7.

5.4K 590 41
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


‍‍‍‍‍‍‍‍Dikarenakan hanya ada satu kasur di apartemen Shani, hingga satu kasur harus dibagi untuk tiga orang. Sebenarnya, ada dua kamar disini, tapi isi dikamar satunya sudah Shani buang semua.

Jika Gracia bertanya, "Kenapa dibuang?"

Shani akan menjawab, "Pengen aja."

Feni mengambil posisi di ujung kiri kasur, Shani berada di tengah dan Gracia di kanan.  Feni menghadap Shani, memeluk kakak sepupunya itu dengan erat. Memang sudah menjadi ritual jika Feni ingin tidur, dan Shani juga harus mengusap lembut rambut Feni.

Di ujung kanan. Gracia memunggungi Shani dan Feni, mengambil tempat benar-benar di ujung. Seakan menjauhi dua orang dibelakangnya.

Gracia sedang memainkan ponselnya. Biasanya, Gracia tidak diperbolehkan bermain handphone sebelum tidur. Apalagi kamar gelap karna lampu dimatikan. Feni tak bisa tidur dalam keadaan terang. Lagian siapa peduli, Shani saja dari tadi fokus dengan kenyamanan Feni, tak akan sadar jika Gracia sedang memainkan handphone.

Terus fokus dengan handphone-nya, hingga tak sadar kini sudah tengah malam. Matanya mulai lesu, badannya mulai pegal-pegal---hal biasa yang terjadi jika Gracia begadang---dan mulut yang terus menguap. Tapi, tak ada keinginan untuk tidur sama sekali.

Gracia menegang kala sebuah tangan dengan lembut merengkuhnya dari belakang. Jelas itu Shani. Shani mengambil handphone Gracia dan meletakan di nakas. Kembali Shani memeluk tubuh mungil adiknya.

"Gee." Suara Shani berbisik pelan tepat di telinganya. Nafas hangat Shani menerpa sang telinga, terasa juga bibir tipis Shani di daun telinga. Gracia menegang geli. "Kenapa belum tidur."

Gracia berusaha kembali rileks. Ia sentuh dengan ragu tangan Shani yang sedang memeluknya, mengusap tangan itu. "Pengen aja."

"Kamu kenapa?" Shani mendusel-dusel pada leher putih Gracia.

"Aku? Emangnya aku kenapa?"

Shani menghela nafas. Ia kecup singkat leher adiknya, lalu menuju ke telinga. Bernafas sebentar di sana, membuat Gracia menegang kembali. Tangan Shani mulai mengelus-elus perut Gracia dari luar baju.

"I love you."

Shani berkata dengan pelan, lemah dan lembut.

"Hmm." Gracia.

***

Shani dan seorang pria, duduk di ruangan yang sangat megah. Ruangan kantor pribadi si pria.

Siang ini Shani menyempatkan waktu dari sibuknya pekerjaan di rumah sakit, hanya untuk berjumpa dengan pria ini. Pria berbadan tegap dan berwajah tampan. Dingin dan tegas. Dengan dua preman berkepala plontos di samping kiri-kanan pria itu.

Salah satu preman botak memberikan sebuah map pada bosnya. Dan sang bos meletak map itu di meja.

Ia membuka map sambil berkata pada Shani, "Senang bekerja sama denganmu Shani. Saya tidak tau kalau anak itu dengan mudahnya menurutimu."

SISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang