1.

10.9K 677 36
                                    

Poto di atas gemes bgt

***

‍‍
"Apasih Kak! Udah aku bilang aku gamau dan ga pernah mau!"

Teriakan Gracia memenuhi rumah besar nan megah. Bukan pertama kalinya gadis manis bergigi gingsul itu berteriak pada kakaknya. Entah itu perdebatan tak penting hingga penting. Masalahnya hanya satu. Ego.

Gracia yang sudah terbiasa hidup sendiri, juga mendapat apapun yang dia mau. Membuat gadis itu tumbuh menjadi anak yang keras kepala. Apa yang muncul dikepalanya, bagi Gracia itu adalah keputusan terbaik. Gracia juga tak peduli itu benar mau salah.

Sang ayah yang selalu sibuk dengan pekerjaan, semakin membuka peluang untuk Gracia menjalani keseharian sesuka hati. Tak peduli efek buruk dari kebiasaannya. Seperti pulang malam, atau bahkan tak pulang sama sekali. Tak peduli dengan nilai, juga suka bolos sekolah.

Gracia yang sudah bahagia dengan hidup bebasnya. Tiba-tiba kedatangan seorang 'kakak' yang suka ngatur.

Shani Indira. Anak kandung dari mama barunya. Si perempuan sempurna yang perfeksionis. Matanya tidak pernah bisa melihat sesuatu yang tak baik. Seperti sesuatu yang melanggar aturan, tak rapi, tak bersih atau lainnya.

Itu yang Gracia benci. Baru beberapa bulan tinggal di rumah ini, Shani sudah menguasai segala hal disini. Dalam bentuk sekecil apapun. Tentunya, karna izin papa Gracia sendiri. Papa kandung Gracia sangat percaya pada Shani. Dan, Gracia benci itu.

"Ge, please. Nurut sekali aja!" Suara Shani terdengar biasa saja. Tapi penuh penekanan seperti biasanya. Si manusia tak ingin dibantah.

Tubuh Gracia luruh ke sofa dibelakangnya. Bersandar lesu disana, wajahnya cemberut tak suka perkataan Shani.

"Aku selalu nurut sama kakak."

Gracia juga benci, si kakak selalu memandanginya sebagai adik yang pembangkang. Padahal dari 100% perintah Shani selama ini, Gracia sudah menuruti sebanyak 85% bagian perintah itu. Itu sesuatu yang bagus bagi Gracia, karna jarang dirinya menuruti kata-kata orang. Bahkan papanya sendiri.

Tapi nyatanya, Shani itu manusia perfeksionis. Ia ingin 100% perintahnya diikuti. Egois memang.

Shani membuang nafasnya kasar. Ini masih pagi, tapi perdebatan sudah terjadi. Sebenarnya perintah Shani ini tak sepenuhnya keinginannya. Ini perintah sang papa tiri, alias papa kandung Gracia. Papa mereka ingin kedua anaknya menghadiri acara bisnis yang berlangsung besok. Sang papa percaya pada Shani untuk membujuk Gracia ikut esok hari. Karna, si tunggal yang kini menjadi bungsu sangat tak menyukai acara bisnis.

Tapi, Shani bukan membujuk. Ia memaksa.

"So, ikut kan?" tanya Shani berkacak pinggang.

"Aku nggak bisa nolak kan?" Gracia enggan. Niatnya mau sekolah sudah hilang, rasanya ingin libur hari ini. Tapi, mustahil Shani mengizinkan. "Kakak bikin aku bad mood pagi-pagi."

Shani terkekeh, ia berjalan menuju dapur. Mempersiapkan sarapan. Gracia ikut dibelakangnya. Gadis itu sudah siap dengan seragam yang rapi. Kalian harus tahu sebelum ada Shani, Gracia tak pernah memakai seragam serapi dan selengkap ini.

"Kamu bikin kakak marah pagi-pagi." Shani masih geli dengan panggilan kakak kedirinya sendiri. Padahal ini sudah berlangsung empat bulan.

"Kakak yang bikin diri kakak sendiri marah-marah."

"Kamu yang bikin diri kamu sendiri bad mood."

Gracia berdecih sebal. "Ngeselin!"

Keduanya sudah di meja makan, duduk di kursi masing-masing. Meja besar nan panjang itu sering diisi hanya oleh mereka berdua. Penambahan anggota keluarga, tak membuat suasana rumah semakin ramai. Kedua orang tua yang sibuk kerja, juga pengurangan pembantu rumah---atas permintaan Shani---malah membuat suasana rumah lebih sepi.

Yang biasanya ada lima pembantu ditambah Gracia, kini hanya Gracia dan Shani.

Hanya mereka berdua.

Shani menyodorkan roti dengan selai kesukaan Gracia, sudah ia oleskan barusan. Menyuruh sang adik untuk memakan sarapan sederhana pagi ini. Tak sempat memasak karna karna perdebatan tadi.

"Roti doang. Nanti di sekolah makan lagi, ya. Beli aja terserah kamu, kek bubur. Biar lebih bertenaga." Shani tersenyum simpul melihat Gracia yang memakan rotinya dalam diam. Mukanya cemberut.

"Gimana mau beli, kalau uang jajan aku kakak potong," protes Gracia.

Shani jengah. "Kakak ngurangin uang kamu Gracia, bukan ngga ngasih kamu uang. Lagian bubur paling lima belas ribuan."

Gracia geleng-geleng. Keduanya bersi-tatap, menandakan tanda-tanda perdebatan akan terjadi. Lagi.

"Kak Shani cantik. Uan—"

"Makasih," potong Shani dengan wajah datarnya.

Gracia berdecih lagi.

"Uang jajan aku sekarang cuma lima puluh rebu. Buat sehari itu kak, please lah. Dikit banget, sekali ke kantin langsung habis."

Gracia si boros. Tak pernah merasa cukup dengan yang ia punya saat ini. Prinsip hidupnya hanya ingin menghabisi duit orang tua. Karna dipikirannya, 'papa nyari duit buat gue. Kalau bukan gue yang ngabisin siapa dong?'

Sebelum Shani datang, sebulan Gracia sanggup menghabiskan uang sekitar sepuluh jutaan. Uang dengan nominal banyak itu lebih dominan dihabiskan untuk berbelanja barang penting maupun tak penting.

Saat Shani mengetahui kebiasaan buruk Gracia yang satu ini. Shani resah. Ia tak mau adiknya itu bersifat semakin boros. Ingin langsung dikurangi uang sakunya, sepertinya itu akan mengejutkan Gracia. Adiknya itu akan tiba-tiba linglung, dan bingung bagaimana menghemat uang. Yang pada akhirnya, Shani mengambil keputusan mengurangi sedikit demi sedikit uang saku sang adik. Terbukti, kini Gracia sedikit tidak boros.

"Itu udah lebih dari cukup. Kamu boros banget, ge."

"Boros dari mananya sih kak. Seriusan deh, itu kurang banget!"

Shani diam. Membiarkan sang adik menggerutu kesal. Karna menurut Shani, yang dia lakukan untuk kebaikan Gracia juga. Menurut Shani, Gracia sangat melenceng dari yang namanya 'prilaku gadis baik'.

***

Untuk kesekian kalinya, Gracia diantar Shani ke sekolah. Bagi Shani, Gracia jika dibiarkan mengendarai kendaraan sendiri. Bukannya ke sekolah, adiknya itu malah akan keluyuran. Alias bolos.

Alhasil, Gracia tak diizinkan mengendarai kendaraan sendiri. Kemana-mana harus diantar Shani juga harus izin Shani.

Mungkin karna bad mood, Gracia tanpa sepatah kata langsung ingin turun dari mobil. Tapi tertahan, tangan dingin Shani menariknya cukup kuat hingga posisi mereka sedikit dekat.

"Gak sopan pergi tanpa pamit gitu."

Harusnya Gracia kaget ketika tiba-tiba Shani mendekatkan diri dan mencium bibirnya. Tapi mengingat hal itu sudah terbiasa dilakukan sang kakak padanya, Gracia hanya diam.

Pertama kali Shani mencium bibirnya, Gracia hampir saja menampar Shani jika kakaknya tak berkata jika itu sudah biasa ia lakukan dinegara kelahirannya. Kedua orang tua Shani asli Indonesia, namun sang anak lahir juga besar di London.

Apa yang kalian harapkan dari kota bebas seperti London? Gracia jadi berfikir pasti Shani sudah mengecap bibir ibunya sendiri. Seketika Gracia ber-eww dalam hati.

Shani pun hanya mengecup singkat sebagai tanda perpisahan mereka. Kembali menjauhkan kepala dan wajahnya terlihat biasa-biasa saja.

HEY GRACIA SUDAH SERING DIKECUP TAPI MASIH SHOCK DAN SHANI BIASA-BIASA SAJA?

sulit dipercaya!

Gracia masih blank, bahkan saat mobil Shani sudah melaju pergi. Dan dia masih berdiri di sana dengan muka bengong!

Ah, Gracia belum terbiasa. Padahal sudah empat bulan.

Di kecup huh? Haha!

SISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang