ACT I : PARK SUNG JAE (BAB 2)

59 21 9
                                    


Ponsel pintar milik seseorang melantunkan melodi panggilan, menarik kesadaran Park Sung Jae kembali dari lamunan.

Anak laki-laki itu kalang kabut, seakan seseorang telah merampok dompetnya. Begitu sadar kerumunan memperhatikannya dengan pandangan yang aneh, ia mulai teringat kalau sedang berada di gedung agensi S.T.U.N. Satu jam yang lalu, Aula NB Entertainment masih diisi oleh sedikit pendaftar, tetapi ketika bola mata Park Sung Jae melirik ke seluruh penjuru, tempat itu sudah serupa sarang semut. Ramai, sesak, dan penuh kasak-kusuk. Banyak pemandangan yang tidak familier ia temukan di sini.

Beberapa ada yang melakukan pemanasan dan latihan dance kecil-kecilan. Bedanya, kebanyakan pendaftar datang bersama keluarga mereka. Bahkan ada yang membawa pacar dan kebetulan Park Sung Jae melihat adegan romantis ala opera sabun tak jauh dari tempatnya berada.

Ternyata sendirian itu membosankan, ya?

Park Seo Joon tidak bisa menemaninya karena ada urusan bisnis. Selain weekend, pria itu akan sangat sibuk dan susah dihubungi. Pekerjaannya saat ini adalah konsultan bisnis di bidang teknologi, tetapi ia juga memiliki impian besar layaknya Park Sung Jae. Sebagai permintaan maaf karena tidak bisa hadir menemani, pria itu mengirimkan pesan suara berisi ucapan semangat yang sejujurnya rada bikin merinding. Bisa-bisanya orang itu mengingatkan kembali tentang konsekuensi menjadi asisten pribadi selama seminggu penuh.

"Eh, sori, kamu sendirian saja, ya?"

Seseorang menghampiri Park Sung Jae yang bengong. Laki-laki itu seumuran dirinya, tampak sedikit tengil dan ekspresif. Sekarang saja, ia melontarkan senyum ala iklan pembersih gigi mentang-mentang giginya rapi. "Oh, iya, kebetulan aku sendirian."

"Aku tidak masalah duduk di sini, kan? Di seberang sana penuh semua. Bikin malas."

Park Sung Jae mengangguk, ia menggeser posisinya agar orang itu bisa duduk lebih baik. "Aku Ang-hwan, salam kenal."

"A-anu, Park Sung Jae."

Laki-laki bernama Ang-hwan itu meneliti seluruh aspek pada diri Park Sung Jae. Setelah selesai ia manggut-manggut sendiri, seperti menyimpulkan sesuatu. "Kutebak kita ini seumuran. Iya, kan? Aku 19."

Park Sung Jae sedikit terkejut. Ia tidak menyangka ada seseorang yang bisa menebak umur orang lain hanya dengan melihat tampang dan bentuk tubuhnya. "Kamu peramal, ya?"

Dia tertawa renyah. Tawa itu mengingatkan Park Sung Jae pada kakaknya yang selalu menang melawannya saat bermain permainan kartu. "Kau menganggapnya begitu? Aku hanya kira-kira, kok. Gambling kalau dalam bertaruh," jelasnya. "Tapi, aku tidak pernah melihat dirimu sebelumnya. Orang baru?"

Park Sung Jae menggeleng sambil tertawa kecil. "Korea Selatan itu luas, asal kau tahu. Dan kali ini tebakanmu salah," tutur Park Sung Jae tanpa melirik matanya. Pandangannya terfokus pada hal lain. "Aku orang sini, meskipun memang baru menetap kembali satu tahun yang lalu."

"Pantas saja ...."

Terjadi keheningan beberapa saat.

"Aku sudah menduga yang bakal ikut seramai ini."

"Oh, ya?"

Dia mengangguk cepat. "Banyak yang ingin mengisi kekosongan di S.T.U.N, asal kau tahu. Temanku yang K-popers semuanya mendaftar audisi ini karena pemenangnya akan langsung debut tanpa pelatihan dan segala tetek bengeknya," celotehnya panjang lebar. "Meskipun banyak pesaing, kesempatan menjadi artis tidaklah nol persen, kan?"

Park Sung Jae mengangguk. "Betul, tapi yang dipilih menjadi pemenang hanya satu dari sekian ribu orang yang mendaftar."

"Beberapa orang ada yang menyerah dan pulang. Tipikal mental yang lemah. Kalah sebelum bersaing."

Dream StageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang