Meet Someone

13 1 0
                                    

Setelah memarkirkan mobilnya di parkiran gedung apartermen, Devah mengambil koper dan beberapa paperbag di bagasi. Kemudian bergegas menuju lobby, karena ia benar-benar ingin segera beristirahat hari ini. Pertemuannya dengan Sandra sangat melelahkan. Sesampainya di lift, Devah mengambil ponsel di saku lalu sibuk membalas whatsapp anak buahnya yang tengah sibuk lembur untuk mempersiapkan meeting dengan klien besok pagi. Devah adalah CEO perusahaan yang bergerak di bidang properti. Kesibukannya terhenti seketika tatkala seseorang di sebelahnya memanggil nama Devah.
    "Devah kan?" tanya perempuan berambut pirang sebahu itu.
    "Iya betul, siapa ya?" Devah balik bertanya dengan raut bingung.
    "Ellina. Masa lo lupa?"
    Devah masih mengernyitkan kening, mencoba mengingat perempuan di sebelahnya itu.
    "Oh My God, Lo beneran lupa? Gue anaknya Tante Melly, lo anak Tante Inggid kan?"
    "Oh, Tante Melly yang pindah ke Bekasi itu?" Devah sontak kaget. Devah memang paling kesulitan mengenali orang.
    "Yes. Lo pelupa banget sih," ledek Ellina membuat Devah tak enak hati.
    "Sorry...sorry, soalnya gue susah banget ngenalin orang. Udah lama banget sih ya enggak ketemu."
    "Kayaknya udah hampir setahun kali ya," balas Ellina mengingatkan.
    "Mungkin. Lo tinggal disini juga?" cecar Devah.
    "No. Lebih tepatnya lagi numpang di apartemen temen gue. Kebetulan ada pemotretan disini seminggu."
    Devah ber-oh panjang bertepatan dengan terbukanya pintu lift.
    "Eh gue sampai nih, gue duluan ya."
    "Gue juga di lantai ini," kata Ellina seraya melangkahkan kaki jenjangnya keluar lift.
    "Oh ya?"
    "Yup!" seru Ellina sambil membantu Devah membawa paperbag-nya.
    "Eh, enggak usah, El. Gue bawa sendiri aja."
    "Santai aja kali sama gue," celetuk Ellina sambil menepuk bahu Devah. Devah terkesiap dengan gerakan tangan perempuan itu. Tak sampai lima menit mereka telah sampai di depan apartemen Devah. Ellina kembali membuka percakapan.
    "Gue minta whatsapp lo dong, Dev. Sekalian sama whatsapp Tante Inggid ya. Soalnya nyokab gue udah lama lost contact sama beliau."
    "Oh oke," sahut Devah yang sedetik kemudian memberikan kontaknya pada Ellina.
    "Thanks ya, besok-besok kalau ketemu lagi jangan lupa nyapa," ucap Ellina yang setelah itu melenggang pergi.
    Sepeninggal Ellina, Devah bergegas memasuki apartemen dan mulai berbenah. Belum setengah jam berlalu, ponselnya berdering.
    "Halo?"
    "Betul ini Bapak Devah?" seru Ellina dari seberang panggilan.
    "Ellina?" tebak Devah yang telah mengenali suara perempuan itu.
    "Kok bisa nebak sih, enggak seru lo!" seloroh Ellina sambil terkekeh.
    "Ya kan kita baru aja ketemu, El! masa gue se-pelupa itu," gerutu Devah.
    "Iya...iya, serius amat sih, Pak. Ya udah buruan tidur deh, sorry cuma mau cek nomer lo aja. Gue takut dikasih nomer palsu soalnya."
    "Haha bisa aja lo. Lo duluan aja deh, gue masih mau beres-beres."
    "Ya ampun udah malam masih beres-beres. Kasian banget hidup orang jomblo. Ya udah, Good night, Dev. Tuh udah gue ucapin biar enggak kesepian, bye!" setelah mengatakan kalimat itu, Ellina menutup panggilan. Devah tertegun mendengar ucapan Ellina barusan.
    "Gue bahkan enggak tau hubungan ini disebut apa. Apa gue masih bisa dibilang jomblo? Gue udah menikah. Tapi hidup kita terpisah dan gue sangat benci perempuan itu. Haha pernikahan ini memang enggak jelas," kata Devah pada dirinya sendiri.
    Devah membantingkan tubuhnya ke ranjang. "Hhh.....andai hari itu gue enggak berjanji apapun pada oma. Ini semua enggak akan terjadi."
    Seketika Devah teringat pada Almarhum Oma. Pikirannya mengembara pada kejadian tiga bulan yang lalu saat Oma-nya sedang terkapar tak berdaya di tempat tidur rumah sakit. Kala itu, Devah baru saja datang dari Jakarta setelah dikabari Mamanya bahwa Oma sedang kritis. Oma adalah sosok yang sangat berarti bagi Devah. Sejak kecil Devah dan kakaknya hidup Bersama Oma karena Papanya yang seorang PNS kerapkali berpindah-pindah kerja, sedangkan Mamanya selalu mengikuti. Baru ketika pensiun ini Papa Devah menetap di Bandung bersama Mamanya. Devah sangat terpukul mendengar kabar bahwa Oma mengalami koma. Ketika Oma berhasil bangun dari koma-nya, Devah bertekad menuruti apapun permintaan Oma.
    "Devah, Oma sangat ingin melihat kamu segera menikah," kata Oma dengan suara parau.
    "Iya, Oma. Nanti kalau Devah sudah menemukan calon, pasti Devah kenalkan. Oma cepat sembuh ya supaya bisa melihat pernikahan Devah."
    Oma menggenggam telapak tangan cucu kesayangannya itu. "Devah, oma sudah sangat bersyukur diberi umur panjang hingga bisa menghadiri pernikahan kakakmu. Tapi, Oma tidak tahu apakah umur Oma masih ada untuk menunggu pernikahanmu"
    "Oma, kenapa Oma bilang begitu. Oma akan panjang umur. Oma akan selalu di sisi Devah," Devah menjawab sambil terisak.
    "Selama ini, kamu tidak pernah mengenalkan perempuan pada Oma. Oma tidak tahu apa alasannya. Entah karena kamu belum menemukan atau kamu tidak bisa memilih. Mungkin kamu terlalu sibuk bekerja ya, Nak. Jangan sampai kamu lupa dengan pernikahan, Devah."
    "Oma, Devah janji akan segera mengenalkan wanita pada Oma. Oma harus tetap sehat ya."
    Oma menggelengkan kepala. "Dev. Kamu tidak perlu mencari kemana-mana, Nak. Oma sudah menemukan gadis yang sangat baik untuk menjadi istrimu. Temanmu sendiri," Devah sontak kaget mendengar kalimat oma.
    "Maksud oma?"
    "Sandra, anak Andin. Dia punya kepribadian yang baik. Keluarga-nya juga sangat akrab dengan keluarga kita. Saat kalian duduk di bangku sekolah dasar, kalian sangat dekat. Tapi seiring berjalannya waktu, kalian justru menjauh. Sibuk dengan dunia masing-masing. Padahal, Sandra adalah gadis yang baik, gadis yang tulus, gadis yang ramah dan sangat cantik. Apa kamu tidak sadar dia selalu ada di saat keluarga kita mengalami kesulitan. Bahkan, Sandra yang tadi pagi menyuapi Oma."
    Devah tertohok mendengar perkataan Oma. Oma ingin menjodohkannya dengan Sandra? Sandra memang temannya, tetapi mereka tidak dekat. Bahkan, ketika berpapasan saja, mereka hanya saling sapa. Tak pernah sekalipun Sandra dan Devah melakukan percakapan. Bagaimana mungkin dia justru akan dinikahkan dengan Sandra. Tapi, melihat keadaan Oma yang sangat tidak sehat, membuat Devah tak mampu menolak harapan orang paling berharga baginya itu.
    "Iya, Oma. Maka, Oma harus sehat. Devah janji akan menikah dengan Sandra," janji itu adalah kesalahan seumur hidup bagi Devah. Jika hari itu Devah berani menolak, mungkin pernikahan ini tidak akan terjadi.
    Devah membuyarkan lamunan seketika tatkala ponselnya kembali berdering. Kali ini bukan Ellina, melainkan Bunda Sandra. Devah membatin, ada apa Bunda menelepon malam-malam?
    "Halo, Bun?"
    "Devah, kamu sama Sandra lagi berantem ya?"
    Devah tertohok. Darimana Bunda Sandra mengetahui hal ini. Apa Sandra bercerita? Tumben sekali Sandra bercerita. Biasanya Sandra memendam.
    "Hmm...cuma masalah kecil sih, Bun. Kenapa, Bun? Sandra cerita apa sama Bunda?" cecar Devah setengah panik.
    "Sandra enggak cerita apa-apa sih. Tapi tiba-tiba dia bilang mau ke Bandung. Katanya dia lagi di perjalanan ini. Dia menyetir sendiri. Bunda khawatir sekali, Dev. Ini kan sudah dini hari."
    Untuk kedua kalinya Devah terperangah. Ia tak menyangka Sandra se-nekad itu.
    "Bun, udah dulu ya. Devah mau cari Sandra, nanti Devah kabarin."
    Devah menutup panggilan itu. "Arghh....Dasar perempuan pembawa masalah!" gerutu Devah geram. Kemudian, diambilnya jaket di ranjang. Laki-laki itu keluar dari apartemennya. Mencari Sandra. []

Bersambung..........

Apakah Devah akan menemukan Sandra ya? Lalu apa yang akan terjadi dengan mereka? Apakah mereka akan bertengkar lagi? Ikutin terus cerita Sandra dan Devah. Thanks for reading.

Someone We DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang