7

1.4K 138 9
                                    

Haechan masih menebak-nebak, apakah perasaannya tidak bertepuk sebelah tangan?

Ia bertopang dagu sambil mengamati Mark yang ada di panggung, bermain gitar, mengiringi suara Minjeong untuk mengisi suasana cafe Sabtu malam itu.

Setelah berkeliling selama siang menuju sore hari itu di sekeliling taman, Mark harus kembali lagi bekerja di sebuah Cafe menjadi pengisi acara. Ya tidak setiap minggu, sih. Tapi kali ini gilirannya. Haechan merengek minta ikut, jadi Mark membiarkan gadis itu duduk di salah satu sudut meja sambil menikmati jus jeruknya.

Minjeong mengerjap kala menyadari Haechan ada di sana.

"Senior beneran pacaran sama Haechan?" tanya Minjeong.

"Uh? Nggak. Kami gak pacaran," jawab Mark.

Dahi Minjeong mengerut. Dia bolak balik menatap Mark dan Haechan. "Pacaran juga tidak apa-apa kok, Senior. Kan sama-sama single," ledeknya.

Mark memutar mata. "Sana nyanyi!"

Minjeong terkekeh sebelum pergi mengambil mic lalu duduk di kursi tengah panggung. Suara lembutnya yang ditemani petikan gitar dari Mark mengisi kesemarakan malam itu.

Mark baru selesai bekerja ketika jam menunjuk pukul 9 malam. Ia menghampiri Haechan yang main ponsel sendirian.

"Ayo pulang."

Tidak ada yang bicara. Haechan yang berisik mendadak jadi diam. Ia masih berpikir, apa iya Mark akhirnya mulai membuka hati padanya?

"Senior," panggil Haechan saat mereka sudah bisa melihat gedung kosan Haechan dari jauh.

Mark berhenti melangkah, lalu menoleh pada Haechan.

Gadis itu cengar-cengir. "Boleh jujur, tidak?"

"Seperti selama ini kamu tidak ngomong ceplas-ceplos saja."

"Ih... bukan begitu..." rengek Haechan lagi. "Jadi, Senior mulai suka padaku?"

Mark diam.

"Aneh, tahu! Biasanya kamu tuh selalu marah-marah ke aku. Aku ajak pergi gak mau. Tapi tiba-tiba kamu jadi iya-iya saja," lapor Haechan menyebutkan daftar keanehan Mark yang juga disadari lelaki itu tanpa perlu Haechan menjabarkannya. "Jangan terlalu mudah kudapat, nanti aku malah cepat bosan padamu," seloroh Haechan asal malah membuat Mark keki.

"Jangan besar kepala."

"Kepalaku gak besar. Kepala senior yang besar," ledek Haechan lalu berlari beberapa langkah di depan Mark sambil tertawa riang.

"Awas!"

Mark menarik tangan Haechan ke pelukannya saat sebuah motor pengantar makanan melesat kencang dan nyaris menyerempet gadis itu. Dada Mark bergemuruh kencang. Ia menunduk pada Haechan yang tiba-tiba diam, masih syok di pelukannya.

"Heh, kamu gak papa, kan?"

Haechan bisa melihat sorot khawatir itu sesaat setelah ia sendiri berhasil mengumpulkan nyawa yang tercecer. "Hah... gila... aku hampir mati."

"Hati-hati kalau jalan."

Mark melepaskan pelukannya dari Haechan begitu ia pikir gadis itu sudah mampu berdiri seimbang lagi. Tapi Haechan menahannya. Kedua tangan gadis itu melingkari pingganggnya erat dengan kepala di dada Mark.

"Makasih ya, Senior."

Mark sungguh-sungguh berharap Haechan tidak akan mencuri dengar pada suara detak jantungnya yang menggila.

"Sama-sama."

.
.
.

Dosen Lee melirik Mark sebentar sebelum kembali pada lembar partiturnya. Kelas menjadi hening ketika lagu yang Mark buat untuk tugas akhirnya diputar di speaker.

New LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang