Chapter : 2

39.2K 3.6K 100
                                    

I'am back, masyarakatkuu!!

Bilangnya up hari Selasa, realitanya hari Rabu. Berhubung aku belum tidur, So I think masih belum berganti hari. Wkwk.

.

.

.

Mega merah di langit Surabaya sudah mulai terlihat. Mobil berwarna putih glossy milik Rafael pun kini sudah memasuki pekarangan rumahnya. Pria itu melonggarkan dasi dan melepas dua kancing kemejanya terlebih dahulu sebelum keluar dari mobil.

Dengan raut wajah lelah serta rambut yang sudah acak-acakan, Rafael pun berjalan memasuki rumahnya. Terlihat kedua orang tuanya yang tengah bersantai di ruang tamu seraya membicarakan sesuatu.

Rafael berjalan mendekat ke arah orang tuanya lalu mencium tangan mereka, tangan yang selalu Rafael cari ketika pulang dan tangan yang sudah membesarkan dan mendidik dirinya dengan sangat baik.

Kelak ketika sudah mempunyai malaikat kecil nanti, Rafael pasti meniru tangan hebat tersebut dalam mendidik anaknya. Kenapa mendadak ia jadi ingin punya anak?

"Kenapa lesu gitu, El?"

Yunia, atau yang selalu dipanggil 'mama' oleh Rafael itu pun memperhatikan gerak-gerik anaknya yang terlihat sempoyongan.

"Pengin punya anak, Ma," ceplos Rafael tanpa sadar dengan tatapan kosongnya.

"Hah?"

Sadar dengan apa yang telah diucapkan, Rafael pun langsung meralat ucapannya. "E-eh? Enggak, Ma, maksudnya tuh lagi capek aja hari ini."

"Capek banget ya? Pantes celetukan refleknya jujur banget," balas Mamanya dengan senyum menggoda. "Mama juga pengin segera gendong cucu kok, Nak," lanjutnya.

"Itu tadi bukan Rafael yang bilang, Ma."

Wanita paruh baya itu menggelengkan kepala pelan seraya tersenyum tipis. "Ya sudah, tubuhnya dibersihin dulu, habis itu makan baru istirahat!" Ujar Mamanya.

"Bentar, Ma," balas Rafael lalu ikut mendudukkan diri di kursi yang masih kosong.

"Pa! Ma!"

"El!"

Panggil ketiganya berbarengan. Mereka saling menatap, lalu terkekeh pelan.

"Kamu dulu!" Ucap Mama dan Papanya secara bersamaan pula.

"Bisa gitu ya?" Balas Rafael dengan tawanya.

"Jadi, ada apa, Nak?"

Laki-laki itu menatap Papanya. "Rafael naik jabatan jadi manager, Pa."

"Alhamdulillah," seru mereka dengan tatapan bangganya.

"Anak baik bakal dapat balasan yang terbaik juga, baik dalam pertemanan, pendidikan, karir dan lainnya. Jadi jangan pernah berhenti jadi baik ya, Nak!" Tutur lembut mamanya.

"Pasti, Ma," jawab Rafael. "Kalau nggak lagi khilaf," lanjutnya lirih, namun masih bisa didengar oleh orang tuanya, gelengan pelan dari mereka membuat Rafael tertawa tanpa suara.

"Sebenarnya ada yang mau Papa omongin juga, El, tapi kalau kamu lagi capek, besok saja."

Mendengar itu, Rafael yang hendak menyenderkan tubuhnya, kembali duduk menegak. "Sekarang aja nggak apa-apa, Pa, lagi nyantai juga."

Irwan, papa dari cowok itu pun meneguk teh yang tersuguhkan di atas meja terlebih dulu. "Fakultas ekonomi di kampus Papa butuh tenaga pengajar, Nak. Papa nawarin kamu karena yang butuh dosen itu prodi pendidikan ekonomi, sama seperti prodi yang kamu ambil dulu. Berhubung S1 dan S2 kamu sudah tuntas di prodi yang sama, Papa percaya kamu bisa membagi ilmu dengan baik."

About YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang