9.

5.7K 469 51
                                    

‍‍‍‍‍‍‍‍‍‍Gracia tengah menikmati makanannya di kantin rumah sakit. Jika kalian bertanya apakah Gracia tidak kenyang makan berdua dengan Shani tadi? Jawabannya tentu tidak. Porsi makanan yang kurang banyak, itupun harus kembali dibagi dua dengan Shani. Perut Gracia merasa sangat kurang.

Lagian, Shani kembali melaksanakan operasinya. Kata Shani, ini operasi terakhir hari ini. Dan setelahnya mereka akan pulang.

Kantin sedang ramai, mungkin karna sudah waktunya makan malam. Rencana Gracia ia akan mengelilingi rumah sakit ini setelah selesai makan.

Halah, gaya. Pergi ke kantin saja harus diantar Jinan. Takut tersesat ke kamar mayat katanya.

"Gre? Gracia?" suara seorang lelaki memanggil Gracia. Terpaksa Gracia mengalihkan fokusnya dari sang makanan.

Keningnya berkerut. "Kak Lim?"

Kedua kalinya ia bertemu dengan kakak tingkatnya hari ini. Jika terakhir kali Gracia melihat Lim, penampilannya agak berantakan dan wajah lesu. Kini penampilan lelaki itu sangat berantakan dan sangat-sangat lesu. Ekspresi lelah menghiasi tiap garis wajahnya.

"Kak Lim kok disini? Kenapa? Ah, sini duduk-duduk." Gracia sigap memberi tawaran duduk. Kasihan juga melihat keadaan kakak tingkatnya ini. Pasti membutuhkan asupan hidup. Alias makan dan minum.

"Kakak mau makan, mau makan apa?" tanya Gracia ketika Lim dengan letihnya menjatuhkan diri di kursi sampingnya.

Lim menggeleng. Melipat tangan di meja dan menenggelamkan kepalanya disana. Gracia bingung sendiri. Tapi ia memilih lanjut makan. Mungkin Kak Lim butuh ketenangan dulu, pikirnya.

"Papaku kena serangan jantung, Gre."

Setelah hening yang panjang, bahkan Gracia sudah menghabiskan makannya juga minumnya. Lim memalingkan wajah ke Gracia, namun dengan posisi yang masih sama.

"Hah? Oh, semoga cepat sembuh ya Kak. Kakak yang kuat," Gracia mencoba menyemangati dengan mengelus punggung Lim.

Gracia agak bingung harus merespon apa. Yang bisa ia lakukan hanyalah memberi semangat lewat kata-kata, setidaknya untuk sekedar memberi tahu bahwa Gracia ikut bersimpati.

***

"Cieilah. Makin kesana makin kesini aja lo diliat-liat."

Godaan tak jelas dari Anin menjadi pengisi jam istirahatnya di siang yang tak indah ini. Mereka sudah janjian untuk bertemu di cafe terdekat kampus. Tak ada hal serius yang akan mereka lakukan atau untuk dibahas. Kalau kata Anin, "Sekedar menghibur diri dari hiruk pikuk kehidupan yang semakin lama semakin semakin."

Seperti biasa. Bukan Gracia namanya kalau gak telat janjian. Dia datang setengah jam dari waktu yang sudah ditentukan. Feni sudah memaklumi salah satu dari banyaknya kekurangan sahabatnya ini. Anin pun begitu, ya walaupun masih ada benih-benih kesal dalam hatinya.

"Gajelas banget lo, tod," katanya melirik sinis. Jangan heran dengan tingkah Gracia jika sudah bertemu teman-temannya. Kayak kerasukan reog.

Feni bersandar pada kursinya. Melipat tangan pada dada. Ada yang aneh dari tatapan gadis ini, seakan mengatakan Gracia harus waspada.

"Gue liat-liat, makin kece aja nih style lo."

Wah, ini mah harus waspada kuadrat. Jangan tertipu dengan mulut manis Feni itu.

"Keinget dulu, lo make baju udah kayak cosplay anggur."

"BHAHAHHAHAHHAHAH."

Anin sialan, kata Gracia. Jujur aja, lebih malu dengan ketawa Anin dari pada ledekan Feni barusan. Sumpah ya, Anin ini makin hari makin ga beres.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SISTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang