Jeongyeon keluar lewat pintu depan dari sebuah restaurant. Ia menuruni tangga kecil lalu berjalan menuju mobilnya. Sesaat setelah ia di dalam mobil, ia langsung menjalankan mobil itu.
Ah, kota Seoul. Kota yang indah maupun siang ataupun saat malam seperti saat ini. Sebuah kota yang menjadi saksi terjadinya sebuah kejadian yang bermakna masing-masing orang didalamnya. Kota ini juga telah memberikan banyak sekali kenangan kepada banyak orang. Termasuk Jeongyeon, Jeongyeon juga punya cerita sendiri tentang kota ini.
Jeongyeon tersenyum-senyum sendiri saat mengingat semua itu sambil mengendarai mobil. Sudah banyak sekali kenangan yang telah terjadi. Kenangan indah atau sedih. Kenangan sepuluh tahun lalu atau baru sebulan lalu. Kenangan bersama orang terdekat ataupun dengan orang yang sama sekali tidak ia kenal. Semuanya sudah menjadi kenangan. Bahkan hari ini, saat ia mengendarai mobil ini, pasti akan menjadi sebuah kenangan jika sudah berlalu.
Diantara semua kenangan itu pasti ada kenangan yang akan selalu melekat di hati dan terus teringat walau rambutnya mulai memutih. Kenangannya bersama satu-satunya adik tercinta, Tzuyu. Jika nama Tzuyu yang terlintas di kepalanya, Jeongyeon pasti akan bingung jika ditanya mana kenangan yang paling menyenangkan, itu terlalu banyak.
Walau Jeongyeon tak lagi bisa melihatnya lagi, ia masih bisa merasakan kehadirannya lewat kenangan yang telah mereka bentuk. Jarak antara mereka berdua sangatlah jauh tapi hati mereka masih bersatu sampai sekarang. Bintang-bintang di atas sana, Jeongyeon masih bisa melihat dan juga merasakan. Bintang itu tak akan pergi kemanapun, akan tetap di atas sana dan tak akan pernah hilang. Tzuyu akan selalu berada di hati Jeongyeon.
Tak terasa Jeongyeon akhirnya sampai di apartmentnya. Ia turun dari mobil setelah memarkirkannya di basement. Ia masuk ke dalam lift dan menekan lantai rumahnya yang ada di lantai empat. Setelah pintu lift terbuka, ia langsung berjalan menuju rumahnya dan menekan pin rumah. Jeongyeon menarik gagang pintu dan membukanya, kosong, tak ada siapa-siapa di sana.
Jeongyeon berjalan menuju ruang tengah membuka blazernya lalu ia lempar sembarang ke sofa. Ia melihat pintu kamarnya yang sedikit terbuka dengan lampu yang menyala. Jeongyeon mengintip dari balik pintu itu dan terlihat seseorang yang sedang duduk di kursi membelakangi dirinya. Jeongyeon tersenyum, ia masuk ke dalam menuju orang itu langsung memeluknya dari belakang.
"ah, kamjagiya"
Orang itu melepas earphonenya melihat ke samping siapa yang tiba-tiba memeluknya.
"yah Jeongyeon! mengapa kau mengagetkanku"
"apanya yang mengagetkanmu, kau saja yang tidak mendengarku pulang Jihyo" ucap Jeongyeon.
"aku kan sedang mendengarkan lagu, kau kan bisa memanggilku saja atau menepukku" Jihyo membela dirinya.
"lagian, apa yang kau lakukan sampai tidak mendengarku?"
Jeongyeon melihat ke meja yang berantakan yang membuat Jihyo terlalu sibuk dengan apa yang ia lakukan. Ia terkejut saat menyadari apa itu. Polaroid.
"kemarin aku meminta tolong temanku untuk mencetak foto kita menjadi polaroid. sekarang aku sedang menyusunnya ke dalam album" ucap Jihyo.
Jeongyeon masih sedikit terkejut. Wow, hanya itu kata yang terlintas dikepalanya. Rasanya seperti deja vu.
"apa? apa kau mau mengatakan kalau aku ini jadul?"
Jeongyeon tertawa kecil. "tidak juga, karena sebenarnya ini adalah ide yang sangat bagus. orang yang pertama kali mempunyai ide ini, 'ekhem' pasti orang yang jenius"
Jihyo tertawa. "apa maksudmu? kau berbicara seolah kau adalah orang yang menciptakan album di dunia ini"
Jeongyeon tertawa kecil lalu menyenggol hidung Jihyo dengan jarinya yang membuat Jihyo mengerang. Ia menarik kursi satunya lagi lalu duduk di sebelah Jihyo.
![](https://img.wattpad.com/cover/286512644-288-k981228.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Same but Different | Jeonghyo
FanfictionKetika seseorang yang paling kita cintai meninggalkan kita dengan cara yang paling tidak baik, orang itu pasti tidak akan pernah pergi dalam hati dan pikiran kita. Tapi bagaimana jika suatu hari kita bertemu dengan seseorang yang mirip dengan orang...