PART 5

509 48 8
                                    

Sakura melangkahkan kakinya menuju Cafe tempat Ia bekerja dengan susah payah. Sakura datang lebih pagi dari biasanya, agar penampilannya tidak menjadi pusat perhatian orang banyak. Langkahnya sedikit terseok-seok hingga membuatnya meringis pelan. Sakura mendesah panjang ketika ia melihat wajahnya di depan cermin. Wajahnya terlihat sangat kacau. Dahi dan pipinya terlihat lebam dan memar-memar. Sakura membasuh wajahnya walaupun ia merasakan perih di seluruh permukaan kulit wajahnya.

Sakura meringis lagi. Ia ingin sekali menangis saat ini, tapi tidak ia lakukan. Itu akan membuat wajahnya tambah bengkak dan keliatan lebih kacau.

"Ah-" Sakura mengernyit kesakitan ketika ia menyentuh area punggung dan belakang kepalanya. Sakura ingat bagaimana ia memang sengaja mengarahkan ayahnya memukul dan menendangnya pada bagian itu karena ia refleks melindungi perutnya dengan kedua tangan dan punggungnya. Apakah itu adalah refleks seorang ibu?

Sakura tersenyum kecil sambil menggelengkan kepalanya pelan.
Sepertinya, ia terlalu banyak membaca cerita fantasi. Walaupun Sakura sudah melakukannya dengan Sasuke, kemungkinannya hamil hampir 0%.
Sakura sudah beberapa kali membeli alat tes kehamilan selama seminggu terakhir dan hasilnya selalu negatif. Jadi tidak mungkin tiba-tiba ada bayi yang hidup di dalam perutnya.

"Selamat pagi, Oh Sakura .. kau datang pagi sekali hari ini!" Hikari tampak kaget ketika ia melihat Sakura di depan cermin wastafel.

Sakura tersenyum canggung. Lalu dengan gerakan canggung ia mengambil make up punch di balik bilik staff dan buru-buru menggunakan foundation pada wajahnya.

"Kau dipukuli lagi oleh ayahmu?" 

Sakura hanya mengangguk dan tersenyum. Fakta jika ia dianiaya oleh ayahnya bukan merupakan rahasia. Tapi kali ini keadaannya lebih kacau dari biasanya, hingga sakura merasa sangat malu jika orang lain mengetahuinya. Seluruh wajahnya lebam, kaki kananya memar parah dan seluruh tubuhnya terasa sakit setiap ia bernafas. "Dia hanya lebih mabuk dari biasanya."

"Kau tidak bisa hidup seperti itu terus, Sakura!" Hikaru menyambar celemeknya dan menatap Sakura dengan tatapan sinis. "Kau tahu, jika manager sudah mengeluhkan kinerjamu yang buruk akhir-akhir ini? Kau selalu izin istirahat lebih awal setelah dipukuli. Kau pikir hanya kau yang menderita karena pekerjaan ini?"

Sakura menunduk. Ia tidak memiliki kepercayaan diri untuk menatap Hikari saat ini. "Maafkan aku... Aku tidak tahu jika keadaanku begitu menyusahkan kalian."

"Tentu saja kau menyusahkan! Kau harus segera melaporkan ayahmu ke polisi. sakura.." Hikari menggantung kata-katanya, sambil berlalu dan sengaja menabrakkan bahunya kearah Sakura.  "Atau Kau berhenti saja bekerja di sini. Aku muak jika terus dipanggil untuk menggantikanmu ketika kau harus meminta izin beristirahat."

****

Hari ini pengunjung Cafe lebih ramai dari biasanya. Banyak siswa duduk bergerombol sambil membawa buku-buku mereka, sementara antrean pada meja kasir semakin panjang. Kebetulan Sakura bertugas untuk mengantarkan pesanan pada meja-meja customer, Hikari sepertinya menyerah untuk menceramahinya dan membiarkannya mengambil alih pekerjaan itu sementara ia berdiri di meja kasir seorang diri. 

Manager mereka baru akan datang setelah jam makan siang selesai. Itu berarti mereka masih harus bekerja 2 jam lagi sebelum diperbolehkan istirahat. 

"Apa kau kelelahan? ingin ganti posisi denganku?" Hikari bertanya pada Sakura yang sejak tadi terlihat pucat dan berkeringat. 

Sakura menggeleng pelan. "Aku tidak apa-apa. Terimakasih atas perhatianmu." 

Ia tidak ingin lebamnya terlihat jelas di depan pelanggan, itulah alasannya menyetujui pembagian posisi ini. Sakura tidak ingin merusak suasana di tempat kerjanya. Walau bagaimana pun Hikari sudah sangat baik tidak mengadu ke pihak management tentang keadaannya. 

"Pesanan meja 4!" Sakura terus berusaha tersenyum ceria ketika membawa minuman soda berwarna merah ke arah pelanggan. Para siswi yang memesan minuman itu tersenyum ketika menyambutnya.

'Jangan pingsan, aku mohon bertahanlah' Sakura merasakan sekujur tubuhnya gemetar. Ia sudah menahan rasa sakitnya terlalu lama. Kaki, punggung, kepala, rasanya tidak ada satupun bagian tubuhnya yang terasa benar. 

"Nona, kau baik-baik saja? kau kelihatan tidak sehat." salah satu siswi yang dari tadi memperhatikannya, menatapnya cemas. 

Sakura hanya menggeleng dan mencoba tersenyum. Tapi ketika tangannya bergerak untuk memindahkan minuman itu, mendadak kesadarannya menghilang. 

Pandangannya mengabur.

Gelap.

Hanya terdengar sayup-sayup teriakan panik dari orang-orang di sekelilingnya.

Please Let Me Bear Your ChildTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang