Chapter 2 : I'm coming her

82 24 0
                                    

Hidup itu penuh misteri, tak terbaca apa yang akan terjadi nantinya. Seolah ingin diterka, namun terkadang semesta menampiknya dengan realita. Karenanya, untuk beberapa orang hidup itu menakutkan.

Sehan mematung di depan salah satu hamparan pasir pantai kota Yogyakarta. Berulang kali ia menghembus nafas kasar seolah ada batu besar yang menghimpit paru-parunya. Mau dipikir berapa kalipun, keberadaannya disini adalah fakta bahwa ia melarikan diri tidak akan berubah. Hal tersebut makin membuatnya makin frustasi.

"Sehan?"

Deg.

Suara itu terdengar begitu familiar sampai-sampai membuat Sehan lupa kalau ia masih menapak di bumi. "Eh, hai Je."

"Unexpected banget, you were here." 

Sehan terkekeh, "waktu itu gue udah pernah bilang kan kalo kita bakal sering ketemu kedepannya, firasat gue itu udah terverifikasi tau."

Je tersenyum, tapi di mata Sehan itu bukan jenis senyuman yang menyenangkan. Ingatan Sehan berlari ke waktu kemarin, pada waktu dimana sosok Je yang menangis sesenggukan di stasiun. Tapi melihat Je yang sekarang keadaannya sudah mendingan, tidak seburuk kemarin, Sehan bisa lebih tenang.

"Gue tadi abis dari sana," Je menunjuk ke arah sebuah toko kerajinan tangan yang menjual oleh-oleh pantai ini, "terus gak sengaja liat orang mirip elo, eh ternyata beneran elo."

Sehan mengangguk, "waduh, sorry banget nih. Muka gue lagi gak bagus, kucel begini tapi malah ketemu elu. Jadi malu gue."

Tawa Je pecah namun tak berlangsung lama, "santai Sehan. Gue tau lu orang baik, gue kesini samperin lo juga mau ucapin terimakasih banyak buat bantuan lo kemarin. Kalau bukan karena lo, gue sekarang pasti masih di kereta."

"Thank you banget lo udah anggep gue orang baik Je."

"Something happen? Mau cerita?" tawar Je dengan senyumannya. "Kata Bapak gue, saat kita bener-bener udah buntu sama masalah yang kita punya, berbagi cerita bisa ngurangin rasa stressnya. Emang sih, gak bakal selesai seketika itu juga, tapi seenggaknya lo juga harus tau kalo elo gak sendirian di sini. Buat kasus elo sekarang, disini lo punya gue."

"It was nice to hear that from you."

Je tersenyum, "atau kalo elo belum siap it's okay Sehan, lo gak perlu maksa buat cerita. Gue tau perasaan lo sekarang."

"Thank you."

Je mangangguk. Kemudian hening menghinggapi keduanya. Di antara jeda waktu tersebut suara ombak dan angin mengisi ruang yang ada. Hingga suara teriakan menginterupsi.

"NDUK, UDAH SELESAI BELUM? AYO PULANG!" 

Je melambaikan tangannya tinggi-tinggi, "IYA SEBENTAR BUDE!"

Je sibuk mencari sesuatu dari dalam tasnya, ternyata yang dia cari adalah pulpen. Gadis itu mendekati Sehan secara tiba-tiba membuat Sehan tersentak kaget. Dengan lincahnya tangan Je, menuliskan entah apa di tangan Sehan. "Nanti kalo elo udah ngerasa baikan, lo harus mampir ke sini. Ini alamat rumah gue, okay Sehan?"

Sehan masih kaget untuk merespon Je. Belum sempat menjawab apapun, Je sudah bangkit dan berlari meninggalkan Sehan yang masih terduduk di tempat. Anehnya, perasaaan Sehan sekarang makin terasa campur aduk.

"Siapa nduk?" tanya Bude Ani kala Je tiba.

"Temen Bude, dia yang bantuin dapet tiket pulang kemarin."

"Kok kayaknya sendirian, kamu ajak mampir aja biar Bude masakin sekalian terimakasih udah bantuin kamu kemarin."

Je menggangguk, "anaknya lagi stress Bude masalah kuliah, biar healing dulu aja. Nanti kalo mau pasti mampir dia." 

Je bohong lagi. Entah mengapa, sejak ia pergi merantau skill kemampuan berbohongnya meningkat tajam. Bude cuma menggangguk dan mereka pun bergegas kembali ke rumah.

***

Setelah pertemuannya dengan Je yang kelewat sebentar tadi, Sehan sedikit tersadar. Yang Sehan rasa sekarang adalah senang, karena mendengar bahwa ada seseorang yang memahami rasa gelisahnya ternyata menenangkan. Ia jadi tidak merasa sendiri lagi. 

Sehan lekas bangkit dan menatap ujung pantai di depannya dalam-dalam. Ia tidak peduli tanggapan selilingnya, ia tak peduli pandangan orang sekelilingnya. Karena ini hidupnya, miliknya, dan keputusannya.

"AKHHHHHHHHHH!!!!!!!" teriak Sehan meluapkan beban pikiran. 

Sehan tersenyum puas. Pikirannya sekarang sudah jernih, ia bisa kembali dengan lebih tenang. Tapi sebelum pulang, ia harus bertemu Je lagi. Ini bukan sembarang kesempatan. Jadi Sehan tidak akan menyia-nyiakan.

Sehan benar-benar sadar, betapa dirinya ingin mengenal lebih jauh sosok bernama Jeviera. Sekeras apapun batu yang menghalangi jalan, sekuat apapun badai yang datang, rasanya Sehan tetap bisa berjalan menuju gadis itu dengan lantang. Sebuah kebetulan tidak akan datang untuk selamanya, jadi sekarang Sehan benar-benar yang akan berlari ke arahnya.

BUANATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang