Silver Silver World

55 9 0
                                    

Kilatan perak ada di mana-mana, itu memantulkan cahaya matahari ke sembarang arah, menyilaukan tetapi hangat, begitu yang tertulis di buku fiksi mengenai suatu abad di masa depan. Keindahan futuristik termuat dengan apik pada buku yang ditulis ratusan tahun lalu sebagai sebuah fiksi bayangan di masa depan. Namun, akankah rasa yang ia bayangkan saat itu sama seperti yang aku bayangkan saat ini?

Dentingan langkah kaki entah masih bisa disebut tanah atau tidak lagi ini begitu memuakkan. Syukurlah manusia--setengah mati--bisa berevolusi dan menerima keanehan sekitar. Sebenarnya aku tidak peduli dengan sekitar atau apa yang disebut dengan alam. Aku hanya memikirkan apa yang kupedulikan. Hidupku dan orang penting bagiku. Gara-gara alam, mereka merenggutnya satu-persatu. Harusnya evolusi manusia juga membuat kami makin kebal dan kuat tetapi nyatanya .... Melewati umur kepala tiga adalah sebuah keajaiban. Evolusi berjalan lambat sekali padahal populasi manusia pun juga makin menipis—dan berkat itu para elit global makin meluaskan sayapnya menguasai daerah yang masih suci—yah ini karena untuk bertahan hidup saja harus berjuang mati-matian mempertahankan kemanusian. Bagaimana tidak? Manusia silver yang beratus tahunan lalu hanyalah pengemis biasa kini telah hampir menjadi bagian dari kami semua. Menjadi manusia silver betulan yang hanya diam menunggu waktu agar uang atau ajal menjemput. Lalu apa bedanya dengan kematian? Para manusia itu harus membisu, membatu.

"Kau sedang apa, jangan terlalu lama di luar, kau tahu tingkat racun logam berat hari ini agak tinggi kau harus segera masuk ke ruangan," kata seseorang yang menyenggolku saat tengah terdiam memperhatikan sepatuku yang rupanya sudah mulai mengilat karena teracuni jalanan. "Aku akan jadi manusia silver saja," kataku putus asa.

"Ada orang penting di hidupmu yang menjadi manusia silver?" tanya wanita itu tanpa basa-basi sambil menarikku terus berjalan dan kami memasuki kereta yang sangat lenggang dan mensterilkan diri di dalamnya.

"Ya, pacarku. Dia menjadi manusia siver yang meminta hatiku. Dan aku siap memberikan itu padanya." Wanita asing yang mengajakku mengobrol meringis pedih.

"Kau tidak boleh begitu, kau harus tetap hidup. Masih ada kesempatan untuknya.... mungkin pulih." Ada jeda di kalimatnya, aku tahu itu hanyalah bualan manis yang dilontarkan untuk menghibur orang.

"Kau mau mendengar apa yang terjadi?" tawarku.

"Boleh, bila kau tidak keberatan. Lagipula lima menit waktuku untuk sampai ke kantor hari ini sepertinya cukup untuk mendengar kisahmu."

"Kami piknik di area suci setelah melewati berbagai tes yang menyatakan kami bersih dan tidak teracuni logam berat kecuali darah kami saja."

"Wah, tempat yang mahal sekali. Apa ada rencana khusus?"

"Aku akan dilamar."

Dia terdiam dan aku melanjutkan cerita momen-momen bahagiaku padanya.

"Aku menangis bahagia."

"Lalu?"

"Terjatuh tidur dalam pangkuannya...."

Aku mulai tidak kuasa menahan diri.

"Manusia mempunyai besi di darahnya, dan darahnya membeku karena menahanku dalam pangkuannya berjam-jam."

"Ah...," kata wanita itu, dan ia memegangi bahuku turut berduka. Ia sudah pasti tahu kelanjutan dari kisahku ini.

"Aku ingin jadi sepertinya saja, aku masih ingat betuldia tidak langut memerak, tapi pucat terlebih dahulu dan mengucapkan salam perpisahan gila."

Wanita itu menggeleng. "Kita harus tetap hidup, mungkin saja suatu saat ada harapan!" katanya menyemangatiku. Aku pun hanya menggeleng dan memintanya menceritakan suatu cerita yang siapa tahu membuatku merasa lebih baik.

"Aku seorang ilmuwan dari divisi makhluk hidup."

"Aku yang memberikan vaksin untuk membuat semua manusia berevolusi tahan dengan lingkungan kita ini dengan meningkatkan kadar logam di darah agar kita semua sedikit kebal."

Aku membulatkan mataku. Napasku agak memburu.

"Tetapi, jujur saja aku tidak menyangka ini membuat kita menjadi manusia silver." Dia menghela napas.

"Namun, setidaknya kalian hidup kan berkat aku?" Dia terlihat mencoba menyemangati dirinya sendiri.

Aku yang berdiri di sampingnya hanya terdiam dan memikirkan kalau aku hanyalah seseorang yang peduli padaku sendiri dan orang yang kusayangi, mendengarnya berkata barusan membuat sesuatu yang berada di tasku berkedut. Sesuatu yang akan kugunakan di tempat tujuanku hari ini. Laboratorium divisi makhluk hidup.

Kuambil secara perlahan barang itu dengan tangan kiri dan memegang lembut tangan wanita itu dengan tangan kanan. "Bagaimana kalau kau mencobanya?" kuiris tanganku dan membuatnya memuncratkan darah merah mengkilat untuk mengenai tubuhnya.

"Manusia silver itu diam! Mereka membeku! sama saja dengan mati! Saat jantung mereka berhenti mereka bahkan tidak bisa mendapatkan pemakaman layak di tanah! mereka harus dibakar dan abunya tidak bisa diberikan sembarangan!"

"Kau akan menyesali ini... Padahal aku ke kantor karena akan mempresentasikan hasil penelitian finalku tentang remediasi manusia silver." Dia berusaha mengelap tangannya yang terkena darahku, tetapi ia tahu sesuatu. Hasilnya nihil. Ini memang karena jumlah darah yang mengenai dirinya di luar batas yang bisa ditolerir berdasarkan penelitian yang diakui pemerintah—sebisa mungkin manusia tidak boleh berdarah dan mengeluarkan darah hingga mengenai orang lain.

"Kalau kau marah, harusnya kau marah pada manusia-manusia yang telah membuat alam kita seperti ini...."

Dia perlahan berwarna kelabu, mulai dari tangan yang terkena dahulu hingga bagian badan atas. bersamaan denganku yang sudah berdiri mengkaku dan sisa kepalaku di akhir.

GenFest 2021: Sci-FiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang