Terik mentari di Kota Kembang dengan Metropolitan seharusnya dirasa tak jauh berbeda. Namun, tidak untuk Aliefa. Entah kenapa panasnya Kota Metropolitan itu seakan turut menyengat hatinya dan membuatnya ingin mengurungkan niat berkunjung ke rumah itu lagi.
Aliefa menatap kosong le luar jendela mengabaikan dua orang yang selalu berseteru namun terlihat serasi menurutnya.
Sebenarnya, tak lama setelah acara sarapan tadi pagi, Aliefa dan Adiknya, Syakir serta tak lupa si pemilik roda empat yang kini mereka tumpangi itu berangkat menuju Jakarta. Dan saat ini baru sampai setengah dari tujuan mereka. Namun, entah kenapa Aliefa merasa perjalanan mereka terlalu cepat. Mungkin sebenarnya hati kecil Aliefa sama sekali tak siap jika ia harus kembali ke kediaman yang membuatnya merasa amat sangat hancur itu.
"Aku merasa seperti supir kalian."ucap Syakir memecah lamunan sesaat Aliefa.
Aliefa yang memahami betul maksud dari ucapan Adiknya itu hanya tertawa sesaat dan kembali menatap kosong ke luar jendela.
"Sudahlah Ky ... fokus saja ke depan."jawab perempuan si pemilik roda empat itu seraya tertawa geli.
Syakir hanya mendengus dan kembali fokus ke depan. Namun, tak bisa di pungkiri jika sesekali matanya menatap pantulan Kakaknya dari spion. Sejatinya Syakir memahami jika Kakaknya tidak sekuat itu untuk saat ini. Pun dengan usulannya sesaat lalu tentang berkunjung ke kediamannya dan lelaki brengsek di Kota Metropolitan. Syakir tidak mungkin membatalkan keberangkatan mereka bukan. Karena Syakir tau bagaimanapun Ia tak menyetujui keinginan Kakaknya, usulannya hanya akan menjadi angin lalu.
"Sebentar lagi kita sampai Kak. Apa Kakak yakin dengan ini?"tanya Syakir setelah Ia menghentikan Kendaraannya di depan gerbang perumahan elite itu.
Aliefa tak mampu mengatakan apapun, sungguh otak dan hatinya seakan tak sejalan, berperang dengan diri sendiri itu ternyata butuh amat sangat banyak energi hingga ia menarik nafas dalam seraya berkata "Kakak yakin Ky."
Syakir pun menghembuskan nafas kasar saat mendengar ucapan Kakaknya yang sangat jelas terdengar memaksakan diri. Namun apa yang mau dikata. Meski dia Adik dari Aliefa, tapi ini adalah urusan keluarga kecil Kakaknya. Jadi sekuat apapun ia ingin melindungi sang Kakak, Ia harus tetap mengingat batasannya sendiri.
Syakir pun kembali menjalankan kendaraan roda empat itu dengan perlahan. Sesekali ia menatap Aliefa dari spion, Ia benar-benar tau jika Kakaknya memaksakan diri. Sangat jelas terlihat dari Aliefa yang menarik dan menghembuskan nafas perlahan dengan durasi terbilang cepat.
Ketiganya pun kini sampai di depan Pagar yang menjulang tinggi. Namun, bagi Aliefa itu seakan benteng berapi yang harus ia hadapi.
Aliefa menatap Pagar yang menjulang tinggi itu, sejujurnya ia takut bahkan sangat takut dengan segala yang akan menyambutnya di balik pagar itu. Termasuk ketakutan jika Ia bertemu dengan Suaminya, Ken.
***
Penunjuk waktu yang melingkar di tangan kanannya, entah kenapa seakan selalu mencuri perhatian Ken. Waktu yang kini menunjunjukkan pukul 10.30 itu seakan turut mengusik hatinya.
Setelah perbincangan dengan Reyhan tempo hari, Ken seakan menyadari jika Ia tak seharusnya terlalu takut melihat Istrinya menangis.
Entah kenapa kepercayaan diri yang sempat terkikis itu dengan amat cepatnya kembali membumbung tinggi. Reyhan benar tentang kebahagiaannya. Dan mungkin saja kebahagiaan Aliefa pun akan sama dengan yang ia inginkan. Pikir Ken.
Waktu yang entah kenapa semakin membuatnya ingin pergi dan melangkahkan kaki menuju kediaman Ken. Sedari tadi ia menimang dan berfikir, ada apa memangnya? Hingga ia merasa sangat ingin kembali ke rumah itu. Rumah yang semenjak satu bulan lalu menjadi sepi nan dingin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Vow (End)
Romancesetiap pernikahan pasti menyatukan dua insan yang saling mencintai. ikrar yang terucap akan menjadi kunci dari masa depan dan tanggung jawab yang harus digenggam. Semua cobaan dalam biduk rumah tangga akan kami arungi dengan kebahagiaan, setidaknya...