Harus Ada yang dikorbankan?

2 0 0
                                    

setelah keputusan semalam, delisa tidak lagi setoran seperti biasa. namun tika yang membawa speaker tahfidz berinisiatif untuk memberikan kepada delisa agar bisa memasak dengan sambil mendengarkan murotal juz yang sedang dihafalnya. delisa dikenal dengan masakan yang paling enak karena memang dia sudah terbiasa dengan dapur semenjak smp, selain itu delisa memang bisa dibilang hafalannya paling kurang dibanding dengan kita semua, lebih cocok untuk tahsin dlu sebelum menghafal,  namun sifatnya yang  kontras antara kerja keras dan penurut mungkin mulai berontak didalam hatinya sendiri.

seminggu berlalu, kami para santri merasa aman dengan hafalan masing-masing. namun ternyata ada yang terbebani atau sedang bertengkar dengan hatinya sendiri. saat aku sedang menghafal di kamar, delisa juga di kamar dan melihatku dengan wajah sayu. aku hanya tersenyum. dia balas senyum lalu menutup matanya dengan kedua tangannya. akupun sontak kaget dan mendekatinya.

"loh delisa nangis? ehh kenapa? sakit?" tanyaku sambil mengelus pundaknya.

dia masih hanyut dalam tangisnyaa. aku hanya bisa mengelus pundaknya, rambutnya dan sesekali memeluknya. ia pun reda dan mulai mengangkat kepalanya.

"udah kak vio ngafalin aja, ntar kan setoran"

"ihh kamu gpp? delisa kenapa? capek ya masakin buat kita semua?"

air matanya seperti mengembang kembali di matanya. dengan sigap aku segera memeluknya kembali. dan aku ambilkan air segera ku tawarkan ia minum dengan berharap bisa mengurangi sesak dihatinya. dan ia pun mulai cerita

"kak vio, aku tuh emang orang susah, dari dlu sekolah aja suka dibayarin sama orang, dan pasti aku diperlakukan kaya gini, aku dlu tinggal di rumah orang dan dibayarin sekolahnya tapi aku diminta ngerjain tugas anaknya, masak dan nyuci baju sebelum aku berangkat sekolah kak" terdiam dan meneruskan tangisnya, lagi lagi aku hanya bisa mengusap pundaknya saja

"dan sekarang, aku tau aku paling jelek hafalannya dibanding kaka dan semuanya yang ada disini, tapi aku juga mau ngafal kaya kalian, aku gabisa nolak karena aku dinasehatin ustadzah permata karena memang harus ada yang dikorbankan, dan pahala masak buat para penghafal al-quran juga besar dan mulia, tapi satu sisi aku ngerasa sedih karena inget dulu aku diperlakukan kaya babu kak vioooo" dia melanjutkan tangisnya. sambil mengelus aku memberikan sedikit kata-kata

"ihh vio faham delisa sedih, delisa inget dari dulu kenapa kaya gini terus ya? vio faham cup cup cup, tapi kata-kata ustadzah permata ada benernya juga, kan delisa juga udah di kasih speaker murotal kan sama tika, mendengarkan orang yang membaca al-quran kan pahalanya juga sama kan sama kaya yang baca, kalo menurut vio mah pahalanya malah banyak delisa dari pada kita semua, kenapa? delisa lebih sering denger murotal, lebih sering ngulang-ngulang ayatnya biar hafal juga kan? iyaa pasti sedih vio faham, tapi vio mah cuma bisa kasih saran aja nih yaa. delisa buat jadwal aja, kan kalo masak ga full seharian kan, kalo mau ngolahin masakan jam berapa nih? ntar jam deket makan tinggal masaknya aja. terus jam berapa nih mau ngafal. gitu aja"

"iyaa kak vio bener juga yaa, makasih ya kak. aku sudah agak tenangan. terima kasih udah dengerin omongan aku ya kak" 

"iya sayang, udah yaa jangan nangis lagi" 

dia hanya tersenyum.

****

hari-hari berlalu. entah ada angin apa saat kami berkumpul seperti biasa Ustadzah Permata tiba-tiba marah ditengah-tengah kita sharing dan sedang senda gurau. 

"ana mau nanya deh ke delisa, kayanya ustadzah denger deh kamu lagi ngafalin ya? bukannya ustadzah udah bilang fokus aja dlu ke masak, nanti ada waktunya kamu buat ngafalin!" nadanya seperti sedikt membentak

deg, aku ikut merasa bersalah karena aku yang memberikan saran ke delisa untuk mengatur waktu dengan baik dan bisa mencuri waktu untuk menghafal al-quran atau sekedar murojaah. sehingga membuatku mengangkat suara 

"emang kenapa us? kalo kata vio mah gpp selama dia ga mengabaikan tugas utamanya buat masakin kita semua. toh selama ini juga kita ga pernah telat makan kan, selalu sesuai jam makan. apalagi kadang delisa suka buatin cemilan juga, kita di buatin cireng kadang. kata vio mah yaa ngga apa apa us" belaku untuk delisa

"anti ga faham vio, ada sesuatu yang ana minta kenapa harus dibantah. ana udah sampaikan ke delisa kok" 

dan yang lain pun ikut mengeluarkan pendapatnya dan membela delisa, cuma terlihat delisa seperti menahan kami agar diam saja. ustadzah permata juga hanya diam mendengarkan pendapat kami. 

"yaudah terserah kalian mau berpendapat apa, tapi ana juga pasti doain delisa supaya bisa menjadi hafidzoh walau gatau kapan. dan sekarang ana cuma minta delisa buat nurutin dan ta'dzim sama ana, sebagai ustadzahnya"

yaa kami pun diam. 

setelah itu delisa mengawali untuk meminta maaf ke ustadzah permata, kami pun ikut minta maaf karena delisa sendiri juga yang kami anggap sebagai korban juga sudah meminta maaf. 


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 24, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ku Ingin Menjadi Keluarga-MuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang