Worst Wedding

28 1 0
                                    

"Pernikahan ini enggak bisa aku lanjutkan, San!" tegas Devah. Sandra terpaku mendengar kalimat Devah. Sungguh menusuk dan membuat hatinya luluh lantak.
    "San..." Devah menyadarkan Sandra yang masih membeku.
    "Kita udah sejauh ini, Dev," Sandra menjawab setengah merintih. Matanya mulai nanar.
    "Kamu itu orang yang dicintai Arkhan, San."
    "Aku udah enggak ada hubungan apapun sama Arkhan!" Sandra menimpali setengah memekik. Tangisnya mulai pecah, air matanya yang menggenang di pelupuk mata sudah jatuh.
    "Kenapa kamu enggak bilang kalau pernah ada hubungan sama Arkhan?"
    "Itu enggak penting, Dev"
    "Apa? Jadi bagi kamu, persahabatan aku sama Arkhan juga enggak penting? Kamu tau kan kami bersahabat?" bentak Devah.
    "Dev, aku sama Arkhan udah selesai," timpal Sandra dengan suara yang mulai parau karena isak tangisnya.
    "Tapi Arkhan masih cinta sama kamu, Sandra!" kembali lagi Devah membentak Sandra.
    Devah memukul tembok di sebelahnya dengan emosi. Darahnya sudah naik ke ubun-ubun. Amarahnya meletup-letup. Ia tak bisa berpikir. Rasanya ingin memukul seseorang saat itu juga untuk melampiaskan gejolak di hatinya. Dia tidak bisa mundur karena terjebak janji pada oma, tapi tidak mungkin mengkhianati persahabatan dengan Arkhan. Sedangkan Arkhan lebih dari sahabat baginya. Bahkan, Arkhan rela menukar nyawa demi Devah. Rasa bersalah menyelimuti laki-laki itu. Ia tak tahu jalan apa yang harus dipilih. Realita ini meruntuhkannya seketika. Di tengah percakapan yang belum usai, seseorang memanggil Sandra dan Devah dari balik punggung mereka. Sandra dan Devah terkesiap melihat wanita paruh bayah itu melangkah menghampiri mereka. Dengan panik Sandra menghapus air matanya.
    "Lama banget sih kalian. Ngomongin apa? Itu penghulu udah datang loh," cecar Mama Devah.
    "Ini kita mau masuk kok, Ma," jawab Devah sambil mengulum senyum yang sedetik kemudian merangkul mamanya dan melangkah masuk ke aula hotel. Sandra yang melihat perubahan tingkah Devah itu kembai terpaku. Ia semakin bingung dengan Devah.
    Beberapa tamu yang sudah menunggu akad nikah itu tampak sumringah melihat kedatangan Sandra dan Devah. Banyak dari mereka berbisik-bisik membahas penampilan Sandra yang sangat cantik dibalut gaun pengantin khas Sunda itu. Sigar Sunda menyatu anggun di kepala Sandra. Sandra tampak menawan. Tak hanya Sandra, para tamu juga memuji Devah yang tampak gagah dan tampan. Devah memang sosok yang berkharisma. Mungkin itu juga salah satu alasan mengapa Sandra menaruh hati padanya.
    "Baik, sudah siap semua ya?" tanya penghulu pada calon mempelai dan saksi. Mereka mengangguk setuju kecuali Sandra dan Devah yang tengah kalut hatinya.
    Tak berselang lama, akad nikah pun berlangsung. Momen sakral itu menyatukan Sandra dan Devah pada sebuah janji yang harusnya bisa dibawa hingga mati. Setelah kata "Sah" menggema ke seisi aula dan doa dilantunkan, Sandra dan Devah saling bertukar cincin, kemudian dilanjut dengan sesi pemotretan. Devah seperti mimpi. Ia berharap sebentar lagi bangun dari mimpi buruknya ini. Menikahi belahan jiwa sahabatnya sendiri bukanlah hidup yang ia harapkan. Ia tak tahu bagaimana cara menjelaskannya pada Arkhan ketika dia pulang nanti.
    Melihat tamu yang masih sesak, Devah semakin jengah. Ia ingin menghilang saat itu juga. Setelah pamit ke kamar mandi, Devah naik ke atas menuju kamar hotel. Ia ingin menenangkan diri dari perasaannya yang campur aduk itu. Devah membantingkan tubuhnya ke ranjang yang sudah dihias bunga. Kamar pengantin yang harusnya terlihat indah, menjadi suram di mata Devah. Ia memejamkan mata. Berusaha menelan perasaan marah sekaligus rasa bersalah dalam hatinya.
    "Devah....." suara Sandra membuyarkan upaya healing yang dilakukan Devah. "Maafin aku, Dev. Aku enggak bermaksud merusak persahabatan kalian."   
    Devah bangun dari tempat tidur kemudian menatap Sandra tajam. Menangkap kedua manik hitam di mata Sandra, "Kamu tau, San? Kamu adalah wanita yang paling aku benci di dunia ini!"
    Setelah mengatakan kalimat menohok itu, Devah keluar dari kamar meninggalkan Sandra yang masih tercengang. Ia tak menyangka seburuk itu dirinya di mata Devah. Sandra tak mampu berkata-kata, ia menjatuhkan diri ke lantai dengan lemas. Seluruh tubuhnya serasa lumpuh. Energinya seperti terserap habis oleh sakit hati yang ia rasa.
***
    Sepanjang resepsi berlangsung, Devah menampakkan wajah sumringah menyambut para tamu. Sandra yang sedari tadi curi-curi pandang kepada Devah sedikit lega melihat laki-laki itu menyunggingkan senyuman meski hatinya sedang diselimuti amarah.
    "Sandra cantik banget. Mama bersyukur sekali punya menantu secantik Sandra," puji Mama Devah.
    "Makasih banyak, Ma," timpal Sandra ramah. Sandra memang perempuan paling ramah yang pernah ditemui Mama Devah. Karena itu Mama Devah sudah jatuh hati kepadanya kali pertama mereka bertemu.
    "Kalau masih ada Oma, pasti beliau bangga sekali lihat kamu, San. Andin, putri kamu memang cantiknya bukan main," kali ini Papa Devah yang bersuara sambil menegaskan pada Bunda Sandra.
    "Makasih, Mas Sanur. Semoga Sandra bisa menjadi istri yang baik untuk Devah," timpal Bunda Sandra.
    "Kayaknya Sandra sudah pasti bisa deh jadi istri yang baik, aku justru khawatir Devah yang akan terus merepotkan Sandra," celetuk Mama Devah membuat beberapa keluarga besar yang hadir terkekeh mendengarnya.
    "Jadi, Mama udah senang nih enggak aku repotkan lagi?" seloroh Devah.
    "Iya dong, senang banget enggak perlu telepon setiap pagi bangunin kamu yang suka molor. Semoga Sandra sabar ya sama bandelnya Devah."
    "Mama tuh emang paling senang ya jelek-jelekin anaknya," gerutu Devah.
    "Kalau Devah aneh-aneh, kamu laporin ke Papa ya, San. Biar Papa ajak lari keliling lapangan sepuluh kali. Dia paling sebel tuh kalau diajak lari. Lemah banget emang si Devah ini. Harusnya kemarin-kemarin kamu banyak olahraga, Dev biar malam pertama fit."
    Keluarga besar Sandra dan Devah kembali terkekeh geli mendengar gurauan Papa Devah itu. Sandra ikut terkekeh sambil sesekali mencuri pandang pada Devah yang menanggapi gurauan itu dengan senyum tipis. Melihat keluarga besar mereka yang sangat akrab dan harmonis membuat hati Sandra teriris. Andai saja keluarga mereka tahu masalah yang sedang dihadapi Sandra dan Devah pasti mereka tidak akan mampu tertawa seperti ini. Entah sampai kapan Sandra dan Devah menampilkan senyum palsu.
    Pukul dua belas malam, acara resepsi, kumpul keluarga dan beres-beres telah selesai. Devah memasuki kamar hotel tatkala Sandra sedang mencopoti segala aksesoris dibantu Teh Lilis make up artist-nya. Devah duduk di tepi ranjang memperhatikan kegiatan Sandra dan Teh Lilis.
    "Copot aksesorisnya masih lama ya, Teh?" tanya Devah membuat Sandra dan Teh Lilis menghentikan aktivitasnya seketika.
    "Mmm... udah kok, tinggal hapus make up aja," sahut Teh Lilis.
    "Kalau hapus make up biar Sandra yang selesain sendiri, Teh. Teh Lilis pulang dulu aja enggak apa-apa, udah malem juga," kata Devah kemudian.
    "Oh gitu kumaha, San? Enggak apa-apa?"
    "Enggak apa-apa kok, Teh. Makasih ya."
    Sepeninggal Teh Lilis, Sandra kembali menyibukkan diri dengan menghapus make up. Ia menyadari bahwa Devah sengaja meminta Teh Lilis pulang karena enggan berlama-lama pura-pura baik dengan Sandra. Sesuai dugaannya, wajah Devah berubah 360 derajat. Hingga Sandra tak sanggup melihat wajah suaminya itu. Devah terus memandangi Sandra dengan sorot mata tajam seperti elang yang hendak menerkam.
    "Besok kita langsung balik ke Jakarta, aku enggak bisa terus menerus pura-pura senyum di depan keluarga besar," kata Devah dengan tatapan tajam. Pernikahan mereka memang berlangsung di Bandung. Kampung halaman Sandra dan Devah.
    "Tapi, Dev. Besok masih ada acara...." belum usai melontarkan seluruh kalimatnya, Devah sudah memotong pembicaraan Sandra.
    "Enggak ada acara pertemuan keluarga! Aku udah bilang ke mama kalau kita banyak kerjaan yang enggak bisa ditinggal," tegas Devah. Sandra hanya mengangguk lemah. Padahal Sandra masih ingin berkumpul dengan keluarga besar. Hanya di depan keluarga Sandra merasa nyaman.
    Setelah berbenah, perlahan Sandra menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. Devah yang memunggungi Sandra tak bersuara sama sekali. Sepertinya Devah sudah terlelap. Sandra sedikit lega. Sandra pun berusaha tidur cepat untuk mengakhiri hari yang melelahkan dan menguras emosi itu. Belum lima menit memejamkan mata, tiba-tiba Sandra merasakan tubuhnya diselimuti. Sandra tetap memejamkan mata. Berpura-pura tidur meski mengetahui Devah sedang merentangkan selimut ke seluruh tubuh Sandra. Setelah itu, sebuah kalimat dibisikkan ke telinganya.
    "Benar kata orang-orang, kamu pengantin yang cantik, San. Hari ini kamu tetap cantik meskipun menangis. Good Night."
    Setelah mengatakan kalimat itu, Devah beranjak dari tempat tidur kemudian keluar dari kamar. Sepeninggal Devah, Sandra menumpahkan air matanya yang sedari tadi menggenang di pelupuk mata. Ia tak menyangka perkataan barusan keluar dari mulut Devah. ia tak menyangka Devah memujinya. Sandra menarik selimut hingga menenggelamkan kepala. Isak tangis mengantarnya hingga terlelap. []

Bersambung.......

Hai gaes, semoga suka ya sama novel ini. Tunggu kelanjutan cerita Sandra dan Devah yang pasti bakal seru banget karena naik turun hubungan pernikahan mereka. Jangan lupa selalu dukung penulis supaya lebih semangat melanjutkan bab. Thanks for reading.

Someone We DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang