segelas kopi

678 36 8
                                    

Hari ini masih terasa sama. Sesak masih setia menggeluti hati seorang Ken,  pribadi yang dingin masih setia mendominasinya. Kebiasaan Ken yang selalu menyapa ramah itu seakan hilang. Ternyata, satu bulan mampu menjadikannya pribadi yang berbeda.

Setiap hari ia selalu menyuguhkan aura permusuhan pada semua karyawan di perusahaan Wiryatama, dan tentu saja bagi siapapun tanpa terkecuali bahkan untuk Reyhan sahabat Kakaknya sekaligus Sekretaris pengganti Aliefa saat ini.

"Sepertinya anda butuh udara segar Pak."Reyhan mulai menyuarakan pendapatnya.

Jujur saja selama satu bulan terakhir Reyhan merasa iba melihat atasan sekaligus adik dari sahabatnya itu seakan kehilangan semangat untuk hidup.

Ken benar-benar bukan dirinya sendiri, ia semakin gila bekerja. Entahlah, mungkin dia hanya tidak tau apa yang harus ia lakukan untuk bertemu Aliefa. Karena bukan tidak ingin, sungguh, dia hanya merasa tidak tau diri dan tidak tau malu jika ia menyuarakan keinginannya untuk membawa Aliefa kembali ke sisinya, kembali mengenyam rumah tangga bersamanya. Ken benar-benar kehilangan muka untuk bertemu dengan istrinya sendiri. Apalagi jika ditambah dengan fakta dialah yang menyebabkan semua ini dan tentu saja berakhir menyakiti hati wanita yang begitu ia cintai itu.

"Aku tidak ingin membuang waktu untuk itu."jawabnya tak ingin dibantah.

"Jadwal Anda untuk hari ini tidak terlalu padat. Dan juga pekerjaan sudah sebagian besar selesai Pak."

Ken pun terdiam, Reyhan benar, dirinya butuh udara segar. Karena dia menyadari kegilaannya akhir-akhir ini yang sepenuhnya ia sadari. Bagaimana tidak, Ken mampu menyelesaikan pekerjaannya untuk satu minggu ke depan hanya dalam waktu tiga hari saja.

"Sepertinya idemu untuk udara segar itu bukan hal yang buruk. Dan kebetulan ada yang ingin saya tanyakan padamu."

Reyhan tau apa yang ingin Ken tanyakan padanya. Ia jelas mengerti maksud dari itu takkan jauh dari Panji dan tentu saja Aliefa.

"Baik Pak, ada cafe di dekat sini yang nyaman dan asri, jadi udara segar yang bapak butuhkan audah pasti ada disana."

Hanya butuh waktu lima belas menit untuk mereka sampai di cafe yang sebelumnya Reyhan sebutkan.

"Panji benar tentangnya untukku menolongmu Ken."panggilan formal yang biasanya Reyhan gunakan menghilang entah kemana. Hubungan sebagai atasan dan sekretaris itu tidak berlaku jika keduanya bertemu diluar perusahaan. Pikirnya.

Ken mengerutkan keningnya. Sungguh dia sama sekali tidak mengerti arti kata 'tolong' yang terselip disana. Ken tidak pernah merasa jika dirinya butuh ditolong oleh siapapun. Memangnya apa yang telah ia lakukan hingga dirinya butuh ditolong. Pikir Ken.

"Aku sudah bisa menebak apa isi pikiranmu saat ini Ken."ucap Reyhan lagi

Ken hanya tersenyum smirk seraya berkata "apa yang kau tau tentang hidupku?"

"Panji selalu menceritakan tentang adik yang begitu ia sayangi itu, Ia bahkan sesekali mengajakku bertemu kalian. Atau tepatnya Kau dan perempuan itu. Aku tidak tau kenapa Panji sangat ingin membuatku bertemu dengan kalian, setidaknya sampai sebelum kau menikahi kekasih sahabatku itu."

Ken masih terdiam mencermati setiap kalimat yang sahabat Kakaknya itu katakan. Dia sama sekali tidak mengerti apa maksud dari seorang Reyhan mengatakan itu.

"Iya ... setidaknya aku tidak mengerti sampai saat akhirnya aku bertemu denganmu di pernikahan kau dan Aliefa."

"Aku mulai mengerti kenapa kakakmu sampai mengirimkan pesan yang menyuruhku menolongmu, ada banyak hal yang kau simpan rapat Ken. Dan tentu saja mencurigakan, apalagi saat Kau menatap Aliefa untuk pertama kali. Aku sangat tau kau menyimpan sesuatu yang tanpa kau sadari itu akan membuatmu kehilangan segalanya. Namun, aku belum tau pasti apa itu. Dan yah... aku belum sepenuhnya percaya saat itu."imbuhnya lagi

Our Vow (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang