sebanyak dua kali dan enam kali di keesokan harinya kemudian memutuskan membeli seluruh album dengan anggapan bahwa penting untuk bisa terlibat dalam setiap kiprahmu.
Kejatuhan berikutnya terjadi begitu cepat. Tiba-tiba musim semi melanda rongga dadaku saat memandang matamu yang aku yakini hidup ratusan bintang katai di sana—setiap kali kau mengerjapkan mata, baik di bawah lampu sorot bahkan di antara bidikan kamera—mereka berpendar seakan itu tugasnya.
Demikianlah hubungan itu dimulai, dari sebuah hati yang jatuhnya berkepanjangan bagai serial televisi populer yang tampak mustahil untuk berhenti.
Jadi, apa kau berhasil mengingat hubungan ini? Satu di antara hubungan istimewamu dengan puluhan ribu orang sampai-sampai kau harus memicingkan mata untuk sebatas membaca untaian kata yang mereka tulis dengan cinta.
Ketahuilah, bahwa hal itu sama sekali bukan masalah, menjadi sepersekian kecil dari jejakmu yang memudar membuatku senang. Namun kau tahu, hubungan yang tujuannya hanya membahagiakan satu sama lain saja tidak akan pernah cukup bagi orang lain.
Mereka terus bertanya—bukan perihal warna dan model gaun pengantinku, kapan pesta pernikahan akan digelar, atau berapa jumlah anak yang kau inginkan kelak.
Padahal cinta satu arah yang terjadi padaku sebelumya tak pernah semudah ini, bagaimana kau tak pernah membalas, tetapi aku tak pernah terluka. Lalu mengapa aku perlu berhenti?
"Tentu kau perlu berhenti." Tegur sahabatku yang senantiasa peduli, "Begitu juga dengan dia dari dunia hiburan saat istrinya mengandung anak pertama atau kesepuluh, suatu hari dia pasti berhenti."
Aku tertegun.
Sebelumnya tidak pernah terbersit dengan serius dalam bayangkanku jika kau akan mengalami kejatuhan berkepanjangan, persis atau lebih parah dari yang kualami.
Bagaimana kelak duniamu hanya seluas telapak tangannya dan jalanmu akan selaras dengan langkahnya, sementara aku akan kau tinggalkan bersama serpihan jejakmu lalu terpaksa melupakan.
"Jadi kapan kau akan menemukan satu yang sungguhan dan berhenti memuja orang yang bahkan tidak tahu siapa dirimu?"
Pertanyaan itu muncul lagi dan butuh sepersekian detik bagiku untuk merangkai kata yang cukup menjelaskan kepada orang-orang mengenai hubungan istimewa yang telah kita rajut berdua, meski kau perlu menggali isi kepalamu dalam-dalam karena kau tidak dapat mengingat hubungan yang bagaimana.
Aku melempar senyum tipis berusaha terlihat keren, kemudian membalas,
"Aku hanya akan berhenti,
ketika dia mulai jatuh hati."
November 28th, 2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebelum Padam
Non-FictionAda yang ingin kusampaikan sebelum ingatanku mengenaimu, kupadamkan.