12 - Kebenaran yang Semena-mena

20 5 4
                                    

Dua jam telah berlalu, kini sesi ibadah tengah malam telah selesai. Dua insan lelaki itu kini sedang bersiap untuk pulang, akan tetapi suara seorang wanita menghentikan langkah mereka.

"Sir Atristan, apakah saya bisa meminta waktu Anda sebentar?"

Wanita itu bertudung putih dan berpakaian serba tertutup. Gustav mengingatnya sebagai sang biarawati yang menjaga gerbang saat mereka masuk.

Atristan menoleh ke arah wanita itu. Terlihat rambut pirang panjangnya menutupi separuh wajahnya. Maniknya yang berwarna hijau emerald itu tertangkap sebentar dalam matanya. Ia mengenali wanita ini.

"Saudari Magdalena, ada apa?" tanya Atristan setelahnya.

"Bunda Suci ingin supaya kau pergi ke suatu tempat. Ikutilah aku," ujar wanita berparas muda itu.

"Sebuah pertemuan lagi? Aku tidak keberatan. Apakah yang lain akan datang juga?" tanyanya balik.

"Tidak. Kali ini Bunda Suci hanya ingin bertemu denganmu dan orang yang mungkin akan kau bawa."

Magdalena lalu melirik ke arah pria di sampingnya yang punya figur sedikit lebih pendek namun tetap terlihat gagah. "Namun, sebelum itu, Sir Atristan, siapakah orang ini?"

Atristan tahu kebiasaan Magdalena, karena mereka sudah saling mengenal sejak kecil--tepatnya setelah Atristan hilang ingatan. Bagi Atristan, pertanyaan Magdalena itu bukanlah pertanyaan yang ia lontarkan karena tidak tahu menahu.

Wanita itu bertanya demikian untuk memastikan apakah orang itu adalah orang yang tepat dan dapat dipercaya dari sudut pandang Atristan.

Magdalena tidak pernah peduli mau Atristan dekat dengan siapa, dengan wanita mana. Dia percaya pada penilaian Atristan. Akan tetapi jika sudah menyangkut masalah biara dan pria, Magdalena jadi lebih was was.

"Namanya Gus. Dia adalah representasi gilda mercenary. Saat ini dia berada dalam pengawasanku," jawab Atristan.

Magdalena masih melirik Gustav. Kali ini dia melihat tangannya yang digenggam secara tak sadar oleh Atristan saat mereka akan keluar.

"Bawahan, ya.... Namun, sepertinya kalian jauh lebih dekat ketimbang itu."

Gustav yang mendengar hal tersebut, tiba-tiba tersadar akan posisi mereka sejak tadi. Ia lalu membatin.

Kalau diingat-ingat sepertinya waktu kami pergi juga kami sudah saling bergandengan tangan. Bisa-bisanya aku tidak sadar sampai diberitahu oleh orang asing.

Spontanitas itu begitu natural, sampai terasa aneh.

Gustav lalu dengan cepat menarik tangannya, melepaskan genggaman Atristan. "Sir Atristan membantu saya dan mengajak saya berkeliling ke seluk beluk kota hanya karena itu adalah kewajiban yang ingin Sir lakukan."

Terjadi keheningan untuk sesaat dan Gustav sepertinya menyesali pilihan kata yang keluar dari mulutnya.

Bagus, sekarang aku malah mengkonfirmasi kedekatan kami. Sebaiknya dari tadi aku diam saja.

"Kewajiban yang ingin kulakukan ya... hmm, sepertinya aku memang ingin melakukannya," jawab Atristan sambil tersenyum, ia mengangguk. Sementara Gustav entah kenapa jadi semakin panik.

Tunggu, mengapa aku semakin panik? Bukankah kedekatan dan hubungan baik antara atasan dengan bawahan itu bukan sesuatu yang buruk? Tetapi mengapa aku merasa malu begini? Rasanya seperti ada yang salah di dalam diriku.

"Menurutku Gus adalah orang yang bisa dipercaya. Jadi kau tidak perlu khawatir, Lena. Lagipula, aku akan mulai membuatnya mengambil peran dalam kelompok kita selanjutnya," lanjut Atristan, "Karena kami sudah saling sepakat."

[BL] Galathea I : Kubea [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang