BAB 2 ~ Make sure

3K 76 0
                                    

Besoknya, matahari perlahan tenggelam di ufuk barat, melukiskan warna jingga yang hangat di langit. Di tengah suasana senja yang tenang, Ara sibuk bersiap-siap dengan hati yang penuh harap dan cemas.

Hari ini telah tiba untuk melakukan pemeriksaan kandungannya, sebuah momen yang menggantungkan segala harapan dan kekhawatiran.

Ara duduk di pinggiran tempat tidur sambil menatap jendela, merenung sejenak sebelum memutuskan untuk bangkit. Ruangan kamarnya dipenuhi dengan ketegangan yang nyata, tetapi Ara mencoba menyelipkan senyuman di wajahnya untuk menenangkan diri sendiri.

Sebelum keluar rumah, Ara memutuskan untuk menelepon seseorang. Dia mengambil ponselnya dan memutar nomor.

"Selamat sore."

"Halo, Rea. Ini Ara."

"Ada apa, Ara?"

"Apa kau masih berada di rumah sakit?"

"Ya, aku masih di sini. Mungkin akan pulang tidak lama lagi, karena sudah mulai sepi dan jam shiftku sudah hampir selesai."

"Tolong jangan pulang dulu," ucap Ara kepada Rea.

"Kenapa?"

"Aku ingin datang ke sana, bolehkah?"

"Kenapa tidak di rumahku saja?"

"Aku lebih suka bertemu di rumah sakit, bagaimana?"

"Baiklah, aku akan menunggumu di sini."

"Terima kasih, Rea. Aku akan segera datang. Aku akan menutup teleponnya sekarang." Setelah menutup panggilan tersebut, Ara bergegas pergi ke rumah sakit temannya dengan memesan taksi online.

Dengan langkah mantap, Ara tiba di klinik dokter. Suasana di sana penuh dengan aroma antiseptik dan kekhawatiran yang menyelubungi ruangan. Sejenak, wanita itu terdiam, meresapi atmosfer rumah sakit yang selalu membawa aura campuran antara harapan dan kekhawatiran.

Setelah mengambil napas dalam-dalam, Ara melangkah maju menuju resepsionis. Dengan penuh kehati-hatian, dia menanyakan petunjuk kepada perawat yang berjaga di depan.

"Permisi, maaf mengganggu. Apakah Dokter Rea masih berada di ruangannya dan belum pulang?" tanya Ara kepada perawat tersebut.

"Oh, tentu saja. Dokter Rea masih berada di ruangannya dan belum pulang," jawab perawat itu.

"Terima kasih banyak, Suster," ucap Ara dengan senyum di wajahnya. Dengan penuh semangat, Ara melangkah menuju ruangan dokter Rea, temannya.

Tiba di depan pintu ruangan dokter Rea, Ara memberanikan diri untuk mengetuk pintu.

Tok tok tok, suara ketukan pelan menggema di ruang tunggu.

"Ara, silakan masuk!" Terdengar suara hangat dokter Rea dari dalam ruangan, memecah lamunan Ara.

"Baik, terima kasih!" Dia membuka pintu dengan hati yang penuh harap dan ketegangan. Ruangan itu terasa hangat, dihiasi oleh cahaya lembut lampu dan nuansa kenyamanan yang dirancang untuk meredakan ketegangan para pasien.

Ara memasuki ruangan dan dengan sopan menutup pintu. Dia kemudian berjalan menuju kursi yang berada di depan meja tempat duduk Rea, yang hanya dipisahkan oleh meja tersebut.

"Aku ingin kau melakukan pemeriksaan pada perutku," ujar Ara dengan serius.

"Ada masalah dengan perutmu?" tanya Rea.

"Tolong periksa saja perutku," jawab Ara tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut. Dia terlalu malu untuk mengungkapkan tujuannya secara langsung kepada Rea.

LimerenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang