23 - Kencan

4 2 0
                                    

"Selamat pagi, Gustav."

Suara bass dari seorang pria menyambut sang pangeran yang baru terbangun dari tidurnya. Gustav mengerjap mata lalu meregangkan tubuhnya yang masih terkantuk. Lantas ia melihat ke sekelilingnya. Dia sudah pulang ke rumah Atristan. Ini bukan mimpi. Lantas kapan dia akan dibawa ke istana?

"Ada surat dari istana yang memintaku untuk mengawalmu ke sana siang ini," kata Atristan, seolah menjawab pertanyaan di benak Gustav.

"Ah, ya." Gustav membalas dengan nada kecil. Dia masih mengumpulkan nyawanya karena tidur terlalu lelap efek alkohol kemarin. Ia melakukan peregangan kecil. Kemudian Gustav menyadari ada hal aneh dari penampilannya. Saat ini, dia telanjang dada.

"Tris... kemarin...." Wajah Gustav seketika merah padam. Perlahan-lahan memori segala rentetan kejadian semalam berputar di kepalanya. Mulai dari dirinya yang mengakui perasaannya kepada sang kakak, sampai bagaimana ia mencium Atristan. Lalu setelah itu apa yang terjadi?

"Kamu bilang kamu kepanasan jadi kamu membuka bajumu sendiri. Setelah itu kamu tidur lagi," jelas Atristan. Dia tidak berbohong.

Tetapi setelah itu kamu menggelayut terus padaku sampai aku tegang, uhuk. Sepertinya aku tidak perlu menceritakan yang itu. Atristan membatin sambil meminum segelas air di tangan untuk menjernihkan pikirannya. Bagaimana tidak? Tubuh kurus berotot itu terlihat lebih seksi ketika Gustav bergantung padanya dan wajahnya manis saat ia sedang manja. Kalau saja malam terjadi selamanya, mungkin Atristan sudah akan kalap. Untungnya dia masih punya sadar dan otak. Membuat skandal gila sesama jenis dengan pangeran yag bahkan belum diangkat secara resmi sama saja dengan cari mati.

Atristan menghela napas panjang. Sembari ia menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia kemudian lanjut berbicara kepada Gustav, "Sebaiknya kamu sarapan dulu. Setelah itu bersiaplah, karena kita akan berangkat."

***

Gustav berjalan di samping Atristan, sedang kuda putihnya, Veronika yang memikul barang bawaan, berjalan mengikuti mereka di tengah keramaian pasar. Sehingga sedikit menarik perhatian. Apalagi Atristan mengenakan full armor dan Gustav mengenakan pakaian paling formal yang dia punya.

Terheran. Gustav tidak tahu alasan mengapa Atristan malah membawanya ke pasar rakyat ketimbang istana. Terlebih, setelah dipikir-pikir, ini masih pagi kan?

"Bukankah istana memintamu untuk mengantarku siang ini?" Gustav bertanya. Dia lalu melihat ke arah Atristan. Seketika kedua manik itu saling melebur. Tatapan Atristan terlihat lebih lembut dari biasanya.

"Apa kamu tidak suka jalan denganku?" Pria bersurai jingga itu bertanya dengan senyuman sedih.

Gustav terdiam. Agaknya sedikit bingung. Meski ini bukan kali pertama Atristan memerhatikannya. Mengapa hari ini?

"Tidak. Aku suka jalan denganmu. Tapi mengapa?" Gustav memutuskan untuk menyuarakan pertanyaan di dalam hatinya. Sekaligus mempertanyakan hubungannya dengan Atristan.

"Mengapa tidak? Setelah kamu jadi pangeran nanti, kamu hanya akan punya sedikit waktu untuk berkeliaran di jalan seperti ini. Anggaplah sebagai perayaan status rakya jelata yang terakhir kali. Aku yang akan mentraktirmu," jawab Atristan. Nada bicaranya terdengar lebih melankolis. Dia menatap Gustav dengan lembut, buat Gustav berdehem salah tingkah.

"Kamu berkata seolah kita sedang kencan saja," ujar Gustav dengan pipi memerah. "Tetapi tentu tidak kan ya? Kita berdua sama-sama laki-laki."

Atristan terkekeh dengan getir. "Jadi, apa kamu menerima ajakan jalan yang katanya bukan kencan ini, pangeran tupaiku?" katanya sambil mengulurkan tangan. Gustav menyambut tangannya dengan sumringah.

[BL] Galathea I : Kubea [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang