Weather

13 1 0
                                    

Mobil Devah melaju cepat di tengah lengangnya lalu lintas Jakarta malam. Sambil menyetir, berulang kali laki-laki itu menghubungi Sandra. namun tak ada jawaban sama sekali. Panggilannya masuk tapi tak diangkat oleh Sandra. Di panggilan kesepuluh, tiba-tiba suara Sandra terdengar. Panggilannya diangkat. Sesegera mungkin Devah mencecar Sandra.
"Kamu dimana Sandra Kirana? Kamu mau bikin aku mati muda, Ha?" cecar Devah emosi.
"Aku mau pulang ke Bandung, Dev. Aku lagi capek banget sama Jakarta," sahut Sandra dengan nada lemah.
"Udah, sekarang kamu jawab aku! Kamu dimana? Aku jemput sekarang."
"Kamu mau jemput aku?"
"Cepat jawab, Sandra!" bentak Devah membuat Sandra segera menyebutkan titik hentinya itu.
Secepat rubah Devah melajukan mobilnya menuju titik lokasi Sandra menepikan mobil. Setelah setengah jam berlalu, Devah menemukan mobil Sandra yang tengah terparkir di rest area. Devah keluar dari mobil dengan amarah yang sudah memuncak. Wanita ini harus diberi pelajaran, batinnya.
     "Kamu udah gila ya!" maki Devah yang sudah memasuki mobil Sandra.
Tiba-tiba Sandra memeluk Devah. Perempuan itu menumpahkan segala remuk di hatinya di dekapan Devah. Isak tangis Sandra menggema ke seisi mobil. Sedangkan Devah membeku. Ia terpaku melihat Sandra memeluknya. Setelah sadar dari ketercengangannya, Devah mengelus punggung Sandra perlahan. Laki-laki itu mendekap istrinya. Membalas pelukan Sandra.
"Maafin aku," ucap Devah pelan. Devah tak menyangka, emosinya mereda seketika.
Sandra masih terisak di pelukan Devah. Kali ini, Devah membelai lembut rambut wanita itu. Devah tak tau apa yang sedang dilakukannya. Kenapa dia justru membalas pelukan Sandra? Harusnya ia memaki-maki istrinya yang menyulut emosi itu. Devah mendadak tak mampu meluapkan amarahnya.
"Udah jangan nangis, aku disini. Kamu boleh peluk aku sampai tangis kamu berhenti," Devah kembali berkata lirih.
Sandra melepas pelukan Devah. Ia tak percaya dengan perkataan Devah barusan. Apa benar ini Devah?
"Dev, ini benar kamu kan?" tanya Sandra kaget.
Devah tak menggubris pertanyaan Sandra.
"Kamu ikut mobil aku aja, mobil ini biar diambil anak buahku besok," ujar Devah tiba-tiba yang sedetik kemudian keluar dari mobil lalu memindahkan koper Sandra ke bagasi mobilnya. Sandra yang masih bingung dengan tingkah Devah seketika mengikuti laki-laki itu.
"Kita pulang. Besok kamu ambil cuti aja. Istirahat. Jakarta bikin capek kan?" kata Devah sambil memutar kemudi. Mobilnya mulai melaju meninggalkan rest area. Sandra yang masih tercengang hanya mengangguk mengiyakan. Devah memang aneh. Laki-laki itu berubah-ubah seperti cuaca. Ia bahkan tak bisa menebak apa yang akan dilakukan Devah semenit kedepan.
Sepanjang perjalanan, mereka saling diam. Hanya suara musik yang meramaikan isi mobil. Devah fokus mengemudi. Sedangkan Sandra, rupanya perempuan itu ketiduran. Devah yang melihat Sandra terlelap, hanya menggeleng-gelengkan kepala heran. Apa yang merasuki Sandra sampai wanita itu nekad hendak menyetir sendiri ke Bandung dini hari begini.
Sesampainya di rumah, Devah menepuk bahu Sandra perlahan. Membangunkan istrinya yang tampak sangat kelelahan itu. "Udah sampai, San," kata Devah pelan kemudian turun dari mobil mengambil koper Sandra dan membawanya masuk.
Sandra berjalan sempoyongan menuju kamar. Ia membantingkan tubuhnya ke Kasur tanpa menggubris Devah yang tengah menaruh koper di kamarnya. Sandra kembali memejamkan mata. Sepertinya, perempuan itu benar-benar kelelahan. Devah yang masih memperhatikan istrinya itu seketika mendekati Sandra. Ia menarik selimut lalu merentangkannya di tubuh Sandra. Devah menarik napas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Hari ini benar-benar melelahkan untuk mereka berdua. Devah kembali mendekati Sandra kemudian membelai lembut rambut wanita itu.
Devah memperhatikan Sandra beberapa menit. "Benar kata Oma. Kamu memang cantik. Bahkan ketika kamu tertidur, kamu tetap cantik," setelah berkata pelan, Devah menghidupkan lampu tidur di atas meja dan mematikan lampu utama kamar Sandra. setelah itu, ia melenggang pergi meninggalkan Sandra yang sudah tenggelam dalam mimpinya.
***
Baru kali ini Sandra bangun jam sepuluh. Ia terkesiap melihat hari sudah beranjak siang. Kepalanya seperti ditekan dengan keras. Sangat pusing. Ia seperti merasakan jetlag. Mungkin karena semalam dia terus-menerus menangis. Sandra keluar dari kamar dan tidak mendapati Devah. Apa semalam Devah tetap tidur diluar? Tapi rasanya mereka pulang jam 3 dini hari. Mungkin Devah tidur di rumah, batinnya sambil melangkah menuju dapur untuk membuat roti panggang. Entah mengapa rasa lapar merecokinya sejak dia bangun.
Belum sempat mengambil roti, mata Sandra menangkap sebuah bungkusan di meja makan. Ia bergegas membukanya, ternyata bubur ayam. Seketika ia mematung melihat tulisan di selembar kertas yang tergeletak di atas meja.
"Kata Bunda, kalau lagi enggak enak badan, kamu selalu makan bubur ayam. Semoga cepat sembuh"
Rupanya bubur itu benar dari Devah. Sandra tak habis pikir. Ia merasa seperti baru saja memenangkan lotre. Kebahagiaan kecil ini tak ingin ia lewatkan barang sedetik pun. Diambilnya ponsel di kamar, kemudian ia foto kertas tersebut. Kenangan ini harus diabadikan. Sambil mendekap kertas itu, Sandra yang tengah berbunga-bunga hatinya menyunggingkan senyum lebar. Ini pertama kalinya Devah menyiapkan sarapan. Benar-benar diluar dugaan. Mimpi apa dia semalam sampai tiba-tiba mendapat perhatian Devah.
"Assalamualaikum," suara seseorang membuyarkan pikiran Sandra seketika. Sejenak ia mengernyitkan kening bingung. Rasanya hari ini dia tidak ada janji dengan siapapun. Secepat rubah ia melangkah ke depan untuk menghilangkan rasa penasarannya atas kedatangan tamu di pagi itu. Dan Sandra mematung seketika setelah membuka pintu melihat Mama Devah dan Teh Siska-istri Aa' Rama yang merupakan kakak satu-satunya Devah, tengah berdiri menjulang dihadapannya.
"San, halo? Kamu enggak apa-apa?" cecar Mama Devah heran melihat ekspresi Sandra yang tampak shock.
"Eng...enggak apa-apa, Ma. Mama sama Teh Siska kok disini?" tanya Sandra panik.
"Tante Sandra!" teriak anak kecil berambut panjang dikuncir dua yang baru saja turun dari mobil. Sandra kembali terbelalak. Bahkan Alika ada disana. Alika adalah anak Rama dan Siska. Setelah Alika, sosok Papa Devah juga turun dari mobil. Ini ada apa satu keluarga datang kemari? Sandra semakin panik.
"Kita mau menginap disini, San buat menghadiri acara akad nikah Freya anaknya Om Dany itu loh. Kan acaranya besok," jelas Mama Devah membuat Sandra terperangah. Akad nikah Freya? Anak Om Dany? Om Dany adalah adik kandung Papa Devah. Bagaimana bisa Devah tidak memberitahunya sama sekali terkait acara sepenting ini.
"San, kok bengong?" Mama kembali menyadarkan Sandra. Seketika Sandra mempersilahkan keluarga barunya itu masuk ke rumah. Tanpa pikir panjang, Sandra bergegas mengambil ponselnya kemudian menghubungi Devah.
"Dev, bisa-bisanya kamu enggak ngasih tau aku kalau besok ada acara akad nikah Freya. Ini gimana? Mama, Papa sama Teh Siska mau nginep disini, Dev!" celoteh Sandra setelah Devah menjawab panggilannya.
"Apa? Mereka ada di rumah?" pekik Devah dari seberang telepon.
"Iya, Dev. Mereka semua disini sekarang," bisik Sandra yang tengah menelepon Devah di kamarnya.
"Ya udah tunggu aku, nanti pulang kerja aku langsung pulang"
Kalimat Devah sukses membuat Sandra terpaku seketika. Devah meminta Sandra menunggunya. Kalimat itu sungguh layaknya percakapan suami istri. Sekejap, Sandra menyunggingkan senyuman. Ia tersipu malu. []

Bersambung.......

Someone We DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang