Chapter 7 : I'm Hurt

92.7K 9K 1.5K
                                    


________________________________________

Aku terlalu mencintai kesedihan, hingga lupa bagaimana caranya untuk bahagia. Tolong ajari aku, tolong berikan aku senyum setidaknya untuk sekali saja.

-

-

-

-

"Berapa lama lagi, Letta?" Lelaki itu menatap seorang gadis yang kini sudah terbaring lemah di atas brankar.

"Gue tahu kalau selama ini Lo nggak kuat."

"Gue tahu apa yang Lo rasain, Letta." Ia meraih pergelangan tangan Aletta, membawanya, lalu meletakkan tangan lemah gadis itu tepat di dadanya.

"Disini, rasanya benar-benar sakit saat dengan jelas ngeliat mereka berkali-kali jatuhin Lo tepat di depan mata gue." Lelaki bermata hitam kelam itu menunduk, membiarkan air matanya berjatuhan bersamaan dengan suara isak tangisnya.

"Bertahan..." Ia kembali menegakkan kepalanya, menatap Aletta dalam-dalam.

"Kalau Alaska udah nggak bisa menjadi versi terbaik yang Lo harapkan.." Ia menjeda ucapannya, mendekatkan wajahnya ke wajah pucat milik Aletta dan mencium kening gadis itu.

"Jangan khawatir, ada gue disini."

Lelaki itu mengusap pelan wajah Aletta, di tatapnya dengan begitu serius seolah tidak ingin melewatkan kesempatan yang ada.

"Gue sayang sama Lo." Ia tersenyum, tetapi senyum itu tidak akan pernah mampu menutupi kesedihan mendalam yang ia rasakan.

Lelaki itu kembali menegakkan posisinya, ia berbalik badan menatap sang Dokter yang sejak tadi berdiri di belakangnya.

"Kamu sangat mencintainya?" Tanya Dokter lelaki paruh baya itu.

"Saya hanya menyayanginya." Jawabnya. Ia kembali menatap Aletta beberapa detik, lalu kembali menatap sang Dokter.

"Jaga dia buat saya. Dan juga..." Lelaki itu merogoh saku celananya dan memberikan sebuah amplop putih kepada sang Dokter.

"Berikan ini untuknya. Cukup berikan saja setelah dia terbangun dan tidak perlu menyebut nama saya." Ucapnya.

"Kenapa begitu?" Tanya Dokter itu dengan kening yang mengernyit bingung.

"Saya hanya bertugas untuk menjaganya, bukan memilikinya. Itu sebabnya dia tidak perlu mengetahuinya."

🦋🦋🦋

Sudah dua hari belakangan ini Aletta berada di rumah sakit, kondisinya juga sudah mulai membaik hanya saja luka di bagian belakang kepalanya bekas benturan keras kecelakaan itu belum sepenuhnya pulih.

Ia menatap ponselnya yang sejak dua hari juga tergeletak begitu saja di atas nakas. Tak ada satupun pesan notifikasi yang ia dapat, tidak dari Wijaya tidak juga dari Alaska.

Alaska? Mengapa Aletta masih saja memikirkan mantan kekasihnya itu yang jelas-jelas sudah tak pernah ingin tahu banyak hal lagi tentang dirinya.

Juga Wijaya, sosok Ayah yang seharusnya selalu mengkhawatirkan dirinya sebagai seorang anak tapi kenyataannya ia sama sekali tidak pernah ingin tahu menahu tentang Aletta, bahkan saat Aletta sakit pun Wijaya tetap bersikap acuh. Sangat berbeda jauh dengan Shena yang bisa mendapatkan segalanya, tapi jangan pernah harapkan hal itu terjadi untuk Aletta.

"Setelah belajar semalaman nilai yang kamu dapatkan cuma segini?"

"Maaf, Ayah. Aletta udah berusaha-"

ALASKALETTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang