Hujan deras mengguyur di stasiun kranji.
Suara bel palang kereta mengiringi nada rintikan hujan yang beraturan.
Daun dan dahan pepohonan tertiup angin kencang mewujudkan sosok seakan alam menari.
Disaat langit kehilangan kilauan mentari.Gadis mempelai itu menapakan kakinya dan melompat kecil.
Gaun putih yang dikenakan mulai berganti warna, terseret melewati air kubangan yang kotor dan tanah basah.
Lihatlah apa yang dia lakukan.
Menari dibawah tangisan langit dan menghiraukan gelegar kilat yang memekakkan telinga.Wajahnya terlihat sangat berantakan.
Dandanan hitam pekat eye-liner mengalir dari bulu matanya.
Bedak dan hiasan tebal yang di kenakannya, meski harus menunggu berjam-jam sudah musnah karena tetesan air hujan.
Rambutnya kilaunya sekarang gugur terbasahi.Gila, seperti orang gila.
Gadis itu mengeluarkan gunting yang disembunyikannya dibawah gaunnya yang lusuh.
Gila, benar-benar gila.
Gadis itu memotong rambut hitam panjangnya berantakan dan merobek gaun yang dikenakan.Mendung.
Hujan.
Lusuh.
Perasaan.
Hati.
Sakit.
Merah.
Mengalir.
Hilang.Kenapa jadi begini?
Kenapa?Apa yang salah?
Apa karena kesalahanku benang merah itu putus?Apa salah mereka?
Atau dirinya yang sengaja melepaskan?Siapa?
Tuhan kenapa hujan harus datang sekarang?Tangisan gadis itu sangat kencang, namun tidak terdengar.
Entah karena suara hujan yang deras.
Atau suara irama pepohonan yang bersamba ditiup angin.
Atau suara kereta dari kejauhan.
Itu tidaklah penting.Gadis itu mendengar suara retakan.
Bukan dari kayu yang dipijaknya, namun dari dalam pikiran dan hatinya.
Telah mati rasa.
Jiwanya seakan ingin meronta tetapi tidak bisa.
Pikirannya sudah hilang ditelan kesedihan yang larut.Kenapa dia tidak datang?
Disaat bel berbunyi dan lagu dilantunkan.
Kenapa pangerannya tidak datang menemui.
Doa-doa suci telah dipanjatkan.
Harapan dan istana salju telah dibangunkan.
Apa dirinya masih belum cukup?Gadis itu berjalan diatas setapak besi sambil memegang banket mawar putih dikedua tangannya.
Hujan membanjiri kenangan saat dia berjanji akan setia selamanya.
Pembohong, pendusta, khianat!
Gelas itu telah retak, meninggalkan sepihan kenangan yang menusuk ingatan.Suara hujan terdengar semakin jelas.
Gadis itu melompat ketengah.
Berjalan satu tapak, dua tapak.
Itu adalah pijakan besi rel kereta api.Dia terus berjalan kedepan sambil menteskan air mata yang tidak dapat dilihat oleh siapapun.
Menggenggam erat banket berpita merah seakan tak ingin kehilangan.
Suaranya semakin mendekat.
Suara pangeran yang akan menjemputnya.
Pangeran yang abadi.
Pangeran yang tidak akan pernah meninggalkan dirinya, setia selamanya.Suara gemuruh terdengar mendekat.
Kereta kencana telah datang.
Diiringi kristal hujan yang mebasahi.
Dan percikan merah yang mewarnai.Oh...
Indahnya hujan di hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
SATU KATA
RandomSatu kata Lepaskan... Kenangkan wajahmu memandang langit dan tulislah dengan hati-hati Sepucuk kata... Satu-satunya kata dari hati (Maaf buku ini nantinya hanya akan diisi oleh tulisan hati sang penulis. To make my heart calm and store all the words...