Janjian pertama kali.

22.2K 107 0
                                    

Setelah Bimo berangkat dari rumah menuju bandara, Sore dirumah itu hanya menyisakan Oca seorang sendiri. Oca kembali merenungi kejadian tadi siang bersama Mang Deden. Nafsu serta keinginan ragawi yang selama ini tertahan dalam dirinya meledak-ledak tidak dapat dikendalikannya.

Ada rasa penasaran dalam diri Oca, tubuhnya ingin diperlakukan semestinya oleh Bimo suaminya. Selalu ada harapan agar ada keajaiban untuk menyembuhkan penyakit yang diderita suaminya itu.

Namun apalah daya, Bimo sang suaminya pun tidak berkeinginan untuk memperlakukan istrinya selayaknya istri yang lain, bahkan untuk sekedar mencumbui Oca pun Bimo sudah jarang. Bimo hanya menganggap karier dan jabatannya ini sebagai prioritas utama, Oca? Ah perempuan pasti akan bahagia bila terus menerus diberikan harta dan materi melimpah. Ya, meskipun jarang menyentuh Oca, Bimo tidak pernah melupakan uang jatah bulanan untuk istrinya tersebut. Bahkan, setiap usai bertengkar hebat Bimo terkadang melebihkan uang bulanan Oca agar istrinya itu tidak larut dalam kekecewaan pada dirinya.

Ditengah kehidupannya yang sepi ini, hadirlah Mang Deden yang menemaninya di saat saat sepinya. Mang Deden awalnya hanya dianggap Oca sebagai pria yang tepat untuk menyurahkan isi hati dan juga penghibur dirinya disaat sedih ataupun kesal terhadap suaminya.

Namun kejadian siang tadi mengubah pandangannya terhadap Mang Deden, ingin dalam hatinya untuk memberikan hak kepemilikan tubuhnya ini kepada Mang Deden. Membayangkan tubuhnya yang tegap dan berotot itu sedang menyetubuhinya saja mampu membuat istri dari Bimo Pradipta sangat bergairah.

Kini Oca harus tinggal sendiri selama seminggu. Pikirannya mengawang awang,

"Apakah yang akan terjadi dirumah ini selama seminggu kedepan?"

"Apakah akan terjadi persetubuhan antara diriku dan Mang Deden?"

"Kalaupun terjadi hubungan seks antara kami berdua, apa yang harus kulakukan?"

"Apakah ini hanya nafsu atau hatiku telah memberikan tempat kepada Mang Deden?"

Kebingungan yang saat ini Oca rasakan sangat menyiksanya. Tetapi, diantara semua kebingungan yang ia rasakan, tidak ada satupun rasa ketakutan. Ya, dengan Bimo hatinya sudah mendingin. Ia ingin untuk dicintai semestinya, bukan hanya sekedar memberikan materi melimpah. Serta bentakan juga kemarahan Bimo terhadap dirinya selama ini telah menjadi tabungan benci di sisi gelap hatinya.

Ditengah lamunannya, ponsel milik Oca kembali berbunyi. Sebuah telfon dari seseorang, Oca yang hanya melihat nama dilayar ponselnya langsung tersenyum. Tanpa berpikir panjang lagi Oca langsung mengangkat panggilan telfon di ponselnya.

"Halo, Assalamualaikum Mang.."

"Waalaikumsalam neng, lagi ngapain nih? Mamang lagi sendirian di kontrakan, bosen banget makanya iseng nelfon neng Oca. Eh gataunya diangkat hehe"

"Sama nih mang, Oca juga lagi sendirian di rumah. Tadi Oca lupa ngasih tau ya, Mas Bimo pulang cuma mau ambil baju mang, abis itu mah dia pergi lagi ke Medan katanya ada dinas."

Mendengar hal itu Mang Deden langsung berbunga bunga hatinya,

"Wah kalo gitu Neng Oca mau ya ikut mamang jalan jalan ke Gunung Bunder? Eh tapi bentar dulu deh neng, ntar mamang telfon lagi ya" ujar Mang Deden terburu-buru.

"Hah? Kapan emang mau jalannya mang? *Tuuut* " belum sempat mendapatkan jawabannya Mang Deden langsung menutup sambungan telfonnya.

Oca dengan rasa bingung dan sedikit kesal karna sikap Mang Deden kini bergerak ke arah gantungan handuk, lalu masuk ke kamar mandi. "Mana tau si mamang ngajak perginya malam ini, mandi dulu deh" ujar Oca dalam hatinya.

Kesepian.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang