Chapter 35 : garis luka

99.5K 8.9K 5K
                                    

"Malam itu dia berhasil memberikan luka yang baru. Malam itu dia berhasil melukaiku sedalam-dalamnya, dan malam itu juga dia mengambil mahkota paling berharga dari tubuhku."


x•x•x•x

29 MARET 2022

Beberapa hari lagi puasa akan dimulai dan mungkin saat bulan puasa cerita ini akan membuat kalian lebih emosional atau justru tidak.

Spoiler: Kalian akan mendapatkan apa yang selama ini kalian inginkan. Kejutan ini mungkin akan membuat kalian menyukainya atau justru tidak.

Budayakan Vote dan komen di tiap paragraf.

🍇 Selamat membaca kembali 🍇

_________________________________________

_________________________________________

Usai memarkirkan mobilnya, Lelaki itu mengambil buket bunga mawar merah di sampingnya. Langkahnya sangat cepat menyisiri lorong rumah sakit, senyum bahagianya terus merekah sejak saat tadi ia meninggalkan sekolahnya, mampir ke toko bunga yang ia jadikan langganan selama satu tahun dua bulan ini.

Lelaki itu sangat bahagia, bahagia dalam artian yang tidak bisa ia ungkapkan dengan kata-kata lagi. Setelah mendapat telepon dari pihak rumah sakit, ia memutuskan untuk pergi lebih awal meninggalkan sekolah hanya untuk menjenguk gadisnya, bagaimana keadaannya sekarang.

Ia tampak mengatur deru napasnya setelah berdiri di depan pintu kamar rawat pasien, tangan lelaki itu bergetar saat memutar kenop pintu.

"Sepertinya usaha kita selama ini akan berhasil. Detak jantungnya semakin normal, tadi saat pemeriksaan masih di lakukan, jari tangan pasien juga bergerak. Saya harap keadaannya akan terus membaik seperti ini."

Percakapan seorang Dokter dan beberapa suster di ruangan itu terdengar jelas di telinga seorang lelaki yang saat ini masih berdiri di ambang pintu sembari membawa sebuket bunga.

"Ahh, rupanya pangeran bunga mawar sudah datang. Sejak kapan kau berada disana? Apakah kau mendengar apa yang saya katakan barusan?" Tanya sang Dokter saat menyadari seseorang telah berada di ambang pintu.

Lelaki yang diberikan pertanyaan itu tidak menggubris, ia hanya melempar senyum bahagianya pada sang Dokter. Menutup pintu ruang kamar rawat dengan pelan, berjalan semakin mendekat kearah brankar, lalu duduk di tepi brankar.

"Apakah dia akan segera terbangun dalam waktunya yang cepat, Dokter?" Lelaki itu bertanya. Ia mengambil tangan gadisnya yang terlilit selang infus untuk ia genggam. Kulit gadisnya masih terasa sangat dingin, seperti manusia yang tak lagi memiliki nafas.

"Seperti yang saya katakan sebelumnya, kondisinya semakin membaik dari hari ke hari. Detak jantungnya juga semakin normal."

"Apakah saya boleh mendengar detak jantungnya? Terakhir kali saya mendengarnya satu tahun yang lalu saat dia memeluk saya agar bisa tertidur nyenyak." Ingatannya kembali berputar ke masa-masa itu. Benar-benar indah jika saja tragedi yang mengerikan itu tidak terjadi.

"Tentu saja. Dengarlah, detak jantungnya sangat normal." Sang Dokter menjawab.

Setelah mendapat izin, Lelaki itu berpindah tempat untuk duduk di kursi samping brankar. Pelan-pelan ia meletakkan kepalanya di atas dada gadis itu agar ia bisa mendengar dengan jelas suara detak jantungnya.

"Gue rindu detak jantung Lo. Gue rindu suara berisik Lo. Setiap pagi Lo pasti dateng ke kamar gue, narik selimut gue, bangunin gue supaya nggak telat berangkat ke sekolah." Lelaki itu tersenyum. Setelah puas mendengarkan detak jantung gadisnya, ia mengangkat kepalanya, berpindah mengelus kulit pipi yang selalu terlihat pucat itu.

ALASKALETTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang