☝☝
Kenapa bapak bisa poto sm kapten ka ci Shani yg sempurna😞
IT'S MY DREAM! NOT YOU! MY DREAM PAK! HIKS😭
***
"Gue gabisa, Nin. Lo tau kan Kak Shani gimana?"
Gracia kesal. Mengusak rambutnya sendiri.
"Oke, oke. Dari cerita lo, yang namanya Kak Shani itu orangnya mengerikan. Tapi please, kali ini aja ikut hang out bareng kita."
"Tapi sumpah Anin ga bisa. Gue ga akan di bolehin."
"Kenapa ga kabur aja? ga usah bilang dia lah, ribet banget," ucapan Feni benar juga. Gracia memang tak pernah mencoba kabur dari 'Kak Shani' jadi, kenapa ga coba aja.
"Tapi gimana kalau ketahuan?" Gracia masih resah. Kita tidak bisa meremehkan Shani dan koneksinya.
"Matiin hp lo, ganti baju pake baju gue. Masalah bayar, tenang! Pake duit Feni kok." Anin semangat empat lapan. Mengangkat kepalan tangan ke udara. "Peni banyak duit lohhh. Dia udah jadi rich aunty gala," katanya bercanda namun garing.
"Anj lo!" Feni dengan kekesalan yang hanya bisa diungkapkan oleh dua kata.
***
Mereka sedang makan setelah puas berbelanja. Tertawa lepas ketika membicarakan suatu hal lucu.
"Gracia."
Rendah, pelan, di tekan. Suara itu sontak membuat merinding ketiganya. Padahal Anin dan Feni baru pertama kali mendengar suara itu.
Shani di sana dengan stelan kerjanya. Jas putih panjang yang menambah aura wibawa. Dan juga kadar cantiknya. Tapi, mimik wajah bidadari itu kini tampak tak bersahabat.
"Jangan meremehkan Shani dan koneksinya." Satu gadis lain yang menyertai Shani. Tersenyum manis dibalik wajah cantiknya. Senyum mengerikan.
Setelahnya mereka hanya bisa memandangi Shani yang menarik Gracia keluar restoran.
Shani membawa dua teman. Temannya yang berwajah tegas dan berbadan lumayan tinggi kini bersuara. "Dan jangan pernah membuat Shani marah."
Jinan dan Cindy. Dua orang yang sudah terbiasa dengan kemarahan Shani. Tapi masih merasa ngeri.
***
"KAK SAKIT! AHKK STOP!"
Si kakak mencengkram pipi adiknya. Ia sudah gelap mata. Kemarahan sudah menguasai, hingga hilang kendali.
Plak!
"Sakitt!"
Gracia sudah menangis. Bahkan sejak Shani menghempaskan tubuhnya ke mobil tadi.
Shani benar-benar kasar. Dan ... kuat.
"Saya dokter bedah, lho. Mau saya keluarin organ tubuh kamu sekarang, huh?"
Gracia menggeleng keras. Tentu, dengan air mata yang terus lancar mengalir.
Gracia sudah tau, Shani orang yang kasar. Minim rasa kasihan yang membuat Gracia takut membantah. Seumur hidupnya, hanya Shani yang berani main tangan dengannya.
Hanya Shani yang bisa membuatnya menjadi 'gadis baik'
"Shan, stop!"
Jinan datang dari belakang dan langsung menarik tubuh Shani, menjauhi sang adik. Sedangkan Cindy sigap menarik Gracia dalam rengkuhan. Melontarkan kalimat penenang juga elusan di punggung.
Shani di sana, berada dengan jarak cukup jauh dari Gracia dan Cindy. Terlibat perdebatan keras dengan Jinan. Matanya tak luput sesekali melirik sang adik, yang masih menangis pilu di pelukan sahabatnya.
Jinan memijat kepala. "Parah lo, Shan. Lo sendiri yang bilang kalian bakalan ke pesta nanti malam. Tapi, lo malah ngehajar dia. Gila lo!"
Jinan tampak frustasi dengan ekspresi Shani yang masih sangat datar. Tak ada sedikit pun raut khawatir atau pun takut jika papa Gracia tahu anaknya dipukuli.
"Gue cuma." Suara Shani tercekat sejenak. Menggantung di tenggorokan, dengan mata yang melirik Gracia. Gadis mungil itu sudah tampak sedikit tenang. Masih nyaman dalam pelukan Cindy. "Gue cuma ngedidik dia."
"TAPI GA GINI CARANYA, SHAN!" Jinan berteriak keras, bahkan suaranya bergema di rumah megah itu. Urat-urat lehernya menyembul. Pertanda geram dengan sang lawan bicara.
Cindy mendelik pada Jinan. Meletakkan telunjuk pada bibir pertanda Jinan harus berbicara lebih pelan. Sebab tadi, Gracia sempat menegang mendengar teriakan Jinan.
Shani bukan psycho, ia hanya sedikit lebih kejam dari manusia biasanya. Sedikit lebih minim rasa kasihan di hatinya.
Tentu, semua itu ada sebabnya.
Masa lalu, dimana ia tumbuh besar. Seberapa keras didikan masa remajanya. Seberapa gila ia diperlukan dengan dalih, 'mendidik.'
Gracia. Bukan orang pertama yang Shani perlakukan tak baik. Dengan alasan ... Mendidik.
***
"Dia udah tidur," bisik Cindy ketika Shani mendekat. Sudah selesai dengan berdebat dengan Jinan. "Mungkin kecapean."
Shani berdehem. Sejenak ia perhatikan wajah damai sang adik yang terlelap nyenyak dalam tidur. Pipi gembul itu tampak memerah bekas tamparan. Bibir tipis itu terdapat darah yang sudah mengering.
Namun, tetap. Tak ada raut sesal maupun kasihan disana.
Shani mengambil alih tubuh adiknya, membenarkan letak pada dekapan lalu menggendong. Shani letak tubuh mungil itu pada kasur dikamarnya. Menarik selimut hingga dada.
Sekali lagi. Diperhatikannya wajah itu.
Kali ini lebih lama. Lebih dalam, dengan tatapan lebih berarti.
***
Ga baca ulang, keanya banyak typo. Kalau ada koreksi aja
KAMU SEDANG MEMBACA
SIST
RomanceShania Gracia kedatangan anggota keluarga baru. Lebih tua darinya. Kakak baru, kehidupan baru. Shani Indira. dengan segala keajaibannya. *** "Stop ngatur gue!" Gracia berucap dengan lantang. Ada raut keputus-asaan di sela-sela ia mengambil nafas. Me...