Lisa POV
Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Banyak orang mengerubungi tempat itu, beberapa polisi saling berteriak meminta mereka untuk menjauh. Ada sekitar dua mobil ambulan dan beberapa reporter berbicara di depan kamera yang sudah menyala.
Aku meremas tas yang masih terselempang.
Di tempat sana, ada yang menangis, dan ada yang hanya menatap tidak percaya. Tempat itu dengan di kelilingi garis polisi. Ada darah yang masih segar berhamburan di tanah, tempat di mana Yugyeom berdiri dan tubuhku tersungkur.
Aku seketika meneteskan air mata.
Mereka saling berbicara, mengatakan bahwa aku sudah tiada.
Aku berjalan mendekat, tidak ada yang menyadari kehadiranku. Tidak ada seorangpun yang melarangku saat aku sudah masuk dalam garis kuning itu.
Hingga bunyi suara beberapa orang meminta jalan mengalihkan pandanganku.
Di sana, di dalam sebuah kantong jenazah yang sudah terkancing rapat. Mereka mengatakan itulah mayat korban perundungan yang terjadi beberapa jam yang lalu.
Aku masih menatapnya, hingga tubuh itu mereka masukkan ke dalam mobil ambulan. Suara jeritan tangis membuat hatiku sakit, mengetahui ibuku histeris dan ditenangkan oleh beberapa orang.
Aku mendekatinya, memeluk tubuh ibuku mencoba mengatakan bahwa aku di sini, tepat di sampingnya. Namun ia malah terus menangis tanpa ada membalas, atau sekedar merasakan pelukanku.
Hingga ia masuk ke dalam mobil ambulan, jari-jarinya dengan erat menggenggam kantong jenazahku dan meninggalkan aku yang hanya mampu berdiri, menatapnya yang perlahan menjauh. Mobil itu berlalu pergi diiringi beberapa polisi.
Aku masih tidak percaya. Aku ada disini, namun mereka semua menuduhku sudah mati.
Sakit di sekujur tubuhku sudah hilang, tas hitam yang biasa aku bawa ke sekolah pun masih bertengger pada bahuku. Aku berharap ini mimpi. Tapi ketika tatapanku jatuh pada bekas-bekas darah yang masih ada di dinding sana, aku sudah tidak bisa mengelak fakta bahwa aku memang telah tiada.
Akhirnya aku menjauh dari sana.
Ini sudah malam, aku berjalan menuju gerbang. Di sana banyak murid yang aku kenal, mereka saling berbisik satu sama lain. Namun tidak ada pandangan seorang pun dari mereka yang mengarah padaku.
Hingga saat langkah kakiku sampai di koridor. Aku menatap lagi pada halaman sekolah yang banyak mobil serta motor-motor terparkir dengan sembarang. Lampu-lampu di sekitar koridor yang aku pijak saat ini juga sedang menyala dengan terang.
Mereka semua datang beramai-ramai hanya untuk melihat apa yang sedang terjadi.
Aku tertawa pelan, mengetahui bahwa bahkan tubuhku saja tidak mau menerima jiwaku saat ini. Dia melepasku karena sudah tidak tahan dengan semuanya.
Iya, aku adalah tubuh mati dengan jiwa yang hidup kembali.
Aku melihat ada Yugyeom di sana. Pemuda yang biasa melotot kearah ku itu, kini ia tampak diam dengan sesekali mengusap sekitaran wajahnya. Apakah dia menangis? Aku lantas mendekatinya.
Ternyata Yugyeom memang menangis. Pemuda itu terduduk di pinggir jalan dekat dengan pagar. Beberapa temannya menghampiri dan berusaha membawanya menjauh, tapi Yugyeom justru memberontak dan menolak.
Aku tidak mengerti kenapa Yugyeom menangis. Jika karena merasa bersalah tapi kenapa dia terus merundungku?
Aku lalu mengedarkan pandangan, ingin mencari keberadaan Jennie. Selama beberapa hari terakhir ini dia telah banyak menolongku. Bahkan kemarin, ketika aku pulang dari sekolah. Jennie setia menemaniku hingga aku sampai ke rumah. Jennie begitu baik, namun dia tidak pernah menolongku waktu aku dirundung, mungkin karena dia juga takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA - JENLISA ✔
General Fiction❝ Jennie itu sebenernya cuma makhluk ghaib. ❞