About Arkhan

8 0 0
                                    

Banyak orang menganggap Paris adalah kota yang paling indah di dunia. Begitupun bagi Arkhan. Paris dan segala keindahannya yang tak bisa dibandingkan dengan ibu kota negara-negara dunia manapun karena memiliki karakteristik yang khas telah menyihir Arkhan hingga enggan meninggalkan kota itu barang sekejap saja. City of Lights. Kota Paris yang terang benderang dengan monumen yang megah. Bagi Arkhan, tak ada kota yang lebih romantis selain Paris. Apalagi, kota itu penuh kenangan dan menjadi sejarah tersendiri baginya. Bagaimana tidak, Paris adalah kota pertama kali ia bertemu belahan hatinya. Wanita yang sampai detik ini tidak tergantikan di hidupnya. Sandra Kirana.
Tujuh tahun yang lalu, Arkhan yang tengah menjaga toko bukunya yang berada di tepi sungai Seine bertemu dengan Sandra. Dikenal The Bouquinistes de Paris. Menjual buku-buku bekas dan buku-buku antik di sepanjang sungai Seine. Arkhan salah satunya. Sandra yang kala itu sedang berlibur bersama keluarganya di Paris, menghampiri Arkhan yang tengah berdiri di sebelah kios hijaunya.
"Kamu orang Indonesia?" tanya Sandra kegirangan bertemu salah seorang penduduk negaranya. Ketika melewati kios Arkhan, Sandra sempat mendengar percakapan Arkhan di telepon dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Seketika itu Sandra berhenti dan berniat mencari buku di kios hijau Arkhan saja.
"Mmm...iya. Bisa dibantu?" cecar Arkhan balik. Sandra mengulum senyum. "Aku memang mau cari buku dan waktu denger kamu ngomong pake Bahasa Indonesia jadi seneng aja bisa ketemu orang satu negara. Kan jadi lebih mudah komunikasinya. Soalnya aku enggak begitu bisa Bahasa Asing hehe," ujar Sandra sambil terkekeh geli. Arkhan pun ikut tertawa kecil.
"Mau cari buku apa, Nona?" tanya Arkhan seketika membuat Sandra fokus memilih buku.
   "Aku mau kasih oleh-oleh ke sahabatku yang suka baca buku-buku kuno Prancis. Bisa rekomendasikan yang bagus?"
Tak lama kemudian Arkhan menyerahkan dua buah buku pada Sandra.
"Oke aku mau dua-duanya. Terima kasih ya."
"Nona sendiri saja?"
"Sama keluargaku, tapi mereka lagi jalan sendiri-sendiri."
"Oh oke, rencananya Nona mau kemana setelah ini?"
"Entah, aku juga lagi bingung karena enggak begitu tau Prancis."
"Apa Nona bersedia kalau saya antar? Barangkali saya bisa merekomendasikan tempat-tempat bagus."
"Tapi kamu apa enggak sibuk?"
"Tidak. Saya bisa istirahat sekarang, tapi kalau Nona bersedia"
"Boleh. Nanti saya kasih kamu fee deh itung-itung sudah jadi guide buat saya."
Arkhan mengulum senyum, "Tidak usah, Nona. Saya tidak mengharapkan apapun, saya hanya ingin menunjukkan Nona tempat yang bagus."
Sandra yang ganti mengulum senyum.
***
         Tak berselang lama, mereka sampai di Museum Louvre, sebuah museum terbesar di dunia, dan memiliki koleksi paling lengkap dari seluruh dunia, museum ini dulunya adalah sebuah istana dan benteng. Palais du Louvre merupakan benteng yang dibangun pada abad ke-12 di bawah pimpinan Philip II. Kemudian bangunan ini dikembangkan lagi menjadi sebuah istana seperti yang sekarang ini, namun pada tahun 1682, Louis XIV meninggalkan istana ini dan tinggal di Istana Versailles, dan gedung istana ini hanya menjadi tempat untuk menimbun harta kerajaan.
        "Kamu sudah lama tinggal di Paris?" cecar Sandra pada Arkhan sambil berjalan menyusuri museum.
      "Sudah 6 tahun, Nona."
      "Mmm... bisa enggak panggil nama aku aja, anggap aja kita berteman."
        Arkhan terkesima. Sepanjang hidupnya, baru kali ini ada orang yang mau berteman dengannya.
        "Betul tidak apa-apa?" Arkhan memastikan.
        Sandra mengulurkan tangannya, "Sandra Kirana. Panggil aja Sandra"
        "Arkhan Damitri, panggil saja Arkhan," timpal Arkhan menyambut uluran tangan Sandra.
        "Kamu memang ada darah Prancis ya? Kayaknya nama kamu khas Prancis banget," tebak Sandra.
        "Papaku memang asli Prancis, Mamaku orang Indonesia. Aceh"
        "Aceh? Wow. Aku belum pernah kesana"
        "Dari lahir aku di Aceh, sampai 6 tahun yang lalu Papa membawaku kesini. Papa sudah berpisah dengan Mama, aku pun tidak tau bagaimana kabar Mama. Sedangkan Papa sudah meninggal 3 tahun yang lalu." pungkas Arkhan diakhiri senyuman yang tampak palsu.
         "Arkhan, sorry, aku enggak tau." ujar Sandra menyesal telah bertanya tentang Arkhan.
         "Never mind, seharusnya aku yang minta maaf karena bercerita sendiri tanpa kamu minta."
         "Enggak apa-apa, Arkhan. Aku justru senang kamu mau berbagi cerita sama aku, enggak semua orang bisa bercerita se privacy itu apalagi sama orang yang baru dikenal."
       "Terima kasih ya, Sandra. Sudah baik kepadaku. Oh iya, mau foto-foto? sini aku potret."
         Sandra mengangguk, kemudian Arkhan sibuk memotret Sandra dengan pemandangan museum yang bagus itu.
        "Kita foto bareng yuk!" Ajak Sandra.
        "Tapi, San. Kamu kan tamu, aku merasa enggak pantas kita foto bersama."
        "Sekali lagi kamu anggap aku tamu, aku enggak mau ketemu kamu lagi ya, kan aku udah bilang sekarang kita berteman. Jangan merasa enggak enakan sama aku dong, Arkhan." Sandra tampak sebal.
         "Hehe maaf, okey yuk foto."
         Mereka pun hanyut dalam kebersamaan di bawah langit Paris yang sedang terik-teriknya.
***
Setelah berkeliling ke banyak tempat, Arkhan dan Sandra berhenti di depan Menara Eiffel, mereka duduk di atas rumput sambil berselonjor kaki. Gemerlap lampu menara yang menerangi malam itu berpadu dengan bintang di langit Paris membuat suasana malam tampak menakjubkan.
"Aku pikir, enggak akan punya teman di hidupku, San. Sekali lagi makasih udah mau jadi temanku. Seseorang yang sebatang kara dan enggak punya masa depan."
         "Jangan pernah merendahkan diri kamu, Arkhan. Kamu lebih dari itu. Kamu punya pemikiran-pemikiran yang hebat. Kamu bisa jadi lebih dari Arkhan sekarang."
         Arkhan terkekeh, "Hanya mimpi, San. Yang kulakukan sekarang saja hanya untuk bertahan hidup."
         "Kita semua bertahan hidup. Setiap orang yang bertahan hidup harus memiliki mimpi. Apa bedanya kamu dengan yang lain? Sama kan? Arkhan, kamu mau jadi apa? Apa cita-citamu?"
          "Mungkin ingin berbisnis seperti mendiang Papaku sebelum dia bangkrut."
          "Aku yakin kamu bisa jadi pebisnis sukses, bahkan lebih hebat dari Papamu. Kalau aku yang baru saja mengenalmu percaya itu, kenapa kamu enggak mau percaya sama dirimu sendiri? Kamu masih muda. Jangan berhenti disini, Arkhan. Kamu masih punya banyak kesempatan."
          "Enggak ada, San. Aset Papa benar-benar habis. Hanya tersisa rumah yang aku tinggali, itu pun bukan rumah mewah. Aku tidak punya modal apapun."
           "Tapi kamu punya ini, dan ini." ucap Sandra seraya menunjuk dada dan kepala Arkhan.
           "Tapi, San..."
           "Gini aja, mulai sekarang kamu rancang bisnis apa yang mau kamu kembangkan, terus kamu bilang kan ada beberapa rekan bisnis Papa kamu yang kamu kenal, coba kamu hubungi mereka lagi, siapa tau ide bisnis kamu bisa mereka pikirkan. Setiap hari, kamu beritahu aku kemajuan kamu ya, aku mau setiap hari kamu maju satu langkah ke mimpi kamu."
           Setelah pertemuan dengan Sandra, pemikiran Arkhan berubah. Ia bukan lagi Arkhan yang hilang arah dan pasrah dengan keadaan. Arkhan menjadi lebih hidup. Arkhan kembali punya kekuatan. Arkhan berani memperjuangkan mimpinya lagi. Bagi Arkhan, Sandra adalah cahaya yang menerangi dunianya kembali. []

Someone We DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang