9 - Ramah Tamah

31 10 11
                                    

Istana Utama

Dua hari setelah tes pembasmian di Sungai Ayden

Pria muda bersurai coklat emas itu berjalan bersama sang kapten dengan harmonis. Mereka melewati beberapa lorong gelap hingga sampailah mereka di sebuah ruangan kerja yang cukup luas untuk ditempati satu orang.

Di dalam ruangan itu, terdapat satu meja kerja besar yang bersih rapi dengan dokumen dan buku tersusun beraturan. Terdapat jendela yang cukup memberi cahaya dari samping.

Di dinding belakang bangku kerja, terdapat lukisan megah sang empunya ruangan yang terpampang dengan bangga.

"Kami datang menghadap Yang Mulia Pangeran Pertama Angellio Oliver," kata mereka.

Atristan dan Gustav lalu menundukkan badan dengan hormat. Gustav menunjukkan sikapnya dengan tata krama sempurna, seolah dia tidak pernah melakukan pekerjaan kotor di jalanan. Atristan untuk sesaat terkesima dengan betapa elegannya dia.

"Angkatlah badan kalian," ujar pria berbadan bagus itu sambil memerhatikan Gustav dengan seksama. Sekilas ia merasa kenal dengan orang itu, tetapi dengan cepat kesadaran manusianya kembali dilahap oleh kegelapan.

Tadi matanya biru... sekarang jadi merah. Apa aku salah lihat? batin Gustav sembari melihat ke arah sang pangeran, yang secara teknis adalah kakak laki-lakinya. Saudara kandung yang tidak pernah dia temui, namun, entah kenapa dia rindukan dengan sia-sia.

Dari segi fisik, pria itu memang mirip dengan Gustav. Rambutnya coklat emas bergelombang dan perawakannya maskulin. Orang-orang kalau dari jauh pasti akan menebak mereka adalah saudara jika bukan karena perbedaan pakaian yang mencolok. Gustav dengan pakaian mercenary 'terbaiknya', dan Angellio dengan pakaian bangsawan mewah 'sehari-hari'.

"Saya akan memberi laporan mengenai hasil uji kesetiaan Gilda Prajurit Bayaran."

"Laksanakan."

Setelah Atristan menyelesaikan laporannya, mereka lalu diperbolehkan keluar usai menerima cap dokumen resmi. Saat mereka keluar ruangan, mereka dihadapkan dengan beberapa orang yang juga sepertinya punya urusan dengan Pangeran Pertama yang memegang posisi utama sekretariat itu.

Orang-orang itu terdiri dari empat insan. Seorang laki-laki dari gilda penyihir, seorang wanita gendut dari gilda pedagang, dan dua orang penting yang adalah pengawas mereka.

Atristan menunduk sedikit ke arah dua orang pengawas yang tampaknya adalah petinggi itu--seorang pria muda dan seorang wanita bertopi lebar dengan ujung lancip. Kemudian saat hendak melalui mereka, sang pria muda menepuk pundak Atristan.

"Nanti malam, datanglah ke tempatku," ujarnya dengan pelan. Atristan mengangguk sedikit lalu membiarkan dua orang itu lewat.

Gustav memerhatikan mereka, lalu ia teringat akan satu hal. Dia bertanya kepada pria bersurai jingga itu tatkala mereka sudah agak jauh. "Apa dua orang tadi adalah Duke Muda Percyval dan Lady Vesia yang kamu bicarakan kemarin malam?"

Atristan mengangguk mengiyakan, "Ya, itu mereka bersama representatif dua gilda lainnya," jawabnya, "Karena mereka rekanku, kamu akan sering melihat mereka. Jadi, jangan terlalu canggung."

"Aku pegang kata-katamu."

Mereka lalu berjalan menuju arah gerbang luar. "Ngomong-ngomong setelah tenda-tenda dibongkar, apa kau sudah punya rencana mau menginap di mana selagi kau ada di sini?" tanya Atristan dengan penasaran.

"Aku akan berkeliling dulu untuk mencari penginapan murah," balas Gustav yang bila diartikan, dia ingin bilang kalau dia sedang kere dan tidak begitu kenal dengan denah ibukota.

[BL] Galathea I : Kubea [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang