"Nayla...."
Panggil lelaki itu, melihat gadisnya tengah tersenyum melihat bintang malam.
"Aku suka senyum kamu, aku harap kamu selalu begitu."
"Kamu alasan aku buat tersenyum, Galen," jawabnya, menyenderkan kepalanya ke bahu cowok di sampingnya.
***...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
***
"Galen." Nayla menghampiri Galen yang masih di kelasnya, suasana sekolah sudah cukup sepi, kelas Galen pun sudah kosong hanya tersisa beberapa temannya Galen saja.
Galen berjalan mendekati Nayla yang sedang bersender di daun pintu, menyampirkan tasnya yang terlihat ringan.
"Jadi?" tanya Galen.
"Jadi, Galen. Ayoo," ajaknya.
"BOSS."
Galen menoleh ke belakang, menaikkan sebelah alisnya. "Apaan?"
"Lo mau ngerjain tugas? Nebeng dong," ujarnya, pasalnya Galen sering mengerjakan tugas bersama Nayla ketika pulang sekolah, membuat mereka hafal kebiasaan sohibnya itu.
"Gak nerima orang ketiga," kilah Galen.
"Gue ikut juga, Gal. Biar gak ada orang ketiga," sahut Daren.
"Aku sama Galen mau ke Gramedia, kalau kalian mau ke rumah aku duluan aja," suruh Nayla dengan berbaik hati. Tanpa sadar sudah mendapatkan tatapan maut dari Galen.
"Nayla." Panggil Galen sedikit menekankan ucapannya, seperti mengkode Nayla agar tidak membiarkan dua curut itu untuk ikut.
"MAKASIH NAYY, AYO REN," ujar Jevan dengan bersemangat, melewati Galen bergitu saja, tak lupa memberikan senyuman yang sangat lebar. Tetapi ekspresi itu mampu membuat Galen semakin kesal.
"Punten Gal," kata Daren, berhenti tepat di hadapan Nayla. "Nanti masakin lagi ya Nay," ujarnya dengan jahil lalu tertawa dengan terbahak, kemudian berlari melihat Galen yang sepertinya sudah kesal.
Suara ketawa itu terdengar semakin jauh dan bersaut-sautan.
"Galen, ayo." Nayla menarik ujung baju Galen yang sudah di keluarkan dari dalam celananya.
"Aku kan mau berduaan sama kamu, kok ngajak mereka juga sih," sebal Galen, mode bayinya sudah keluar lagi.
"Sekali-kali Gal," jawabnya.
Galen berjalan, ketika bajunya tertarik. Mengikuti gadisnya itu dari belakang.
***
Di sini mereka, di salah satu Gramedia terbesar di Jakarta. Galen menyunggingkan bibirnya, melihat Nayla yang seperti bocah yang lepas dari Mamanya. Dengan sabar ia mengikuti derap kaki Nayla, entah novel seperti apa yang akan dibeli perempuan itu.
"Galen, kok kamu diem aja sih," ujar Nayla, melihat cowok jangkung di sampingnya hanya diam.
"Aku kan masih kesel sama kamu," jawabnya dengan jujur.
Nayla berjinjit, mengecup pipi Galen dengan sangat cepat. Hanya seperti angin lalu saja.
Galen sedikit kaget dan mematung mendapatkan kecupan itu, masih belum mengerjapkan matanya. Selang lima detik, dirinya mengembangkan senyumnya dan berjalan mendahului Nayla dengan cepat, berharap perempuan itu tidak tahu bahwa dirinya tak kuat.