0.7 - Menyapa Tanpa Suara

89 3 3
                                    

**
Chapter 0.7 - Menyapa Tanpa Suara

•×•

"Mas, mau laundry."

Tama awalnya sudah bersiap menarik kantong kresek berisi baju bersih yang ia penatu hari lalu dan pulang segera. Namun, presensi makhluk bertubuh tegap yang baru menjejakkan kaki di sisi kanannya, lantas membuat niat itu urung.

"Masnya warga baru, ya?"

"Iya Mas, baru pindah beberapa hari lalu." Senyum ramah berpegari cerah dengan deretan gigi rapi. Ditemani anggukan kecil sebagai sapaan sopan, lelaki itu sudah memancarkan aura percaya diri.

Sorot mata tajam milik Tama menepi ke kanan. Walau dari luar tampak tidak tertarik, nyatanya senandika lelaki itu sudah unjuk rasa dengan heboh. Merasa asing, atau selebihnya ... tidak?

"Lah, kok belum balik, Mas?"

Pertanyaan yang dilontarkan Dasa padanya membuat Tama tersadar. Kembali mengendalikan ekspresi dan memasang senyum tipis sebelum pamit dan pergi.

Mencipta sensasi kenal yang kini bergilir memenuhi senandika laki-laki bertubuh tegap. Merasa pernah punya suatu ikatan dengan lelaki berahang tegas mirip makhluk CGI itu.

Ikatan seperti pernah saling melempar umpatan atau semacamnya.

"Mas, yang tadi siapa namanya?" Pada akhirnya ia tidak tahan merasa penasaran.

"Siapa? Yang barusan? Namanya Tama. Orang Blok-A," jawab Dasa, disela menulis segala perincian cucian pada nota. "Ini atas nama Mas siapa?"

Sepersekon lewat tanpa ada balasan, Dasa akhirnya menghentikan gerak tangannya yang menulis. Ganti mengangkat wajah, untuk menyadari bahwa calon pelanggan yang tampak asing itu tengah menatap entah apa pada meja toko dengan dahi berkerut samar.

Lantas ia menusukkan ujung belakang pulpen pada lengan laki-laki itu, sebagai bentuk teguran.

"Eh? Kenapa, Mas?"

"Nama Masnya siapa?" Dasa mengulang.

"Oh, Briyan. Be er i ye a en, blok-A Mas."

Dasa mengangguk. "Bule, Mas? Namanya asoy banget. Briyan, keren!" serunya setelah menuntaskan nota pelanggan. Mengacungkan jempol dengan senyum unjuk gigi pada laki-laki itu.

Briyan yang pada dasarnya suka dipuji lantas tertawa pelan malu-malu. Hidungnya kembang-kempis, walau berusaha ditahan agar tidak terlihat memalukan.

Sembari mengibaskan tangan ia berusaha memberi elaborasi. "Bukan, Mas. Itu nama panggung aja. Saya mah asli Jawa, Surabaya."

"Maksudnya Mas ini artis? Kok nggak pernah nongol di TV?"

Ia mengerjap beberapa kali. Menggaruk kepala belakangnya bingung menjelaskan. "Bukan gitu maksudnya. Emm, saya tuh biasa manggung di kafe-kafe gitu. Jadi supaya orang-orang enak manggil saya, saya bikin nama panggung Briyan, gitu."

Dasa mengangguk-angguk. "Emang nama asli Mas siapa?"

"Abhimanyu Ardhana."

Terkadang, karena seringnya manggung dan suka dengan nama panggungnya, Briyan selalu tidak mau dipanggil Abhimanyu. Katanya, namanya terkesan jawa banget untuk wajahnya yang mirip orang Korea.

Karena kata para penggemarnya, ia mirip dengan bassist band Korea Selatan, Young K Day6.

Walau Hanan menampik itu dengan mengonklusi bahwa Briyan hanyalah orang gabut yang suka genjreng gitar tidak tau tempat, yang kebetulan punya tampang lumayan.

[1] Kalawarna (under revision)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang