"Aku udah di jalan mau ke bandara. Kamu udah berangkat?"
Ryujin menempelkan ponselnya ke telinganya sembari mengecek semua kebutuhannya untuk ke Amsterdam. Semua sudah siap, tidak ada yang tertinggal.
"Udah, sayang. Ini bentar lagi aku sampe. Papi, Mami sama Yuna udah jalan juga kan?"
"Udah. Aku tutup dulu teleponnya ya. See you, sayang."
"See you, Ryujin. I love you."
"Love you too, baby."
Ryujin menutup teleponnya dengan Lia. Kemudian ia meletakan ponselnya di dalam tasnya.
Karena Jenara dan Lilo harus ke sekolah Yuna dulu untuk mengambil rapor Yuna, keluarga Ardhani memilih untuk pergi ke bandara bersama. Sementara Ryujin memilih untuk berangkat sendiri naik taksi, karena Ryujin harus check-in di bandara lebih cepat.
Ryujin menghela nafasnya berat. Sulit untuk meninggalkan Lia dan keluarganya disini. Baru mau berangkat saja, Ryujin sudah rindu pada Lia. Bagaimana nanti ketika ia sudah di Amsterdam?
Ryujin sesungguhnya tidak bisa membayangkan bagaimana kehidupannya di Amsterdam tanpa Lia. Tekanan semasa kuliah mungkin akan membuatnya ingin menyerah. Kalau tidak ada Lia yang menyemangatinya, ia tidak tahu harus bersandar pada siapa. Ketika sekolah, Lia seringkali mendorongnya untuk terus maju, tanpa mundur. Itulah yang membuat Ryujin menjadi semangat mengejar impiannya.
Janjinya ketika lulus nanti, ia akan menikahi Lia. Ia akan membuat Lia gadis paling bahagia di muka bumi. Ryujin akan berusaha menyelesaikan studinya dengan cepat, agar segala impiannya bisa tercapai.
Ryujin menatap pemandangan di depannya, mobil-mobil melaju dengan cepat ke tujuannya. Ia tetap menatap kedepan. Kemudian ia menyadari bahwa supir taksinya mulai mengemudi dengan kecepatan yang agak tinggi. Ryujin masih tenang, karena sang supir masih bisa mengendalikan mobilnya.
Namun, tak lama, taksi yang ditumpangi Ryujin berada tepat di belakang sebuah truk.
BRAKKKK!!!
Taksi itu menabrak truk dengan kencang. Hingga mobil taksi itu terguling ke kiri, menyebabkan kecelakaan beruntun. Tubuh Ryujin sudah berada di pintu mobil yang miring ke kiri itu.
Tubuh Ryujin melemas seketika. Tubuhnya diserang rasa sakit yang luar biasa. Darah keluar banyak dari tubuhnya.
Dengan lemas, Ryujin mempererat pegangannya pada sebuah kotak beludru berwarna merah. Ia melindungi kotak itu dengan tangannya.
Isinya cincin. Cincin berlian yang sengaja ia beli untuk Lia.
"Lia.. J-julianna.."
Tak lama, pandangannya mulai kabur.
°°°
"Ryujin kemana deh? Kok belum sampe juga. Padahal jadwal flight nya tiga puluh menit lagi kan?"
Yohan menatap adiknya itu. Lia sendiri juga bingung. Lia sudah menelpon Ryujin, namun ponselnya tidak aktif. Ada apa dengan Ryujin?
"Macet kali, Han. Kamu kayak nggak tahu Jakarta aja," sahut Irene
Yohan mengangguk paham. Mungkin memang benar, jalanan sedang macet.
Drrt... drrrttt...
Ponsel Lia berbunyi. Ada telepon masuk dari Lilo. Dengan cepat, Lia mengangkat telepon itu. Mungkin ada kabar dari Ryujin.
"Lia? Ryujin udah sampe?" tanya Lilo
"Belum, Om. Ryujin belum disini daritadi. Aku udah nunggu sejam gitu," jawab Lia sembari mengecek jam di pergelangan tangannya