6. Of Course Not

109 5 0
                                    

Matahari pagi yang masuk ke dalam celah jendela ruang tamu kediaman Lee pun sukses membuat Renjun yang tengah tertidur pun terbangun.

Netra-nya menyipit, untuk menyamakan cahaya matahari yang masuk ke dalam rumah-nya.

Setelah bergeser untuk menghindari cahaya matahari, Renjun pun mulai merenggangkan badan-nya.

Ia coba mengingat, apa yang telah ia lakukan, sampai-sampai diri-nya tertidur di ruang tamu.

Setelah berhasil mengingat, Renjun pun ber-ah ria.

"Ah iya! Tadi malam kan aku menunggu Jeno pulang! Apakah Jeno sudah pulang?" Monolog Renjun.

Renjun pun bergegas untuk menge-chek keberadaan Jeno.

Apakah Jeno sudah pulang ke rumah-nya, atau belum. Atau mungkin dia sudah pulang, namun kembali lagi karena harus bekerja.

Tapi tidak mungkin Jeno akan membiarkan Renjun tidur di ruang tamu. Jeno pasti akan memindahkan Jeno ke kamar mereka dan berakhir tidur bersama, dengan Renjun yang ada di dalam pelukkan Jeno.

*cklek* suara pintu yang di buka seseorang di depan sana, membuat Renjun menghentikan niat-nya untuk membuka pintu kamar-nya.

Dengan antusias, Renjun berlari menuju ruang tamu.

Ia yakin kalau yang membuka pintu itu adalah Jeno.

Dan benar seperti dugaan-nya. Jeno yang membuka pintu-nya. Terlihat Jeno yang baru saja masuk ke dalan rumah-nya dengan pakaian yang masih sama seperti kemarin.

"Jeno!" Panggil Renjun dengan sangat antusias.

"Sayang hati-hati! Jangan berlari! Nanti jatuh!" Peringat Jeno.

Baru saja Jeno berkata seperti itu, Renjun hampir terpeleset jatuh. Untung saja Jeno sigap menahan Renjun. Kalau tidak, Renjun akan terjatuh dengan kepala yang lebih dulu menyetuh lantai.

Renjun meringis begitu Jeno menangkap tubuh-nya.

"Tuh-kan! Aku bilang apa! Kenapa keras kepala sekali heum?" Oceh Jeno, seraya mencubit hidung Renjun gemas.

Tuhkan! Renjun sudah tau kalau Jeno akan mengoceh!

"Hehehe. Maafkan aku ya." Ucap Renjun.

"Iya. Jangan di ulangi lagi ya. Kalau jatuh bagaimana? Aku gak mau kamu kenapa-napa." Seru Jeno.

"Iya-iya. Kamu udah makan?" Tanya Renjun yang langsung di gelengi kepala oleh Jeno.

"Jangan-kan makan. Mandi aja aku belum." Seru Jeno.

"Kalau begitu, kau mandi dulu. Nanti aku yang masak sarapan untuk kita. Aku juga belum makan dan baru bangun." Sahut Renjun.

"Tidur di ruang tamu lagi?" Terka Jeno, merangkul pinggang Renjun untuk masuk ke dalam.

"Iya hehehe. Maafkan aku lagi ya." Seru Renjun. Meringis lagi. Lagi-lagi Jeno tau tentang diri-nya! Hm, sedikit menyebalkan bukan?

"Iya, lain kali jangan kayak gini lagi ya. Kalau udah ngerasa ngantuk? Lebih baik langsung ke kamar. Tidak perlu menunggu-ku sampai ketiduran." Peringat Jeno.

"Kalau begitu aku mandi dulu." Seru Jeno, mengecup kening dan bibir Renjun sekilas. Lalu bergegas masuk ke dalam kamar-nya, meninggalkan Renjun yang ada di depan dapur-nya.

Renjun hanya mengedihkan bahu-nya acuh, dan mulai bergegas untuk masak. Membuat sarapan untuk diri-nya dan juga Jeno.

---

"Kamu pasti lelah banget ya Jen." Seru Renjun, di sela makan mereka berdua.

"Hm. Seperti itulah." Jawab Jeno.

Dapat Renjun lihat dari kerja Jeno yang sering lembur dan jarang pulang. Renjun sangat tau kalau Jeno itu seorang workaholic. Kadang sifat Jeno yang seperti itu membuat Renjun jengkel. Bagaimana tidak jengkel? Sifat Jeno yang workaholic, membuat diri-nya jarang di rumah dan sukses membuat Renjun mati kebosanan karena menunggu dia. Apakah pulang atau tidak.

Tapi kembali lagi, Renjun tidak boleh egois. Bagaimana pun juga, Jeno bekerja untuk memenuhi kebutuhan diri-nya dan juga keluarga kecil-nya.

"Jeno, jangan terlalu di paksakan ya. Kau juga harus istirahat dan juga, jangan lupa untuk makan. Jangan sampai pekerjaan-mu mengganggu kesehatan-mu." Peringat Renjun.

Bagaimana pun juga, Renjun tidak mau membuat Jeno sakit. Ia tidak mau karena sifat Jeno yang terlalu pekerja keras, membuat diri-nya jatuh sakit.

Maka dari itu, Renjun suka membawakan Jeno bekal. Agar Jeno dapat makan tepat waktu. Bukan hanya itu, Renjun juga menaruh vitamin di dalam tas Jeno, agar tubuh Jeno fit dan tidak gampang terkena penyakit.

Renjun akan merasa sangat bersalah kalau sampai Jeno sakit. Ia merasa gagal menjadi istri yang baik, kalau sampai Jeno sakit.

"Iya. Kamu juga harus banyak istrihat. Jangan sampai kamu sakit ya. Aku ngerasa gagal menjadi seorang kepala rumah tangga, kalau sampai kamu jatuh sakit. Jangan terlalu memaksakan diri-mu. Aku menyukai-mu apa ada-nya." Peringat Jeno yang sukses membuat pipi Renjun memerah, dan hati Renjun menghangat.

"Habis ini ke kantor lagi?" Tanya Renjun yang langsung di balas anggukkan kepala oleh Jeno.

"Iya, aku harus kembali lagi ke kantor. Ada berkas penting yang masih harus aku tanda tangani. Bukan hanya itu, aku juga harus menghadiri beberapa meeting lagi." Seru Jeno.

"Dan kau tidak usah membuatkan-ku bekal ya. Aku akan makan siang dengan klien-ku nanti." Seru Jeno.

"Kau tidak bohong-kan? Aku tidak mau loh kamu sakit karena telat  makan." Peringat Renjun.

"Iya sayang. Nanti, aku akan memfoto-kan makanan-nya sebagai bukti." Seru Jeno.

"Oke! Kalau begitu biar aku yang siapkan baju kerja kamu!" Seru Renjun antusias, dan langsung beranjak dari kursi-nya. Lalu pergi meninggalkan Jeno yang masih ada di ruang tamu, menuju kamar-nya.

Sampai di dalam kamar, Renjun langsung bergegas menuju lemari Jeno. Membuka lemari itu, dan mulai mencari baju kerja untuk Jeno pakai hari ini.

"Warna apa ya?" Pikir Renjun, melihat jejeran warna jas yang terpampang di dalam lemari Jeno.

"Kuning!" Seru Renjun, mengangguk-anggukkan kepala-nya.

"Kuning sangat pas untuk cuaca yang sangat cerah pagi ini!" Alibi Renjun.

Padahal bukan itu maksud Renjun dalam memilih setelan jas berwarna kuning, sedangkan kemeja, dasi, gesper, jam, dan sepatu-nya berwarna hitam.

Tepat setelah Renjun selesai memilih baju untuk Jeno, Jeno pun sudah kembali ke dalam kamar-nya.

"Jadi, warna apa yang akan aku pakai hari ini?" Tanya Jeno, begitu ia masuk ke dalam kamar-nya.

Dengan antusias, Renjun mulai menunjukkan baju yang telah ia pilih.

"Kuning! Ini sangat pas untuk cuaca yang sangat cerah pagi ini." Seru Renjun, yang langsung memberikan pakaian yang ia pilih, ke tangan Jeno

Dengan senang hati Jeno mengambil pakaian itu. "Itu cuma alasan kedua bukan? Alasan pertama-nya karena kau menyukai warna kuning." Seru Jeno.

Renjun terkekeh mendengar-nya. "Kenapa? Kau tidak suka?" Tanya Renjun yang sudah bersedikap dada di hadapan Jeno.

"Tentu tidak. Aku sangat menyukai apa yang kau pilihkan untuk diri-ku."

ALWAYS BELIEVE YOU - NORENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang