......
Kalian pernah dengar kalimat ini? Bahwa orang jahat adalah orang baik yang tersakiti. But, to be honest, Im not devil. Aku bukan orang jahat jika kalian menganggap begitu. Apa yang tengah terjadi dan aku lakukan sekarang hanyalah bisnis win-win solution. Seorang pria yang butuh cinta dan tubuh cantik datang padaku yang tidak butuh cinta dan butuh uang. Bukankah kita saling mengisi? Memberi satu sama lain. He get love, seperti yang dia harapkan. And I get money. Adil.
Orang lain tidak akan mengerti itu sampai mengerti konsep berfikir ku.
Lagi pula apa sih cinta itu? Hanyalah kalimat fiktif buatan penulis novel romansa. Pada akhirnya kalian hanya akan mencintai diri sendiri. Dan melukai orang lain yang kalian perbudak dengan mengatas namakan perasaan fatamorgana bernama cinta.Aku bukan bicara sembarangan. Aku menyaksikan sendiri. Bagaimana perasaan astral itu merenggut tempat yang ku sebut rumah. Merenggut kewarasan perempuan yang ku panggil Mama.
Saat umurku enam tahun. Disaat aku sudah mengerti banyak hal. Disaat aku baru saja mengenakan seragam SD yang melambangkan betapa lugunya gadis kecil ini yang berharap hidup tenang dan bahagia dengan ayah ibu mereka, harus menyaksikan betapa cinta adalah kalimat mitologi yang membawa tulah. Jangan bersentuhan dengannya jika ingin hidup tenang.
Mama telah menikahi pria yang salah. Papaku. Pria yang dicintainya setengah mati. Yang membuatnya setengah hidup saat ditinggalkan.
Papaku bukan pria baik. Dia brengsek. Melukai, menganiaya, menyabotase, dan memanfaatkan Mama seperti benalu yang menghisap sari-sari kehidupan mahluk lain. Papaku si gila judi dan alkoholik.
Mama banting tulang setiap hari. Dia bekerja sebagai pedagang sembako dipasar dekat rumah kami. Dengan penghasilan yang sebenarnya cukup jika tidak perlu ada pengeluaran tambahan judi dan alkohol. Menyekolahkan aku, anak semata wayangnya. Dan menghidupi laki-laki kesayangannya yang tidak kelihatan menyayanginya kembali.
Suatu hari Papa bertemu Tante kaya raya yang selalu membawakanku macam-macam jajanan saat Mama bekerja. Tante itu harusnya ku panggil nenek. Kelihatannya usianya tidak jauh beda dengan Ibu Mama ku.
Si Tante ini sering berkunjung. Karena Mamaku selalu pulang malam hari maka dia tidak tahu apa yang terjadi dirumahnya. Sedangkan aku yang pulang kerumah setiap siang setelah sekolah akan mendapati si Tante yang mengantar Papa pulang dengan mobil mewahnya. Dan selalu mencium Papa di bibir sebelum akhirnya memberiku uang jajan. Yang sekarang aku mengerti itu uang tutup mulut. Dan Mama yang selalu lelah tidak pernah berbicara panjang lebar padaku. Papa akan tidur saat Mama sudah dirumah. Kami hanya selalu makan berdua.
Mungkin Mama mulai menyadari perubahan Papa. Dimana Papa tidak pernah lagi membanting perabotan saat marah tidak diberikan uang untuk judi atau membeli alkohol. Dan Papa selalu punya hari-hari tertentu dimana dia tidak pulang kerumah selama beberapa hari.
Tapi wanita itu tidak tahu apa yang terjadi. Dia mengira Papa sedang bekerja diluar sana. Mulai mengumpulkan uang untuk dirinya sendiri. Dan memberiku uang jajan kadang-kadang. Tapi Mama tahu, itu bukan pekerjaan yang baik. Pernah suatu kali Mama bertanya padaku saat makan malam, "Na, apa pernah Papa bawa pulang sesuatu kaya bubuk-bubukan gitu?" Aku menggeleng. Tentu saja tidak pernah. Yang di bawa pulangnya justru seonggok manusia menor yang selalu pakai lipstik merah mencolok di atas bibir dower silikonnya.
Jadi Mama kira Papa jadi kurir Narkoba. Kasihan sekali wanita malang itu. Tapi aku tidak pernah cukup mengerti bahwa itu masalah. Saat itu menurutku dengan tidak pernah lagi Papa dan Mama bertengkar dirumah itu berarti si Tante keriput itu membawa dampak baik. Setidaknya sampai suatu hari Mama tahu permainan kotor mereka.
Saat itu aku tidak ke sekolah. Aku sakit demam. Papa tidak pulang kerumah selama seminggu. Aku tahu dia menemani si Tante di suatu tempat. Papa tidak pernah isin pada Mama saat akan pergi, jadi Mama pun tidak tahu Papa kemana.
Pukul sepuluh pagi Mama pulang kerumah. Membawakanku sarapan sekaligus mengecek keadaanku. Dan Papa yang tidak tahu Mama ada dirumah baru saja pulang di antar Tante itu. Mama yang mendegar suara dari ruangan depan keluar dari kamarku dan mengecek. Dan selebihnya aku hanya mendegar suara-suara teriakan dari ruangan depan. Aku tidak berani keluar untuk melihat. Entah siapa memukul siapa. Mama menjerit berkali-kali. Mungkin saja dia melihat Papa dan Tante berciuman seperti yang selalu ku saksikan.
Dan begitu saja. Papa pergi dari rumah bersama si Tante. Dan Mama menangis setiap hari. Membuat tubuh kurusnya makin kurus. Wajahnya pucat. Seperti manekin yang hidup.
Aku tidak pernah mengerti mengapa Mama sebegitu terpukulnya ditinggalkan manusia yang selama ini selalu menjadi parasit baginya. Mengapa dia menangisi laki-laki yang hanya menyusahkan pikirannya. Mengapa dia meratap untuk hilangnya satu malapetaka yang selama ini merusak hidupnya. Dan itulah cinta konyol yang di agung-agungkan manusia. Perasaan yang tidak lebih dari virus jahat yang merusak kehidupan. Dan Mamaku berakhir begitu saja. Meninggal karena macam-macam penyakit yang di deritanya dalam masa-masa berkabung setelah kepergian Papa.
Dan aku gadis kecil satu-satunya. Korban dari pernikahan brengsek itu harus menanggung semuanya. Hidup dari rumah-rumah kerabat Mama. Dari saudara Mama yang satu berpindah ke yang lainnya. Dari Adiknya yang satu ke Adiknya yang lain. Dan sampailah aku di rumah yang ku beli dengan membisniskan cinta yang di agungkan Mamaku.
Beginilah jadinya. Aku memutuskan untuk tidak menjadi seperti Mama. Aku tidak percaya cinta sama sekali. Dan membenci pernikahan dan anak-anak. Untuk apa mereka dilahirkan jika hanya akan menjadi pengikat bagi orang tuanya agar tetap bersama. Bahkan disaat orang tuanya sudah saling menyakiti.
Sampai kini aku tidak tahu Papa dimana. Mungkin dia masih ada diluar sana. Tidur dengan banyak Tante keriput lainnya. Atau mungkin dia sudah jadi pria renta yang merindukan keluargannya.
Entahlah. Aku tidak memiliki kaitan lagi dengannya. Mungkin kami sedarah. Tapi aku bukan keluargannya. Keluargaku cuman Mama yang malang. Yang memeluk cintanya hingga nafasnya terhenti.
*****
KAMU SEDANG MEMBACA
Selling My Love [On Going]
General FictionKehidupan seorang wanita yang menjadikan cinta sebagai bisnis dan kekasih sebagai profesi. ..... Jika kamu membacanya suatu waktu, bantu vote yah 😍