8

6K 602 39
                                    

Nighttt

***

Dua bulan berlalu begitu cepat. Gracia yang akhirnya memasuki jurusan bisnis---ekonomi---, dan Shani yang mendapatkan 'Hadiahnya'. Gracia yang tak sedikit pun curiga, dan Shani yang dapat menutup dengan kebohongan tanpa cela.

Shani menepati perkataannya yang ingin mengakhiri kerja sama dengan Arya. Tak ingin lebih jauh memanfaatkan Gracia. Ia larut dengan kebingungan yang diciptakan pikirannya sendiri. Tentang hati, hati Shani. Hati Shani yang tertarik dengan Gracia. Adiknya sendiri.

Bohong jika Shani tak mempedulikan status ia dan Gracia sekarang. Bohong jika Shani tak sedikit pun merasa bersalah dengan 'pelecehan' yang sempat ia lakukan dengan Gracia. Bohong jika Shani tak resah dengan  kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. Sikap dan ekspresi Shani tak sedikit pun menggambar 'kan keresahannya.

Sedangkan Gracia sendiri, menjalankan aktifitasnya sebagai mahasiswa. Anin dan Feni juga berada di Universitas yang sama, tentu sudah direncanakan di jauh-jauh hari. Memang, tiga serangkai itu ingin terus bersama.

Interaksi dengan Shani pun, bisa dihitung dengan jari. Semenjak menambah profesi menjadi pemilik rumah sakit, Shani jauh lebih sibuk. Berangkat lebih dini, dan pulang lebih larut. Gracia tak sekali pun ingin menunggu Shani pulang, ia sedikit tidak peduli. Paling hanya menyiapkan sedikit makanan di atas meja untuk Shani makan, lalu ia tinggal tidur begitu saja.

Shani dan Gracia hanya bersama di pagi hari. Kadang pun tidak, jika Shani berangkat lebih pagi. Selain itu, tak ada interaksi apapun. Lama-kelamaan, Gracia sudah biasa tidur tanpa Shani dan bangun tanpa Shani pula.

Di siang hari terik begini, Gracia duduk sendirian di halte. Ia sudah menghubungi Feni untuk menjemputnya, yang sudah selesai dengan aktifitas sebagai mahasiswa. Anin tak masuk kuliah karna sedang sakit, dan Feni tak masuk karna ia sedang di jakarta, baru saja kembali di Bandung beberapa menit lalu.

Gracia merasa tak enak jika harus meminta Feni menjemput. Sahabatnya itu pasti lelah karna baru saja tiba di kota ini, dan harus menjemput Gracia pula. Tapi, mau bagaimana lagi. Ia sudah menunggu angkutan umum sedari tadi. Tapi tak kunjung lewat.

Mau menghubungi Shani? Tak mungkin.

Ia memainkan kakinya di lantai halte. Menunduk menatapi sepatunya yang hari ini berwarna putih-ungu.

Tiba-tiba Gracia merasa hampa.

Gracia merasa kosong.

"Eum, mungkin karna udah lama gak hubungin bonyok."

Tapi nyatanya, sebelum ini Gracia sudah terlalu sering di telantarkan sang ayah. Sudah sering diabaikan keluarga. Tapi, Gracia tak pernah merasakan perasaan asing ini menghampiri.

"Kenapa gue tiba-tiba minat ke bisnis?"

Pertanyaan yang selalu menghantui Gracia. Selama ini, sejauh ini, Gracia anti dengan dunia bisnis. Bahkan hanya untuk menghadiri pestanya saja Gracia enggan. Lagian, Gracia mempunyai bakat dan minat tersendiri. Beberapa hal yang berkaitan dengan seni dan fotografi. Tapi, kenapa tiba-tiba mengambil jurusan ini? Apa karna beberapa kalimat bujukan Shani?

"Kenapa gue jadi keinget kak Shani ya?"

Gracia menggeleng ketika otaknya menyimpulkan akibat kekosongan yang melandanya. Kembali menggeleng lebih keras ketika hatinya tiba-tiba seakan berbisik, mengatakan rindu pada sang kakak tiri.

Gracia tidak. Tidak mungkin dan tidak akan.

Harusnya Gracia senang dengan ketidak-pedulian Shani padanya. Tak ada lagi yang akan dengan seenak jidat mengaturnya, tak ada lagi Shani yang freaky,  tak ada lagi Shani yang misterius. Hanya ada Shani yang sibuk dengan pekerjaannya.

SISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang